dua belas

59.8K 5.3K 124
                                    

Wanda menatap Bryant dalam diam, mengamati struktur wajah Bryant lebih teliti. Wanda melepas handuk pada kening Bryant kemudian mengecup pipinya sekilas. Tidak lupa juga mengelus pipi Bryant yang masih lumayan hangat.

Wanda mendadak canggung ketika pandangannya terhenti pada bibir Bryant yang tampak pucat. Wanda menurunkan tangannya lalu mengelus bibir Bryant lembut sebelum mendekatkan bibirnya untuk mengecup suaminya. Hal tadi tidak termasuk tindak kriminalitas, bukan? Karena mereka suami-istri, meskipun Bryant tidak sadar.

Wanda tersenyum kecil sebelum kembali mengecup pipi Bryant. Bisakah ia seterbuka ini ketika Bryant sadar?

Wanda mengedipkan kedua matanya kuat sambil memukul pipinya. Ia harus mengembalikan kesadaran dirinya. Sekarang sudah saatnya ia turun untuk menyiapkan bubur bagi Bryant sebelum bisa minum obat. Wanda mencoba melepas pelukan Bryant namun terlalu erat.

Wanda memutuskan untuk kembali ke dalam pelukan Bryant dan mengangkat tangannya ragu-ragu untuk membalas pelukan Bryant. Wanda mengeratkan pelukannya sambil mencoba mendekatkan dirinya pada Bryant. Jika ada kesempatan, mungkin harus dimanfaatkannya dengan baik.

Wanda menempelkan kepalanya pada dada Bryant, mencoba merasakan detak jantungnya sendiri. Berdebar cukup tenang. Kapan jantung ini bisa berdetak cepat karenanya? Tidak butuh waktu lama bagi Wanda untuk jatuh tertidur karena pelukan hangat Bryant. Pelukan pertama mereka saat tidur. Cinta lebih mudah tersalurkan jika mereka berdua tidak sadar, karena cinta adalah perasaan bukan logika.

***

Tengah malamnya, Wanda terbangun karena panas. Ia segera melepas pelukan Bryant untuk mengecek panas tubuh pria itu. Suhu badan Bryant lebih panas dari sebelumnya sehingga Wanda turun dari kasur untuk kembali mengompres Bryant. Setelah beberapa lama menunggui Bryant, Wanda bergegas memasak bubur dan menelepon Tony.

"Malam, Tony," sapa Wanda sebelum masuk pada inti pembicaraannya. "Maaf mengganggu."

"Malam, tidak apa-apa. Ada yang bisa saya bantu?"

"Apa Anda tahu obat demam yang biasa Bryant konsumsi? Bryant demam," jelas Wanda sambil mengaduk bubur dengan tekun.

"Demam? Bapak Bryant belum pernah demam selama saya menjadi sekretarisnya. Bagaimana jika saya panggilkan dokter ke rumah?" tawar Tony cepat.

"Tentu, terima kasih. Saya juga akan menghubungi orangtua Bryant," kata Wanda cepat. Ia mengecilkan api kompor sambil berlari cepat kembali ke lantai atas ke dalam kamar mereka untuk meraih ponsel Bryant. Sialnya, ponsel Bryant terkunci!

Wanda segera mencari cara, namun pada akhirnya ia sadar. Ia hanya perlu menempelkan jari tangan Bryant pada ponsel. Astaga! Setelah berhasil membuka ponsel Bryant, Wanda kembali berlari turun sambil mencari nomor ponsel Lina.

Tidak sulit menemukan nomor ponsel Lina karena Bryant menyimpannya dengan nama Mom. Wanda menghubungi Lina melalui ponsel Bryant dan sangat cepat dijawab, terlalu cepat malah.

"Putraku. Akhirnya kamu telepon. Bagaimana kabarmu? Apakah Wanda sudah hamil sehingga kamu telepon malam-malam seperti ini? Apa Wanda mual? Atau ngidam?" tebak Lina panjang lebar, membuat Wanda kesulitan menyelanya. "Mom harap kali ini cucu mom perempuan. Mom sudah lelah mengurus tingkah para lelaki."

"Tante," sela Wanda. Ia tersenyum kaku meskipun Lina tidak bisa melihatnya. "Ini saya Wanda."

"Hai, Sayang. Mana Bryant? Bryant yang sakit? Apa Bryant muntah-muntah? Dulu saat Mom hamil Bryant, Dad yang mual dan ngidam," jelas Lina panjang lebar, masih di dalam imajinasinya sendiri.

"Sayangnya bukan, Tan—"

Kalimat Wanda disela Lina begitu saja. "Kenapa masih panggil tante? Mom sudah jadi ibu mertuamu, panggil mom juga seperti Bryant."

Weddings' SmugglerWhere stories live. Discover now