22. Rintangan

104 26 23
                                    

"Oh, jadi kamu blokir Chalize? Apa nggak sebaiknya diomongin dulu, kalian lagi LDR lho, komunikasi bakalan susah" Wafa berbicara dengan sabar di sambungan telepon, sambil menunggu Yudha memesan makanan untuk mereka.

Sore sepulang kerja, mereka janjian di sebuah café yang tak jauh dari tempat kerja berdua. Hujan turun dengan deras. Membuat mereka bisa berlama-lama di sini.

Wafa mendengarkan curhatan Glen dengan saksama, sudah dua minggu sejak pertunangan Maera. Dae tidak mengizinkan Chalize untuk mengambil alih tugasnya di CV Jatiwara, jadi gadis itu tetap harus berada di Solo, mengelola usahanya dan sedang putus asa sebab Glen benar-benar memutuskan kontak di antara keduanya.

Wafa tersenyum ketika Yudha kembali ke hadapannya dan menunjukkan gesture agar gadis itu menunggu.

"Ya, kalau menurutku sih harus ada yang ngalah, nggak bisa kalian diem-dieman selama itu" Ujar Wafa sementara Glen malah memberondongnya dengan semua kesalahan yang Chalize ciptakan selama hubungan mereka sampai telinga Wafa pekak mendengarnya.

"Iya, aku tahu, mending kamu kasih tahu semua itu ke Chalize, sekarang kamu coba tenangin diri dulu, jangan gegabah dan jangan buat keputusan kalau masih di puncak emosi"

Wafa tersenyum lagi kepada gadis di depannya.

"Iya aku lagi sama Yudha, .... Iya nanti aku salamin, oke"

Wafa menghela nafas kemudian menyeruput kopinya.

"Siapa? Glen ya?" Tanya Yudha

Wafa meneguk kopi hitam itu, diam sejenak sebelum menjawab.

"Mereka putus ternyata"

Yudha tak menunjukkan reaksi berlebihan, demikian juga dengan Yudha, mengingat bagaimana tabiat dan adat perilaku keduanya.

"putus apa marahan?" Tanya Yudha lagi, membuat Wafa terkekeh.

"Bilangnya sih putus, tapi tiap hari diomongin melulu, apa donk namanya?"

Yudha terkekeh sambil mencongkel cakenya

"Marahan berarti"

Jawabnya di sela-sela tawa, kemudian dialihkannya pandangan ke luar kaca café, hujan semakin deras membasahi Kota Solo, sore ini.

"Murid kamu datang jam berapa?" Tanya Yudha, sebab sebenarnya dia hanya menemani Yudha yang menunggu murid les nya datang.

Karena jarak rumah anak SMP itu jauh, mereka sepakat untuk les di café saja, seminggu dua kali. Yudha menerimanya, sebab dulu anak itu bekas muridnya sewaktu SD, jadi segala urusan bisa lancar. Kalau soal belajar materi-materi SMP sih Yudha bisa-bisa saja. Lagi pula Jane, nama anak itu, hanya butuh ditemani belajar dan dikonfirmasi, dia anak yang cerdas.

"Ngapain sih kamu ngelesin segala? Setiba-tiba ini?"

"Dulu sebenernya aku juga ngelesin, tapi gara-gara pacaran sama kamu tuh, jadi aku lepas semuanya!"

"Hahahhaa habisnya sibuk banget, lagian kamu bilang gapapa kan? Terus sekarang kenapa ngelesin lagi? Bikin waktu kamu ke aku tersita!"

"Hahahhaha cuman seminggu dua kali kan? Lagian kamu juga sibuk kadang-kadang, lagian aku butuh uang tambahan, soalnya Gading kan bakalan butuh banyak uang menjelang kelulusan begini"

Wafa hanya mengangguk, dia sebenarnya bisa membantu, tapi dia tak mau lancang untuk mencampuri semua urusan Yudha.

Jadi dia membantu Yudha dengan cara menjadi lebih pengertian dan menemaninya seperti saat ini.

"Nanti aku tunggu atau dijemput saja?" Tanya Wafa sambil melihat jam tangannya.

"Aku pulang sendiri aja, daripada nggak efisien, bukannya kamu mau futsal ya?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Thank God, It's YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang