Bab 18

47 8 15
                                    

Untuk pertama kalinya makan siang membuat Bastian merasa tertekan. Setelah menyerahkan proposal kepada Edwin, dia menawari pemuda itu makan siang di kedai makan terdekat.

Bastian sadar dirinya seperti tukang jilat yang mendadak baik karena sahabatnya hendak menggelontorkan dana untuk Dragenmore. Tapi sungguh, ini adalah langkah pertama untuk berbaikan dengan Edwin dengan harapan dia bisa menggali informasi lebih baik setelahnya. Bastian harus tahu apa yang pemuda itu hendak lakukan dan manakah asumsi Marcus yang benar.

"Pria itu pasti senang sekali," komentar Edwin dengan mulut dipenuhi roti bakar beroles bawang panggang dan mentega. "Banyak yang mau menyokong organisasi kalian. Ini pertanda Dragenmore akan segera sukses."

"Standar kesuksesan bagi Mr. Wickham adalah ketika setengah dari Ellesvore sudah kembali mengenal ilmu dragenologi dan mengajarkannya di sekolah-sekolah," balas Bastian sambil mencelupkan rotinya ke sup daging kental sebelum menyantapnya. "Tapi kita tidak kemari untuk membicarakan hal semacam itu."

Edwin tidak menunjukkan keheranan apa pun. Dia masih saja asyik menyantap makanannya. "Lalu?"

Bastian sedikit memutar arah duduknya ke Edwin. "Aku sadar setahun belakangan ini kita semakin jauh." Bastian memainkan garpu di tangannya, lalu mengetuk-ngetuk pelan ujung pegangan garpu ke meja. "Maksudku, dulu kita selalu bersama dan entah bagaimana aku tahan dengan sifat menyebalkanmu dan Robert."

Edwin mendenguskan tawa seraya mengunyah rotinya. Matanya masih sibuk membaca proposal, tetapi perhatiannya terbagi kepada Bastian juga. "Dulu kau memang lebih sabar. Bukannya kau yang pertama kali berteman denganku karena kasihan melihatku dijauhi? Padahal jelas-jelas aku cukup aneh di angkatan kita."

"Kau tidak aneh, hanya terlalu giat belajar dan terlalu ingin tahu," pungkas Bastian. "Omong-omong, kau sungguh tidak punya kesibukan? Tidakkah seharusnya anggota komite sepertimu mengerjakan hal-hal administratif? Membantu mengurus Akademi Sihir, barangkali?"

"Itu bisa dikerjakan sekretarisku," Edwin menjawab santai.

"Lalu bagaimana dengan Robert? Kulihat dia tidak pernah ikut denganmu."

"Dia sekretarisku." Edwin mengulas cengiran. "Selain itu, kalau punya waktu luang, dia akan menghabiskan waktu di kedai minum atau mencari gadis-gadis cantik, bukannya menghadapi buku-buku tua di ruang kerjamu yang sesepi kuburan. Tanpa bermaksud menyinggung, ruang kerjaku juga seperti itu. Kecuali kalau Robert masuk sambil mengomel-omel."

Bastian terkekeh, kemudian terkaget dalam hati, tidak menyangka dia masih bisa menertawakan ucapan Edwin. Pemuda di sebelahnya ikut tertawa kecil, dan untuk sesaat rasanya tidak ada permasalahan yang terjadi di antara mereka; seolah Bastian tidak pernah mencoba menjauhi Edwin setelah mengetahui rencana busuk ayahnya.

Demi langit, siapa sangka dia merindukan teman-temannya?

"Jadi kenapa?"

Bastian berkedip beberapa kali hingga menyadari bahwa pertanyaan tadi ditujukan kepada dirinya.

"Kenapa kau menjauhiku dan Robert?" Edwin bertanya dengan lebih lengkap.

Pertanyaan itu terasa terlalu mendadak. Namun, Bastian sudah menyiapkan jawabannya. Cepat atau lambat mereka pasti akan membahas masalah ini lagi. "Kau tahu sendiri aku dan Aeryn baru menikah. Sudah kuceritakan juga kalau ada banyak pekerjaan yang perlu kami urus di Neryma, belum lagi kesibukan yang timbul selama pembangunan Dragenmore."

Edwin memberi anggukan paham. "Menjadi pengantin baru dan pegawai bukanlah hal mudah, eh?"

Bastian mendesah lelah. Soal itu, dia memang tidak bisa bohong. "Aku tidak yakin punya energi untuk menemuimu dan Robert. Kadang sifat menyebalkan kalian datang sepaket, seperti yang terjadi saat perkumpulan terakhir kita."

The Cursed Blessing [#2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang