[Sudah tersedia dalam bentuk buku @gagasmedia]
Wanda E. Pangestu, meneliti berbagai pesta pernikahan orang asing sebagai referensi novelnya yang sudah harus terbit dalam waktu dekat. Tidak disangka, dari begitu banyak pesta yang diselenggarakan hari...
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Jadi, apa yang ingin kamu pesan?" tanya Selena pada Tony yang tengah duduk tegap di hadapannya. Pria itu terlihat tidak bergeming sama sekali, membuka menu di depannya saja tidak.
Sungguh, entah kenapa Selena selalu terjebak di antara pria-pria yang kaku. Tidak seperti dirinya yang sangat suka bicara. Sangat menyebalkan dan membosankan di saat yang bersamaan.
"Hei," tegur Selena lagi.
Kali ini, Tony memusatkan pandangan pada Selena. "Silakan Anda pesan yang ingin Anda makan. Saya akan menemani Anda."
Selena berdecak. Kedua tangannya yang terlihat indah dengan kuku jari yang dilapisi kutex merah tua hampir saja menggebrak meja di bawahnya. Tidak, ia tidak boleh bertindak emosional seperti ini. Ia harus menjaga emosinya sendiri.
Selena hanya tersenyum tipis kemudian menatap pelayan yang sedari tadi berdiri di samping mereka, menunggu untuk mendata pesanan mereka berdua. "Roasted chicken salad and mineral water for two," putus Selena pada akhirnya.
Ketika mengucapkan pesanannya, Selena menyempatkan diri menatap Tony. Selena ingin tahu reaksi Tony ketika ia ikut memesankan makanan untuknya. Secara tidak langsung memaksa Tony untuk ikut makan bersamanya. Ia yakin, Tony akan memaksa untuk kembali menolak.
Namun, ia malah menemukan reaksi yang tidak diduganya sama sekali.
Ia mendapati Tony membuka kemudian menutup mulutnya beberapa kali sebelum angkat bicara, "Saya pesan yang lain saja kalau begitu."
Sebelah alis Selena yang tergambar rapi, terangkat cukup tinggi. Ia mengangguk pelan, kemudian berbicara kepada pelayan. "Satu saja kalau begitu. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pria itu memiliki pesanannya sendiri," sindir Selena secara tidak langsung.
Tony membuka halaman buku menu di hadapannya secara acak. "Gyudon," katanya, tidak sampai satu menit melihat buku menu.
Selena mengangguk kemudian tersenyum kembali kepada pelayan itu, "Itu pesanannya."
Pelayan itu mengulangi pesanan mereka, mengucapkan kata terima kasih, kemudian berjalan pergi meninggalkan mereka berdua.
"Kenapa pesan gyudon? Gyudon di sini enak?" tanya Selena.
Ia penasaran dengan menu yang dipesan oleh Tony, di luar dugaannya. Selena segera membuka buku menu yang dimintanya untuk ditinggalkan di atas meja. Ia mengamati foto besar gyudon di salah satu halaman. Terlihat menarik memang, tapi tidak warna-warni seperti miliknya.
"Saya tidak makan sayur," jawab Tony. Wajahnya terlihat datar, namun telinganya sangat merah. Ia juga tidak membalas tatapan Selena yang tengah memicing curiga. Matanya melirik ke arah lain, menghindar dari tatapan Selena. Tipikal orang yang tengah malu.