Bab 14

37 9 4
                                    

Cecilia berharap dia punya setidaknya waktu satu hari untuk bernapas tenang atau menikmati keasrian Ramala Veliqar yang mengingatkannya pada hutan-hutan di Ellesvore. Namun para naga sudah mendengar perihal kedatangannya dan mereka ingin segera bertemu Cecilia.

Segera, dalam artian pada pagi berikutnya. Para pelayan yang membantu Cecilia bersiap-siap untuk menghadiri jamuan sarapan pagi saling berbisik heboh diiringi tatapan yang intens terhadap Cecilia, sampai dia tidak tahan dan akhirnya bertanya apa yang terjadi.

"Maizevarta," salah satu pelayan membalas lirih dalam bahasa Ravel sambil menata rambut Cecilia. "Vier erwa."

Sang naga di sini, kepala Cecilia menerjemahkan. Lalu kenapa tidak ada yang menyuruhnya keluar untuk menemui naga tersebut?

Setelah semua pelayan pergi, diam-diam dia menumbuhkan beberapa tangkai hypericum di sela-sela rambut, tak lupa mengenakan kalung rowan yang telah dibuatkan Marcus, khusus untuk dikenakannya di Ramala Veliqar. Cecilia menatap cermin, mengamati gaun merah muda berbahan katun yang dikenakan. Kainnya terasa amat ringan di kulit dan terjatuh membentuk lekuk tubuhnya. Kain yang jauh lebih tipis digunakan untuk bagian lengan bajunya, melapisi hingga ke pergelangan tangan. Sebuah pita diikatkan ke pinggangnya agar gaun itu tidak terlalu longgar.

Gaun ini tidak serumit yang Cecilia kenakan di Ellesvore. Pergerakannya terasa jauh lebih mudah, tetapi pada saat bersamaan keindahannya busananya tidak kalah dari yang ada di kerajaan asalnya. Dia kelihatan seperti seorang peri. Bukan peri Ramala Veliqar, tetapi yang selama ini dibacanya dalam dongeng. Peri-peri mungil bersayap yang membantu bunga tumbuh dan menjaga hewan-hewan hutan.

Ketukan di pintu membuyarkan imajinasi di kepalanya. "Mer ranel? Kau sudah siap?"

Cecilia mengangguk, masih agak tepaku pada bayangannya di cermin. Tetapi dia ingat kalau pintu tertutup dan Connor tidak bisa melihat anggukannya. Buru-buru, Cecilia pergi ke pintu kamar dan membukanya.

Connor dan para penyihir pria tampil dengan busana yang tidak jauh berbeda dari mode pakaian Ellesvore: kemeja kecokelatan dan rompi berwarna hijau tua dengan aksen kuning keemasan sebagai hiasan. Para penyihir perempuan berpenampilan serupa dengan para pria. Jubah penyihir berwarna biru tua tetap tersampir di bahu mereka.

"Apa kalian tidak kepanasan?"Cecilia bertanya prihatin. Cuaca di sini serasa seperti musim panas dan dia bersyukur diberikan gaun oleh para peri.

Salah satu penyihir pria, Luca, mengerang. "Sebaiknya kita tidak membahas itu."

"Rasanya aku berkeringat di tempat yang tidak seharusnya," Darren berbisik, alhasil membuatnya dipelototi oleh teman-temannya. "Tidak bisakah kita melepas mantel?"

"Mantel penyihir adalah salah satu tanda identitas," Giana mengutip dengan nada datar bak membacanya langsung dari buku. "Bertahanlah, Darren."

Connor meraih tangan Cecilia, menggenggamnya dengan erat sekaligus memberikan remasan lembut. Bersama-sama mereka berjalan ke ruang makan. "Sudahkah kau dengar soal naga yang datang?"

Cecilia mengangguk. "Kenapa semua orang gelisah?"

"Tidak biasanya naga datang kemari, apalagi untuk menjemputmu," balas Connor, membuat Cecilia terbelalak seketika. "Tapi jangan khawatir. Shadrick sudah bicara padanya. Setidaknya kau punya waktu mempersiapkan diri sampai sarapan berakhir. Para naga tentu tidak ingin tamu istimewa mereka pingsan karena kelaparan atau sakit akibat terlambat makan."

Berikutnya, Connor memelankan suara. "Ingat apa yang Marcus dan aku ajarkan soal makanan di sini?"

Cecilia mengangguk. Dia ingat untuk hanya menyantap makanan yang dikenalinya, menghindari makanan berbentuk atau berwarna aneh, hanya meminum air putih, dan sebisa mungkin menghindari anggur peri lebih dari dua teguk—kecuali dia mau teler sehari-semalam sambil meracaukan hal-hal bodoh selama prosesnya. Serta yang terpenting: bila tidak yakin, selalu ikuti apa yang dimakan Connor.

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now