Bab 27

35 8 0
                                    

Cecilia tidak tahu kapan kakaknya pulang. Yang jelas begitu tiba di dalam kamarnya, Connor telah menunggu di sana. Sang kakak yang sebelumnya sedang membaca segera berdiri dari tempat duduknya. "Bagaimana makan malam tadi?"

Cecilia bergerak ke depan meja rias untuk melepas pita rambutnya. "Lancar-lancar saja."

Dari cermin, terlihat Connor menaikkan salah satu alis, mempertanyakan kejujuran sang adik. Pada akhirnya Cecilia mengerang, tidak bisa menutupi kecemasannya terlalu lama. Sambil berkutat dengan rambut yang kusut, dirinya menceritakan segala sesuatu, terutama mengenai niat Eleonora dalam membebaskan Connor lebih cepat jika Cecilia menolak permintaan para naga.

"Kalau kita memilih bekerja sama, aku takut kita lebih sulit membebaskanmu, tapi aku bisa meminta bantuan Freya," ucap Cecilia di akhir ceritanya. Dia memutar tubuh ke arah Connor. "Menurutmu sendiri bagaimana?"

Connor pun jadi ikut terlihat bingung saat dihadapkan dengan pilihan yang ada. "Sebenarnya, mengambil jalan mudah terdengar menyenangkan," dia mengakui. "Hanya saja aku selalu memikirkan peran Freya dan Espen dalam mempertemukan kita kembali."

Tanpa butuh waktu panjang, Cecilia segera memahami kerisauan Connor yang serupa dengannya. Memang benar apa kata sang kakak, bagaimana mungkin mereka bisa seenaknya pulang sementara Espen dan Freya dibuang begitu saja tanpa mempertimbangkan kontribusi mereka sebelumnya?

"Terlepas dari penculikan yang kualami, kurasa ada bagian dari diriku yang ingin teman-temanku ikut ke Ellesvore," Connor menyambung dengan suara lirih. Tatapannya melayang ke luar jendela, memandangi langit yang agak tertutupi rimbunan dedaunan pohon. "Para peri tanpa kekuatan telah menerimaku menjadi bagian dari mereka, memastikan aku bisa menyesuaikan diri, memberiku waktu untuk menerima keadaan walau mereka selalu menjadi sasaran amarah. Entahlah, hati kecilku tidak tenang bila memikirkan mereka, terlebih teman-teman dekatku."

Cecilia mengangguk setuju. "Jadi?"

"Jika kau ingin memperjuangkan kerja sama ini, aku akan membantumu," Connor membalas tenang, "Kita butuh rencana kalau ingin menjalin kerja sama dengan peri sekaligus membebaskanku, dan itu bukan hal yang mustahil."

"Dan apa tepatnya rencana itu?"

Connor mengusap dagunya. "Belum terpikirkan. Akan kita cari tahu bersama." Dia berjalan ke sebelah Cecilia, membantu sang adik menyisir rambut. "Omong-omong, mau jalan-jalan bersama besok?"

Tanpa perlu bertanya ke mana, Cecilia hanya mengangguk. Connor tersenyum; tangannya mengusap kepala Cecilia. "Tidak perlu memusingkan diriku. Kita akan berjuang bersama."

Kata-kata itu disertai kesungguhan yang begitu tulus, memberikan kehangatan ke setiap bagian dari diri Cecilia, terutama hatinya. Dia berdiri, mendekap Connor seerat yang dia bisa.

"Terima kasih." Cecilia berjinjit, memberi kecupan di pipi kakaknya. "Kau kakak terbaik."

Ada sesuatu di dalam diri Connor yang seolah meleleh ketika mendengar hal tersebut. Dia memeluk Cecilia jauh lebih erat, mengangkat adiknya dengan mudah dari lantai.

"Senang mengetahuinya," Connor berbisik. Begitu menjauhkan diri, Connor berdeham beberapa kali, mencoba mengusap matanya diam-diam. "Ah, ya, aku tadi mengunjungi Espen dan dia baik-baik saja." Dahinya mengerut. "Kami cukup yakin kakaknya datang untuk menyembuhkannya, tapi pada saat bersamaan itu kedengaran agak tidak masuk akal. Sejak kapan Freya sepeduli itu pada Espen?"

"Mungkin sudah saatnya Freya mulai mengakui adiknya. Biar bagaimanapun mereka saudara," cetus Cecilia, berharap Connor tidak menyadari kegugupan dalam suaranya. "Atau bisa jadi sihir Shadrick belum memengaruhi Espen sejauh itu."

Connor menggeleng tidak setuju. "Espen yakin dia sempat sakit kepala berat, lalu tahu-tahu saja semalam dia tidur dengan nyenyak."

Syukurlah Cecilia tiba-tiba menguap. Dirinya memang sudah lelah karena banyak hal yang dijalaninya hari ini. Connor pun tidak memaksanya untuk ikut mencari jawaban atas misteri kesembuhan Espen.

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now