sembilan belas

55.2K 4.8K 111
                                    

Lamarannya gagal. Benar-benar gagal.

Cincin yang dibeli untuk Wanda hanya teronggok rapi di dalam laci meja kerja mereka bagian paling dalam. Tidak ada keberanian yang begitu besar untuk mengeluarkannya dari sana. Wanda masih sama seperti dua minggu lalu. Terlihat baik-baik saja, terlalu baik malah sehingga anehnya malah terlihat tidak baik-baik saja bagi Bryant.

Berkali-kali Bryant memberanikan diri mengajak Wanda untuk keluar kencan agar ia bisa mencoba melamar Wanda lagi, tapi selalu saja ditolak dengan alasan harus menyelesaikan naskah sesegera mungkin. Menjadi seorang penulis benar-benar sibuk ternyata. Wanda selalu menghabiskan waktu di depan laptop dan buku tebal lusuh miliknya. Menarikan kesepuluh jari di atas keyboard. Ataupun dari pagi sekali hingga sore pergi untuk rapat di kantor penerbit. Belum lagi, Wanda meminta ijin untuk keluar mencari ide.

Kenapa tidak mencari ide di rumah? Atau sekedar bertanya kepadanya? Mungkin saja Bryant bisa membantu.

Pengalaman percintaannya yang minim membuat Bryant menanyakan diamnya Wanda pada ibunya. Dan yang didapatkannya adalah omelan panjang dari ibunya yang mengatakan bahwa ia tidak peka dan telah membuat Wanda marah. Dari jumlah hari yang ia beritahukan kepada ibunya, Lina menyimpulkan bahwa taraf kemarahan Wanda sudah cukup tinggi.

Aneh.

Bukannya kata Wanda dirinya tidak marah? Tapi kenapa ibunya berkata bahwa Wanda marah? Bryant coba memikirkan segalanya lebih teliti lagi. Ia mengeluarkan semua ingatannya untuk dianalisis kembali.

Jarak yang sebelumnya sudah dekat mendadak merenggang kembali seperti awal pertemuan mereka. Bahkan, jika dipikir lebih lanjut, awal pertemuan mereka masih lebih baik dari ini.

Saat ini, Wanda selalu menghindari pelukannya, apalagi ciuman dan malam bersama mereka. Tidak usah dipikir seribet itu, dari pembicaraan mereka yang biasanya sebenarnya juga sudah terasa. Wanda selalu menjawab perkataannya singkat, lalu menghindari setiap kata romantisnya.

Positif sudah dugaan ibunya. Wanda marah.

Tapi bukankah seharusnya Wanda jujur? Agar mereka dapat memperbaiki hubungan mereka dengan cepat. Mungkin harus dimulai dari dirinya, karena ia yang sudah menyebabkan kemarahan Wanda. Bryant memanggil Tony, "Tolong singgah di toko bunga."

Bryant tidak boleh mengikuti keterdiaman Wanda lagi, ia harus memperbaiki hubungan mereka. Akuisisi harus berjalan lancar. Anggap saja Wanda adalah klien yang sangat sulit untuk dibujuk rayu dengan proposal normal. Iya, anggap saja begitu. Wanda adalah klien terpenting dan paling killer. Klien yang menjamin masa depannya. Klien yang memegang peranan paling penting dalam hati dan hidupnya.

"Sudah sampai. Saya akan tunggu di sini," kata Tony sambil mengerem pelan mobil tepat di depan pintu toko bunga.

Bryant masuk ke dalam toko bunga untuk mendapatkan bunga yang bisa mewakili perasaannya, setelah itu keluar dengan bahu yang cukup ringan karena menerima pujian dari pegawai. Pegawai itu mengatakan bahwa Bryant pria yang amat romantis sehingga ingin mengungkapkan maaf dan cinta menggunakan bunga. Pegawai itu juga menjamin bahwa Wanda akan memaafkannya dalam sekejap mata.

Oke.

***

Bryant mengelilingi seluruh sudut rumah dengan buket bunga dalam genggaman. Saking antusiasnya, ia bahkan tidak melepas jas yang masih membungkus rapi tubuhnya kecuali tas kerja yang ia letakkan di atas sofa. Tidak ada Wanda di mana-mana. Kamar, dapur, bahkan toilet juga tidak ada. Di mana Wanda?

Bryant mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Wanda, mungkin saja Wanda sedang keluar untuk jalan-jalan atau bekerja. Tiga panggilannya tidak dijawab, selalu dikatakan bahwa nomor Wanda sedang sibuk. Paling tidak, panggilannya tidak ditolak.

Weddings' SmugglerWhere stories live. Discover now