Bab 40

38 7 9
                                    

Selama Cecilia hidup, rasanya tak pernah kebahagiaan sirna begitu cepat.

Malam tiba dan dirinya tidak mampu memejamkan mata. Bukan karena terlalu bahagia atas kebebasan kakaknya besok—walau tentu hal tersebut masih memberikan penghiburan kepada Cecilia—melainkan karena tak mampu berhenti memikirkan masalah demi masalah yang melanda.

Connor dan Aeryn menemaninya di kamar. Cecilia harus menceritakan semua yang terjadi kepada temannya itu, tentunya tanpa sepengetahuan peri maupun penyihir lain. Kendati amat ingin histeris, Aeryn selalu berhasil mengendalikan diri, terlebih karena dia sadar Cecilia sudah duluan panik dan akan lebih buruk lagi jika mereka semua tidak bisa mengendalikan diri.

"Setidaknya Bastian selamat," Aeryn berbisik lega dengan kedua mata terpejam. "Oh, Dewi, bagaimana bisa kita begitu bodoh? Semua itu terjadi tepat di depan mata dan tidak sekalipun kita sadar!"

"Richard Mamond lebih ambisius dari yang kita duga," Connor bergumam. "Dia justru memanfaatkan masa-masa pembangunan Dragenmore sebagai pengalih perhatian agar dirinya bisa mengerjakan rencananya."

"Kuharap Papa dan Dion baik-baik saja." Cecilia mendekap kedua tangannya ke dada. "Dan semoga saja Bastian dan Marcus menemukan bantuan. Apakah tidak ada cara untuk menolong mereka?"

"Di saat seperti ini, aku meragukannya. Richard telah mengincar Marcus. Bila dia sampai berhasil merusak nama baikmu juga, maka naga-naga akan kembali diburu secara bebas." Membayangkannya saja membuat wajah Aeryn berkerut tidak keruan. "Apakah penyihir dari kerajaan lain sudah tahu mengenai eliksir ini?"

"Semoga saja tidak," harap Connor. "Kalau semua penyihir tahu, sebagian besar dari mereka akan mendukung Richard. Bila itu sudah terjadi, tidak ada jalan kembali."

Aeryn menoleh ke arah pintu. Dia mendekatkan badan ke arah Cecilia. "Menurutmu semua penyihir itu suruhan Edwin?" dia bertanya. Kesedihan terdengar begitu kental. "Bahkan Giana dan Selen?"

Bahu Cecilia merosot. Dia memeluk Aeryn dari samping, berharap bisa menenangkannya. Aeryn balas memeluk lebih erat.

"Kita akan baik-baik saja," Connor menenangkan. "Para naga di sini akan melindungi kita. Cecil, apakah kau tahu siapa naga yang membawa Papa dan Dion kemari?"

"Mereka naga yang membawa kita kemari. Aku bisa selalu menanyakan kondisi Papa dan Dion kepada mereka," Cecilia menenangkan. "Marigold pun ikut bersama Bastian dan Marcus sehingga aku akan tahu keadaan mereka juga. Sycamore tetap di Ellesvore untuk menjaga kawanannya. Dia dan Elm akan membantu mengabari kita terkait kondisi di kerajaan."

"Jadi sekarang kita hanya menunggu?" tanya Aeryn.

Semenyedihkan apa pun kedengarannya, tidak ada hal lain yang bisa mereka lakukan selain duduk dan menantikan apa yang bisa dilakukan selanjutnya.

· · ─────── ·𖥸· ─────── · ·

Tidak banyak wajah bahagia yang terlihat di upacara pengembalian nama hari ini. Seharusnya senyum Cecilia dan Connor menjadi yang paling lebar, tapi mereka malah harus memaksakan kebahagiaan dan beramah-tamah dengan para peri serta naga di sekeliling mereka.

"Sungguh tindakan berani, Merrva Lockwood," Jenderal Rikana memuji Cecilia terkait pidato permohonan kerja sama yang dia utarakan pada Hari Darah. Di sebelahnya, sang putri, Vira, mengangguk setuju. "Aku menantikan kerja sama yang luar biasa ke depannya antara manusia dan peri."

"Aku senang selendang yang kutenun terlihat cocok denganmu," Arleni Wynnorley menambahkan. Wajahnya berseri ketika melihat Cecilia masih mengenakan selendang darinya.

"Warna emas cocok dengannya. Kau selalu pandai memilih warna, Ailsa," puji Jenderal Rikana.

Ailsa Wynnorley tertawa kecil. "Untuk itulah kita berteman, Rikana. Kalau tidak kau akan selalu memilih warna yang asal-asalan untuk bajumu. Tidakkah sudah kubilang kau lebih cocok menggunakan kuning keemasan daripada biru?" Arleni Wynnorley menyentuh jubah biru temannya dengan wajah tidak senang, tetapi Jenderal Rikana hanya mengulas cengiran.

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now