7. Terlalu Cepat

141 32 53
                                    

Jakarta 08.30 WIB

Glen duduk di tengah sofa ruang tamu keluarganya yang cukup luas di rumah megah yang dari luar hanya kelihatan pagar besi besar tak menarik itu. Rumah ini sudah ditempatinya sejak SD kelas 5, di mana seluruh anggota keluarganya pindah ke Jakarta, sebab opanya membutuhkan bantuan papanya untuk mengurus perusahaan rokok yang semakin besar itu.

Sebenarnya yang paling kaya dari semua ini bukanlah papa Glen, melainkan opanya. Tidak hanya pabrik rokok, Hexagon yang sudah dirintis buyutnya sejak jaman penjajahan Jepang itu, di tangan opa nya bisa melebarkan sayap ke bisnis kuliner hingga perhotelan. Tentulah semua anak cucunya dikerahkan, sebab kata opa buat apa dia kerja keras kalau bukan untuk anak-cucu. Tapi karena keluarga mereka sudah empat generasi, maka tak jarang terjadi persaingan di antaranya. Hal ini juga yang membuat keluarga Glen, Klan Suwignyo yang merupakan penerus utama, lebih mementingkan anak-anaknya untuk bekerja dibanding memikirkan menikah dan keturunan.

Kembali ke anak muda beruasia 27 tahun yang sedang duduk di sofa besar. Tadinya dia santai, namun tidak ketika kakak pertamanya datang tergesa-gesa dengan tampang agak marah setelah mama mereka menginstruksikan semua agar berkumpul di rumah dan tak bekerja hari ini.

Pembicaraan sudah diawali oleh papa, bahwa Glen dimintai pertanggungjawaban oleh ayah Chalize, setelah kedapatan tidak berpakaian pantas dan terlalu pagi di apartemen anak mereka.

Glen sudah bilang kalau dia hanya numpang mandi dan mengantar sarapan, tapi kedua orang tuanya berpikir terlalu jauh seperti papa Chalize.

"Kalau Glen mau nikah, silakan aja, cece nggak mau nikah dulu, belum sreg juga sama Albert" Ujar gadis berwajah oriental tegas dengan kacamata itu. Gwen Rexatama Suwignyo, 32 tahun, sudah berpacaran 7 tahun sejak kuliah di UK dan hubungan mereka begitu-begitu saja, manager pemasaran Rokok Hexagon, sekaligus bos Glen di kantor itu.

"Koko bahkan nggak mikir mau nikah apa enggak, Glen, ya udah sih, toh Chalize juga baik anaknya, nggak rese!" Lain lagi dengan Given Andratama Suwignyo, putra kedua, 30 tahun, yang menanggapinya dengan santai, bahkan finance manager itu lebih suka berkantor di rumah dengan bathrobe versace nya seperti sekarang daripada seperti Gwen yang harus bangun pagi dan berdandan serius untuk ke gedung perkantoran mereka.

"Ya udah sih ya udah sih! Papa nggak masalah kamu nikah sama Chalize, atau ngelangkahin kakak-kakak kamu, tapi agak mikir juga donk, masak iya kamu kepergok indehoy di apartemen gitu, pinteran dikit kenapa sih Glen, kamu emang bukan lulusan luar negri, tapi paling nggak lulusan top tier!" Ujar ayahnya yang masih memakai piama sambil menyenderkan bahu dengan kesal ke sofa kulit itu.

"Glen nggak indehoy, pah, Cuma numpang mandi!" Ujar Glen frustrasi.

"Ya, apa bedanya sih? Kalau udah numpang mandi berarti kamu udah ngapa-ngapain donk!" Ujar ibu paruh baya namun rambutnya masih ombre nuansa hijau itu. Ramona Suwignyo, bahkan Chalize minder padanya. Wajahnya judes dan hobinya berolahraga, pekerjaannya setiap hari adalah jogging selain mengurus rumah tangga. Dialah aktor utama mengapa Glen berkuliah di Semarang. Sebab Mona sangat menyukai Kudus, kampung halamannya. Dia jadi punya alasan untuk pulang ke Kudus yang katanya menjenguk Glen. Tentu saja tidak, dia akan asyik dengan dunianya sendiri, marathon lah, sepedaan lah, ikut Triathlon lah, arisan sama teman-temannya lah apapun yang membuatnya senang dan memecahkan rekor.

"Huff ya udah lah kalau nggak ada yang percaya, terus nanti jam 10 gimana?" Tukas Glen sudah bingung mau bagaimana lagi menghadapi tuduhan keluarganya.

"Kita lamar Chalize" Ujar ayahnya, Glen yang manyun pun langsung sumpringah.

Ya dituduh tipis-tipis ga masalah sih, yang penting tercapai keinginannya.

"Emang ya, orang yang kerjaannya nggak banyak tu yang dipikir cuma kowan kawin kowan kawin!" Gwen menyilangkan tangannya dan menatap sinis ke arah Glen.

Thank God, It's YouDonde viven las historias. Descúbrelo ahora