21» Horse Race

2.4K 372 179
                                    

Bukannya Jennie mau sombong, tapi ia memang sesukses itu dalam berkarir. Anak perusahaannya tak satu atau dua, toko kosmetiknya sudah menyentuh angka delapan puluh sembilan. Jika soal pendapatan tak usah dipertanyakan. 5,4 Milyar bisa ia hasilkan dalam sebulan. Meski ia terkesan flexing, tapi jawaban yang ia berikan pada Selena adalah sebuah fakta. Sebuah fakta yang keakuratannya bisa menampar setiap orang yang meragukan kemampuannya.

Tapi, walaupun ia sudah sekeren itu, ia masih belum bisa memenangkan hati Selena. Selena masih terpaku pada sosok Rhazelle yang lima tahun ini ia anggap sebagai menantunya. Padahal jika Jennie pikir-pikir, dirinya tak kalah hebat dari Rhazelle. Kalau soal cantik, boleh lah di adu. Soal kekayaan? Ah, Jennie saja sudah tercatat sebagai 10 influencer terkaya satu Eropa. Soal attitude? Hm, peri dan bidadari saja insecure. Soal mencintai? Cintanya pada Victor bahkan lebih besar dibanding cinta Qais untuk Laila.

Lalu, apalagi kekurangannya?

Paling jika ada, kekurangannya terletak pada tinggi saja. Makanya Victor menyebutnya Minnion. Tapi masa iya, Jennie gagal mendapat restu hanya karna tinggi badannya yang 163 cm itu? Itu tinggi juga loh, kalau disandingkan dengan anak-anak.

Lagi pula, yang mini-mini itu 'kan, lucu. Dia enak di peluk, enak dirangkul, enak di apa-apakan. Di angkat juga ringan. Belum lagi pipinya berisi, kalau sedang melihatnya mengunyah menggemaskan sekali.

Masa Selena tidak gemas melihat, Jennie? Victor saja hampir tak berkedip ketika melihatnya.

"Harus ku sogok dengan apa ibumu?"

"Apa yang kau miliki?"

"Semua hal, termasuk dirimu."

Seketika Victor tertawa. "Cukup luangkan waktumu untuknya, dan dia akan melihat sendiri bagaimana ketulusan dirimu."

"Tapi tiga hari ke depan jadwalku padat, Victor. Apa aku tidak akan mendapatkan toleransi dari ayah dan ibumu? Bolehkah aku meminta perpanjangan waktu? Bagaimana jika minggu depan? Minggu depan aku sedikit bebas. Aku yakin bisa menyusun siasat yang bagus untuk mendapatkan restunya dalam waktu sebanyak itu."

"Tidak bisa, mereka sudah terlanjur membeli tiket ke Paris."

"Tak masalah, nanti akan ku belikan tiket yang baru."

Victor menghela napas berat. "Ini bukan masalah tiket, Sayangku." tekannya sembari melirik Jennie yang duduk tenang di dalam mobilnya.

"Lalu apa? Mau ku pinjamkan helikopter ku untuk mengantar mereka?"

"Apa mau kau sogok dengan helikopter? Jika memang kau tak punya waktu, ya sudah, jangan dipaksakan. Ini bukan akhir dari segalanya. Kau masih bisa bertemu dengan mereka tiga bulan lagi. Santai saja, ya?" lirih Victor sembari mengelus kepala Jennie.

Jennie tak menjawab, ia hanya terdiam memandangi jalan raya. Kini Victor sedang mengantarnya pulang ke rumah. Pria itu bilang bahwa orang tuanya akan kembali tiga bulan lagi. Tapi apa Jennie bisa menahan kekhawatiran selama itu? Besok jadwalnya padat, lusa ia lembur, satu hari setelahnya ia juga sibuk menemui para investor. Tapi mungkin, ia bisa mempersingkat pertemuannya dengan para investor itu? Atau ia harus mengganti pertemuannya ke hari lain? Sepertinya ia harus meminta Louisa untuk mengosongkan jadwalnya di hari ketiga.

"Hmmm, aku sedang tak ingin menunggu. Aku akan mengosongkan jadwalku. Tapi jika waktu yang ku habiskan bersamanya tidak membuatnya menyukaiku, apa kau akan menentang ibumu?"

Victor tampak menggenggam jemari Jennie. "Aku bahkan bisa menentang dunia untukmu. Kau jangan terlalu memusingkan ibuku, ya. Dia tidak seperti yang kau kira. Dia ibu yang baik. Hanya saja, ia sedikit sensitif jika menyangkut kekasihku. Jika kau bisa menjadi teman untuknya, aku rasa kau tak memiliki alasan untuk ia benci. Ia hanya orang tua yang senang bila menemukan seseorang yang se-frekuensi dengannya. Tapi nanti jangan malah merubah diri demi menjadi seperti yang ia inginkan, ya? Jadilah Jennie yang aku kenal. Kau mengerti?"

THE ROCKSTAR ✓Where stories live. Discover now