Bab 23

58 7 12
                                    

"Mer ranel?"

Kesadaran Cecilia kembali perlahan-lahan. Setiap ototnya sempat kehilangan tenaga dan ingin rasanya dia kembali tidur. Akan tetapi panggilan dari kakaknya membuat Cecilia berusaha menyadarkan diri. Dia memutar kepalanya ke samping, melihat Connor duduk di sebelahnya, terus memegangi tangan Cecilia.

Connor menghela napas lega dan mendekatkan tangan Cecilia ke bibirnya, memberi ciuman berkali-kali di punggung tangan sang adik. "Bagaimana bisa kau begitu ceroboh?" tanya Connor, kedengaran geram. Dia berpindah ke tepi ranjang dan mengusap kepala Cecilia berkali-kali. "Kau tahu betapa khawatirnya aku? Kenapa kau lakukan semua itu?"

Lidah Cecilia kelu karena terlalu kering. Connor segera menyadarinya karena Cecilia tidak kunjung berbicara padahal sudah membuka mulut. Gadis itu berdeham beberapa kali dan menerima segelas air yang Connor tuangkan. Sang kakak mengangkat tubuhnya agar dirinya bisa minum tanpa tersedak.

"Aku minta maaf," Cecilia segera berkata begitu dirinya bisa bicara. "Dia mencoba melukai Espen. Aku cuma tidak ingin Espen kenapa-kenapa karena mengantar kami pulang."

"Espen melakukan kesalahan," Connor membalas. "Itu risiko yang dia ambil. Jelas-jelas dia tidak boleh memasuki wilayah ini, tapi entah apa yang tidak beres dengan kepalanya itu."

Cecilia mendesah pelan. "Dia temanmu, Connor, kurasa dia hanya khawatir pada kami."

"Dan kau adikku. Aku pun khawatir padamu." Walau terkesan ingin marah, Connor menahan dirinya. Dia cuma menghela napas keras-keras. "Pulang nanti, kau tidak akan ikut bekerja di Dragenmore sampai sadar dengan kecerobohanmu—"

"Itu tidak adil!"

"—kau akan kembali ke Wirlow dan merenungkan tindakanmu," Connor melanjutkan tanpa ingin tahu.

Cecilia meraih lengan baju kakaknya, meminta pertimbangan ulang. "Shadrick akan membunuhnya! Aku... aku pun bersalah karena tidak tahu soal peraturan yang dia maksud. Kalau aku tahu aku bisa melarang Espen ikut dengan kami."

Connor menggeleng. "Espen yang bersalah karena masuk seenak hati. Aku akan mempertanyakan akal sehatnya setelah ini."

"Jangan terlalu keras padanya," pinta Cecilia. "Dia hanya khawatir padaku dan Aeryn."

"Omong kosong. Kau bukannya tidak bisa membela diri. Kalian hanya berjalan menuju kediaman Eleonora bukannya melewati lembah kematian," pungkas Connor. Dia kembali menuntun Cecilia berbaring lalu beranjak dari ranjang. "Kau tidak akan menemuinya untuk sekarang ini, paham?"

Cecilia merengut. "Connor—"

"Tidak ada penolakan," tegas sang kakak. "Beristirahatlah. Freya bilang kau akan merasa lebih baik besok."

"Setidaknya beri tahu bagaimana kondisi Espen," bujuk Cecilia. Kakaknya berhenti di depan pintu. Tangannya sudah memegang gagang.

Connor memutar tubuh ke arah Cecilia. "Shadrick meretakkan benak Espen," jelasnya. "Dia masih hidup, tapi kemungkinan akan sakit kepala setelah sadar nanti. Besok aku akan meminta tolong Vira untuk menyembuhkannya."

Setelah berkata demikian, Connor meninggalkan kamar. Cecilia mengamati kepergian kakaknya dengan penuh nestapa, tidak tahu bagaimana dirinya bisa terbaring diam sementara Espen ada di luar sana, sedang terluka.

Kecuali, Cecilia melakukan sesuatu.

Cecilia mengibas selimutnya menjauh, masih merasa berat di kepalanya saat berjalan ke arah jendela, yang posisinya menghadap ke hutan di belakang kediaman Eleonora. Dia menumbuhkan sulur pada dinding kayu, lalu memanjat turun.

Connor akan luar biasa murka jika dia tahu. Sebaiknya Cecilia bergegas sebelum kakaknya berubah pikiran dan kembali ke kamar Cecilia.

Dia menempuh perjalanan yang cukup panjang menuju desa sebelah. Di satu sisi dia diburu waktu, di sisi lainnya dia ingin cepat-cepat menuntaskan pekerjaannya. Kondisi di sana masih cukup ramai sehingga Cecilia tidak menemukan celah untuk menyelinap masuk.

The Cursed Blessing [#2]Where stories live. Discover now