e p i l o g u e

354 6 0
                                    

dan Adam turun di hutan-hutan
mengabur dalam dongengan
dan kita tiba-tiba di sini
tengadah ke langit, kosong sepi

1968.

Zania melengkungkan senyum tipis sehabis dia membaca bait-bait puisi tersebut. Buku puisi berjudul Hujan Bulan Juni itu dia tutup setelah dirasanya, dia sudah cukup untuk membiarkan hatinya larut akan kenangan.

Perempuan tersebut kini menengadahkan pandangannya pada luar jendela. Pada bingkai yang menampilkan pohon-pohon yang tampak berkejaran. Setelah pertimbangan panjang, akhirnya Zania memberanikan diri mengambil keputusan untuk hijrah ke Kota Pelajar. Kota yang sedari dulu ingin dia jadikan sebagai tempat mengemban ilmu. Dan akhirnya, hal tersebut akhirnya terwujud juga.

Meskipun jauh di lubuk hatinya, Zania merasa berat meninggalkan Jakarta dan segala yang ada di dalamnya, tapi ini adalah kesempatan untuknya. Kesempatan untuk setidaknya mewujudkan salah satu mimpinya—yakni kuliah di Jogja—meski bukan di jurusan yang diinginkan. Kesempatan untuk merasakan menjadi anak rantau dan mencoba untuk mandiri. Kesempatan untuk meninggalkan segala hal yang menyakitkan di Jakarta. Ditawari sekali, Zania tidak akan menyia-nyiakannya, meski pada awalnya tetap harus bergelung dengan batin sendiri.

Zania sudah pamit. Pada keluarga. Pada sahabat-sahabatnya. Teman-teman SMA dan kuliah yang masih aktif berinteraksi. Pada orang-orang penerbit SunBook juga, Zania sudah pamit.

Namun, ada satu sosok yang Zania tidak berani pamit padanya. Sosok yang bertahun-tahun ini masih bertahta di hatinya itu, mungkin tidak tahu bahwa sekarang Zania tengah ingkah dari Jakarta.

"Nggak apa. Dia akan segera tau." Begitu batin Zania yang secara otomatis menjawab kegamangannya.

Rasanya, jauh lebih sakit ketika Zania harus pergi di saat dia belum menyelesaikan apapun di antara mereka. Tapi ketika mengingat ucapan Arin kemarin, ketika mereka berkumpul di kamar Zania, perempuan itu refleks menggigit bibir ketika menyadari dadanya kembali sesak.

"Zi, dia nolak jawab aja itu udah closure lho. Jangan denial. Lo pantes dapetin seseorang yang jauh lebih baik dari dia."

"Dan lo pasti udah tau sendiri nggak, sih? Kalau cowok yang beneran suka sama kita tuh, nggak akan pernah bikin kita bingung. Ngeliat gimana Kak Auriga ke lo tuh, udah bisa ditarik kesimpulannya apa."

"Apa?" Zania bertanya kala itu

"Dia bikin lo bingung. Artinya, bukan lo yang dia mau."

Menyadari bahwa harus Arin yang mengatakan itu padanya, membuat Zania sakit hati sekali. Kenapa bukan Auriga langsung? Kenapa pemuda itu harus membuatnya bingung dan tidak langsung saja bilang bahwa dia tidak menginginkan Zania. Bahwa orangnya, bukan Zania.

Tapi atas semua yang sudah terjadi, Zania sedang berusaha untuk ikhlas. Dan kepergiannya ke Jogja, adalah salah satu pelariannya agar dia bisa melupakan pemuda itu.

Ting!

Satu notifikasi itu sukses membuat Zania segera memeriksa ponsel. Tahu sekali bahwa Arin yang menghubunginya. Pesan yang sudah sejak tadi dia tunggu.

Perempuan itu tersenyum ketika menatap pesan dari Arin.

Arin
Hadiahnya udah nyampe ke doi.
Dia sempet nanya lo ke mana, tapi gue cuma bilang, nanti lo bakalan tau.


Titipan Zania sudah sampai.

Dia kemudian menatap kembali buku puisi di pangkuannya. Satu-satunya kenangan yang dia bawa dari Jakarta, adalah buku karya Sapardi itu. Hadiah wisuda dari Auriga satu bulan yang lalu.

Dan bait yang selalu menjadi favoritnya adalah, yang diberi judul Jarak. Sebuah gambaran yang mendeskripsikan hubungannya dengan Auriga sekarang.

"Aku harap, kamu selalu dikelilingi hal-hal yang bikin senang ya, Ga. Semoga lebih banyak lagi orang-orang baik yang hadir di sekitar kamu."

Ucapan itu Zania utarakan untuk Auriga. Yang entah sampai kapan pun, tidak akan didengar pemuda itu. Sebab jarak semakin membentang di antara keduanya.




___________











a/n:

untuk terakhir kalinya, tolong kasih komentar wdyt about Mistake Our Innefable? ><

btw nih, mungkin.. mungkin aja nih cerita akan jadi trilogi. alias masih akan berlanjut hehe

tapi ini masih kemungkinan, kalau aku ga mager hehehehe

Mistake Our Ineffable [Completed]Where stories live. Discover now