11» Party, Whiskey And a Lady

2.8K 395 131
                                    

Bermimpi lah dalam hidup, jangan hidup dalam mimpi. Itulah kata-kata yang sering Jeovanna tegaskan kepada Jennie. Ia juga pernah bilang, bahwa wanita hebat bukan hanya wanita yang sukses dalam berkarir, melainkan wanita yang mampu merealisasikan mimpi-mimpinya menjadi kenyataan.

Dulu Jennie bermimpi menjadi CEO, dan kemudian ia mampu mewujudkannya. Lalu, Jennie bermimpi menghiasi sampul majalah Forbes, dan ternyata ia juga mampu mewujudkannya. Sekarang Jennie bermimpi ingin mengisi hati Victor. Akankah itu terwujud juga? Jennie cukup ambisius saat ini. Apalagi setelah ia menyuapi Victor makan, memberinya obat demam dan menyelimutinya agar tidak kedinginan.

Kedekatan mereka ini, tampaknya cukup membuat sisi baik Jennie menjadi serakah. Meski sudah berusaha menjaga batasan, namun keadaan seolah membuat mereka semakin dekat di setiap kali mereka bertemu. Bahkan sekarang, mereka tak lagi terlihat seperti seorang penggemar dan seorang idola. Status sosial mereka seakan sudah setara. Victor dengan ketenarannya sebagai world star, dan Jennie dengan kesuksesannya sebagai businesswoman.

"Jane, thanks for treating me well. Aku sudah merasa lebih baik sekarang. Biasanya aku jarang sakit, mungkin karna stress dengan kejadian kemarin, imunitas tubuhku jadi menurun." ujar Victor. Ia sudah terbaring dengan kompresan diatas keningnya.

Jennie pun mengambil kompresan tersebut dan meletakkannya di dalam baskom. "Bibi bilang, kau jarang makan. Ya, tentu saja ujungnya kau sakit. Jika kau ingin sedih, setidaknya kau harus sehat, agar kau punya tenaga untuk menangis."

"Memangnya apa kau tidak tahu? Berlarut-larut dalam kesedihan hanya akan menyiksa dirimu, Victor. Jika dia bisa bahagia tanpamu, harusnya kau juga bisa bahagia tanpanya. Luka yang dia buat jangan malah kau pupuk. Harusnya kau sembuhkan dengan penuh keyakinan. Kemudian buktikan kepadanya bahwa suatu saat nanti, kau akan menjadi penyesalan terbesar yang paling dia rindukan. Masa begitu saja perlu aku ajari, sih? Hadapi dia dengan elegan! Mau sampai kapan kau tenggelam dalam kesedihanmu? Tak akan ada yang berubah di dunia ini, meski semua orang tahu, bahwa kau pihak yang paling tersakiti!"

Victor menyahut. "Memangnya waktu kau di selingkuhi oleh Liam, kau tak sedih? Kau menangis juga 'kan?"

"Aku memang menangis. Tapi hanya untuk dua hari. Di hari ketiganya aku sudah HF, PFF."

"HF, PFF? Apa itu?"

"Having fun, party foya-foya."

Victor terkekeh. "Kau pikir aku akan percaya? Kau pasti berbohong!"

"Tidak, Victor! Sumpah demi kucing ku yang gendut dan lucu, aku tidak berbohong kepadamu! Kau boleh bertanya pada kakakku, apakah aku pernah menangisi Liam saat aku tinggal di LA?"

"Baiklah, akan aku tanyakan jika kami bertemu." jawab Victor cepat. "Tapi jika aku boleh tahu, bagaimana caramu melupakan seseorang yang sudah mengkhianatimu?" tanya nya kemudian.

"Mudah saja. Yang aku lupakan itu hanya kenangan dan perasaanku. Pengkhianatan nya padaku tidak akan pernah ku lupa. Aku harus tetap ingat agar aku tahu bahwa aku pernah terluka karna dia. Dan aku tidak boleh memberinya kesempatan kedua untuk melukaiku. Di hari saat aku tahu dia berselingkuh, aku langsung berpikir begini, jika dia berani mencampakkan ku, aku harus lebih berani untuk mencampakkan dia."

Sepanjang Jennie memberi jawaban, Victor tampak memperhatikannya dengan lekat yang dalam. Ia merasa kagum dengan wanita itu. Ia seperti wanita yang berpegang teguh pada prinsip. Tidak seperti Victor yang menomorsatukan cinta di atas segalanya. Ia pria, tetapi ia lebih lemah dari wanita. Dan itu membuatnya sedikit malu. Seharusnya ia bisa lebih tangguh daripada Jennie. Tetapi ini malah sebaliknya.

"Besok... apa kau sibuk?"

Kening Jennie berkerut heran. "Kenapa tiba-tiba menanyakan itu?"

"You bring a lot of positive energy to me. Aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersamamu." jawab Victor jujur.

THE ROCKSTAR ✓Where stories live. Discover now