Bab 9

38 7 3
                                    

Perundingan dengan Raja Avinas memakan waktu nyaris empat jam. Cecilia bahkan tidak percaya sampai dia melihat sendiri pergerakan jarum jam yang kini telah menunjukkan pukul tujuh malam.

Perundingan tersebut lebih banyak diisi perdebatan antara peri dan pihak kerajaan, di mana kedua pihak saling melayangkan syarat yang sulit disetujui oleh pihak satu sama lain. Entah itu Shadrick yang enggan menerima penyihir, ataupun pihak Ellesvore yang memprotes banyak hal, di antaranya mengenai keberlanjutan kerja sama dengan Ramala Veliqar yang tidak jelas, keselamatan Putri Naterliva, serta upaya keras untuk mengirim penyihir agar turut pergi bersama Cecilia dan Connor.

Ketika mereka akhirnya selesai, tidak ada yang punya tenaga untuk bicara lagi. Bahkan dalam kesempatan langka ini, Marcus tertidur di tengah perjalanan pulang ke rumah.

"Menurutmu kita harus beri tahu Dion?" tanya Connor. Tubuhnya bersandar tanpa tenaga pada kursi kereta kuda.

Cecilia menggeleng kecil, sama lelahnya dengan sang kakak. "Papa bilang sebaiknya kita tidak mengganggu konsentrasi Dion. Lagi pula, kalau semuanya sesuai rencana, kita sudah pulang paling lambat bulan depan. Dion tidak perlu tahu apa pun."

Connor menghela napas. "Kalau kau yang bilang begitu, maka baiklah."

Kepulangan mereka disambut dengan kehangatan rumah dan aroma lezat. Marcus dan Connor sama-sama naik ke lantai atas untuk beristirahat sementara Cecilia berjalan ke dapur, mencari kudapan sebelum makan malam. Para pelayan sibuk dengan kegiatan masing-masing; mengaduk sup seraya memasukkan beberapa potong wortel, membersihkan meja yang dipenuhi sisa sayuran, menunggui makanan yang sedang dipanggang, mengupas buah sebagai pencuci mulut. Cecilia mengambil sebutir plum dan beranjak ke atas.

Niat Cecilia untuk memasuki kamarnya pupus sewaktu melihat pintu ruang kerja Papa sedikit terbuka. Biasanya dia tidak ingin mengganggu sang ayah, tetapi dia mencoba mengendap ke sana. Dipenuhi kehati-hatian, Cecilia melirik ke dalam pintu melalui celah yang cukup lebar.

Sang ayah tidak sedang memeriksa dokumen atau sebagainya. Justru dia membaca, yang mana merupakan salah satu aktivitas di waktu senggang yang kerap dia lakukan selain berkuda.

"Tidak sopan bila seorang perempuan mengintip seperti itu," tegur Papa.

Tidak tahu harus berbuat apa, Cecilia bersembunyi di belakang pintu. Dia merendahkan suaranya, "Tapi aku Connor."

"Aku mendengar Connor dan Marcus bicara sebelum memasuki kamar mereka masing-masing, kurang lebih semenit sebelum kau datang." Terdengar suara buku yang ditutup. "Masuklah, Cecil."

Cecilia masuk tanpa bisa menahan senyum malunya. "Papa mau plum?"

Papa menggeleng. "Bagaimana pertemuan dengan Raja Avinas?"

"Titik tengah sudah ditemukan walau prosesnya tidak mudah. Raja Avinas akan memberikan keputusan akhir paling lambat besok malam. Para peri mengizinkan penyihir ikut serta, tetapi dengan jumlah terbatas. Sementara untuk waktu, kami mendapatkan satu bulan maksimal. Setelahnya aku dan Connor harus segera dipulangkan."

Papa mengangguk, kelihatan cukup puas dengan hasil sejauh ini. "Kau harus pastikan kakakmu dibebaskan," tegasnya. "Tidak ada lagi bepergian ke tempat asing seperti itu."

Cecilia mengangguk setuju. "Akan kupastikan ini menjadi kali pertama dan terakhir kami pergi ke sana."

"Sebenarnya, aku berniat untuk ikut pergi," Papa mengakui, membuat Cecilia sedikit terperangah. "Lalu aku ingat adikmu ada di sini sendirian, tidak tahu-menahu soal apa yang terjadi. Sebaiknya aku tetap di Ellesvore kalau-kalau dia sampai mendengar rumor soal kepergian kalian."

Hanya dengan membayangkan kemungkinan tersebut saja sudah membuat Cecilia merasa bersalah kepada sang adik. "Pastinya Raja Avinas dan jajaran pemerintahan bisa menjaga rahasia."

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now