delapan

68.2K 5.6K 194
                                    

"Mana Bryant?"

Pintu terbuka seiring dengan suara kencang wanita memasuki pendengaran Tony. Tony mengangkat pandangannya dari layar monitor dan mendapati Selena berdiri di hadapannya sambil bertopang kaki. "Pak Bryant? Tidak datang sejak tiga hari yang lalu."

"Si Bodoh itu benar-benar sudah menikah?" tanya Selena dengan sebelah alis terangkat tinggi. Ia menatap Tony, meminta jawaban. Melihat bungkamnya Tony, Selena dapat menyimpulkannya sendiri, "Baguslah jika dia sudah benar-benar menikah."

"Jika si Bodoh yang Anda maksud adalah Pak Bryant, maka benar. Pak Bryant sudah resmi menikah dengan Ibu Wanda," jawab Tony jujur.

"Bagus." Selena menatap Tony dengan senyum riang yang terlihat alami, tidak terlihat seperti senyum yang dipaksa karena patah hati saat seorang pria yang harusnya menikah dengannya malah menikah dengan wanita lain.

"Anda tidak masalah?" tanya Tony. Ia berdiri dari kursinya lalu membimbing Selena untuk duduk di sofa di seberang meja kerja.

"Untuk apa?" Selena mendengus lalu duduk sambil menatap Tony dengan pandangan menyelidik, seolah-olah bertanya apa maksud dari pertanyaan Tony tadi. Apakah dirinya terlihat apa-apa? Tidak terlihat bahagia?

Jujur saja, dirinya bahagia sekali saat ini. Keputusannya untuk pergi dari pernikahannya dan Bryant benar-benar tepat. Bryant adalah pria yang terlalu penuh akan dirinya sendiri, tidak cocok sama sekali dengan Selena. Dan yang paling penting, mereka tidak saling mencintai dan tidak akan pernah saling mencintai.

"Karena seharusnya Anda yang menikah dengan Pak Bryant," jawab Tony. Ia memandang Selena, mencoba mencari reaksi yang menunjukkan kekecewaan. Namun, nyatanya tidak ada sama sekali. Hanya ada raut kebebasan di wajah Selena.

"Dia tidak pernah ada di hatiku, jika kau mau tahu," kata Selena sambil menatap Tony dengan pandangan yang sulit diartikan. Setelah itu ia bangkit berdiri sambil membawa tas tangannya keluar dari ruangan Tony, membiarkan satu teka-teki berkecamuk dalam pikiran Tony.

Tony berpikir cukup lama, menganalisis tatapan Selena yang baru saja ia lihat tadi kemudian segera berdiri. Tidak butuh waktu lama bagi dirinya untuk meraih pergelangan tangan Selena yang masih berada begitu dekat dengannya.

Ditariknya pergelangan tangan Selena, mencegahnya untuk pergi. "Nona Selena."

Selena tidak membalikkan badannya sama sekali. Ia masih berdiri menghadap pintu dengan tangan kirinya yang digenggam oleh Tony, tidak erat namun terasa begitu posesif.

"Apa Anda menyukai saya?" tanya Tony.

Pertanyaan itu menimbulkan sensasi dingin dan hangat yang bersamaan menjalar di tubuh mereka berdua. Perasaan asing namun terasa nyata dan memang harus ada di sana untuk mereka rasakan. Apakah ini adalah perasaan yang baru mereka rasakan? Atau perasaan yang sudah lama ada namun berusaha mereka redam?

***

"Kita akan datang ke pesta pernikahan ini, kan?" tanya Wanda sambil menunjukkan kartu undangan yang ada dalam genggamannya. Ia benar-benar buntu, sehingga butuh ide untuk melanjutkan ceritanya dan kebetulan hal yang berkemungkinan menjadi sumber idenya datang begitu saja.

"Bukankah itu sudah pasti dalam perjanjian kita berdua?" Bryant malah balas bertanya kepada Wanda. "Aku tidak bisa berkata tidak, bukan?"

"Tentu, kalau begitu, jemput aku di rumah? Atau kita bertemu di hotel tempat pernikahan ini dilaksanakan?" tanya Wanda, ia sibuk menatap pemandangan di luar melalui balkon, mencoba menyegarkan pikirannya yang terasa penat.

"Bertemu di hotel lalu membiarkan berita tentang kita berdua kembali naik ke permukaan? Kemudian kemungkinan kita berdua untuk berpisah akan menjadi semakin lama?" tanya Bryant. Ia menatap Wanda dari posisi duduknya saat ini. "Sebegitu tidak ingin berpisah denganku?"

Weddings' SmugglerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang