xxxviii. get together

71 2 0
                                    

Zania muncul di lobi SunBook tepat ketika sebuah klakson berbunyi nyaring di jalan depan gedung. Perempuan yang mengenakan dress setumit berwarna baby pink itu refleks melambaikan tangan dan mengulas senyum tipis.

Dengan gerakan gesit, dia langsung masuk ke bangku samping pengemudi mobil tersebut. Meletakkan sling bag-nya di pangkuan dan memasang seatbealt.

"Urusannya udah kelar?" Sambil mulai menjalankan kemudi, Aksa mengeluarkan sebuah pertanyaan, yang sebetulnya sekadar mengusir rasa canggung.

"Hmm. Selesai lebih cepet ternyata."

"Lo keren banget, Zi. Selamat, ya? Kata Alina, bukunya laku keras."

"Hahaha, standar, kok, Sa. Si Alina aja yang terlalu over."

Meski Zania mengucapkan kalimat itu, tidak bisa dipungkiri hatinya begitu penuh. Tidak pernah dia bayangkan bahwa novel pertamanya mendapat atensi sebesar ini. Terhitung sudah seminggu ini semenjak masa pre-order novelnya dibuka. Dan terhitung sudah lebih dari seribu eksampelar yang terjual. Mungkin sebagian orang, jumlah itu tergolong kecil. Tapi tidak bagi penulis pemula seperti Zania.

"Oh, iya ... kita makan siangnya di deket sekolah mau, nggak?"

"Boleh. Udah lama nggak makan di sana. Ayam geprek Mang Nunung, 'kan?"

"Yap."

Saat pagi tadi, Zania memang mendapat pesan ajakan makan siang dari Aksa. Yang tentu saja langsung dia iakan. Zania tidak punya alasan untuk menolak. Apalagi semenjak pemuda itu mendeklarasikan bahwa dia ingin mengembalikan hubungannya dengan Zania seperti semula. Yang dalam artian, murni sebagai teman dekat. Yang tidak adanya unsur lain di dalamnya.

Perjalanan dari SunBook menuju kedai ayam geprek dekat SMA mereka dulu lumayan memakan waktu. Jika ditempuh di waktu biasa saja bisa memakan sekitar sepuluh menit, maka di jam macet makan siang seperti ini keduanya harus bersabar terjebak sekitar setengah jam di jalan.

Beruntung sepanjang perjalanan, keduanya mengobrol tanpa henti. Membicarakan banyak hal. Zania sedikit takjub bahwa ternyata mereka bisa seperti sedia kala. Padahal pasca Aksa mengungkapkan perasaan padanya, Zania tidak berharap banyak lagi dengan pertemanan mereka. Hebatnya, pemuda itu bisa mengembalikan keadaan apa yang sudah seharusnya.

Akhirnya setelah melawan kemacetan, sampailah mereka di kedai ayam geprek. Kedai Mang Nunung itu adalah tempat makan favorit mereka waktu sekolah dulu. Dan di jam siang ini, tempat tersebut cukup ramai. Dipenuhi oleh siswa berseragam abu-abu yang Zania sudah bisa tebak mereka kabur dari penjagaan satpam di pintu gerbang.

Semasa sekolah dulu, Zania juga pernah melakukannya. Dia, Arin dan Alina mengatakan pada satpam sekolah bahwa mereka harus keluar sekolah untuk fotocopy. Namun kenyataannya, ketiganya melipir ke kedai ayam geprek. Mengingat hal itu, Zania tidak bisa tidak tersenyum.

Setelah memesan dua porsi ayam geprek dengan level standar, serta dua es teh, Zania dan Aksa duduk di bangku yang masih kosong. Aroma ayam goreng menyeruak sesaat ayam tepung itu dicemplungkan ke dalam minyak panas.

"So ... how's your life, Sa?" Pertanyaan bernada tulus itu menjadi pembuka obrolan keduanya sesaat dua porsi ayam geprek berikut minumnya telah tersaji di depan.

Aksa yang mendapat pertanyaan itu sekilas mengirim sebuah senyum kecil. "After ditolak lo maksudnya, ya?" Meski diucapkan dengan nada santai serta diselipi jejak jenaka, tetap saja Zania sempat merasa tidak enak melontarkan pertanyaan barusan. Sungguh, dia tidak bermaksud seperti itu. Dia betulan ingin menanyakan kehidupan Aksa pasca hubungan keduanya yang merenggang.

Beruntung, Aksa melanjutkan kalimatnya, "Hahaha, bercanda. Santai aja, Zi. Nggak usah tegang itu muka."

"Nggak, kok," kilah Zania, berkebalikan dengan batinnya.

Mistake Our Ineffable [Completed]Where stories live. Discover now