9» Cheating On You

2.6K 406 242
                                    

Rasanya lucu ketika harus merelakan sesuatu yang bahkan belum sempat dimiliki. Dulu katanya ingin mencintai Victor sewajarnya. Dulu katanya akan mendukung Victor bersama kekasihnya. Tetapi sekarang, saat Victor memberi kabar tentang pernikahannya bersama Rhazelle, mengapa rasanya Jennie tidak terima?

Kalau ini yang dinamakan patah, pantas saja rasanya sakit. Ia sampai tertunduk menahan tangisannya dan tak berani menatap mata Victor lagi. Jauh di lubuk hatinya ia berbisik, mengapa ia harus berada di keadaan yang ingin protes saja tak bisa? Mengapa ia tak memiliki hak untuk mencegah Victor menikah? Mengapa?

Cincin di jari manisnya terlihat indah. Indah seperti raut wajahnya ketika memberitahu bahwa ia lelaki setia. Jennie akui niat nya baik. Mungkin ia ingin berbagi kebahagiaan dengan penggemar nomor satunya. Tetapi mengapa harus dengan cara seperti ini? Dibanding menjadi penerima undangan pertama, lebih baik Jennie tidak di undang sama sekali.

Jennie benar-benar tak bisa membayangkan lelaki yang ia cintai selama tiga belas tahun ini, akan hidup bersama wanita lain.

"Kau menangis?" tanya Victor sembari memegang pundak Jennie.

Dan dengan segera Jennie menyeka air matanya. Kemudian ia menggeleng sembari berusaha tersenyum. "Aku hanya terlalu bahagia. Akhirnya orang yang aku sukai selama ini akan menikah."

"Kau begitu mencintainya?" entah kenapa pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Jennie.

"Kau pun tahu bahwa aku tak pernah bermain-main dalam mencintai seseorang. I love her. I love her more than anything. From body to heart, from head to foot, from skin to bone, I love her to death."

Melirik Jennie sebentar, Victor pun kembali menambahkan. "Pernikahannya akan digelar satu bulan lagi. Jangan lupa datang, ya?"

Jennie hanya tertawa kecil. Kemudian ia duduk disamping Victor seraya meletakkan kamera milik Louisa dibawah kursi. "Kau ingin diberikan kado apa?"

"Apa saja. Tapi melihatmu datang dengan pasanganmu merupakan kado juga bagiku."

"Hehehe aku tak akan datang membawa siapa-siapa. Apa aku boleh absen saja? Untuk kado nya akan tetap aku kirimkan."

Victor mendesah kecewa. "Jangan begitu. Aku mengundangmu secara khusus. Bagaimana bisa kau tidak datang? Ma'af bila perkataanku terdengar seperti pemaksaan. Tapi sedari awal, aku ingin kau menjadi bagian dari hari bersejarah ku, Jennifer."

Ya, kalau soal menjadi bagian dari hari bersejarah sih, tak masalah. Asalkan Jennie yang menjadi pengantin wanitanya. Tapi apa boleh buat? Takdir bukan sesuatu yang bisa Jennie request.

"Akan aku usahakan untuk datang, tapi aku tidak janji. Tiga bulan ke depan, jadwal ku agak sedikit padat. Mungkin aku akan banyak berpergian ke luar kota."

"Kau terdengar sibuk sekali."

"Hm, ya. Ada perusahaan yang harus aku urus, Victor. Aku bukan lagi remaja labil yang bisa berpergian kesana kemari tanpa memiliki beban dan tanggung jawab. Kini ada banyak hal yang aku tanggung dipundak ku."

Victor tampak melirik pundak Jennie. "Tidak ada apa-apa." katanya.

Jennie melengos. "Kau memang tak bisa melihat apapun. Bahkan sesuatu yang sudah jelas pun, kau juga tak lihat. Sudah lah, aku ingin pulang." ucapnya sambil beranjak dari tempat duduknya.

"Apa kau masih tinggal di Victoria Road?"

"No, rumahku sedang di renovasi. Aku tinggal di hotel Claridge's untuk sementara."

Victor mengangguk paham. "Baiklah kalau begitu. Kalau kau ada waktu luang, mari bertemu lagi." mereka pun berpelukan sejenak sebagai tanda salam perpisahan. Kemudian Jennie pergi memanggil Louisa untuk mengajaknya pulang. Setelah mereka benar-benar pergi, Victor baru melihat sesuatu dibawah kursi.

THE ROCKSTAR ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang