Chapter 28 : Akur

11 5 0
                                    

Di sisi yang lain, Arsya yang sudah melampiaskan amarahnya pada barang-barang yang ada di sekitarnya itu pun memutuskan untuk pulang.

Sesampainya ia di rumah, Ireen yang tengah duduk di sofa ruang tengah terkejut melihat Arsya yang dalam keadaan babak belur.

"Arsya? Kamu kenapa?" tanya Ireen khawatir.

Arsya tak menanggapi Ireen dan hanya berlalu ke kamarnya dengan tatapan kesal.

Ireen kemudian berlalu ke dapur dan mengambil air hangat serta handuk kecil untuk mengompres wajah Arsya yang telah memar-memar.

Ireen pun pergi ke kamar Arsya dan mendapati dirinya tengah duduk di kasur dengan wajah yang tertunduk.

"Arsya?" panggil Ireen menghampirinya.

Arsya hanya diam sembari termenung menundukkan kepalanya.

"Huhhh, kamu kenapa Sya?" tanya Ireen lagi sembari mengompres memar pada Wajah Arsya.

Arsya tetap diam, namun ia membiarkan Ireen mengompres lukanya tanpa penolakan.

"Arsya, ada apa? Apa ada seseorang yang menghajar mu?" tanyanya lagi dengan tatapan sedih.

"Ckk, biarkan aku sendiri," ucapnya sembari berbaring membelakangi Ireen.

"Aku tak mau ribut sekarang," lirihnya dengan suara bergetar.

"Arsya ... ughh," lirih Ireen menahan perutnya yang tiba-tiba sakit.

Arsya yang mendengar rintihan Ireen pun tanpa sadar panik dan langsung mengecek kondisi sang istri.

"Ap-apa yang terjadi?! Apa perutmu sakit? "
Kamu mual? Atau mules?" tanya Arsya dengan panik secara beruntun.

"Kita ke rumah sakit ya," lirihnya khawatir.

"Eng-enggak, a-aku udah sering kesakitan gini. Mung-mungkin, aku cuma, kecapean. Tapi aku, gak apa-apa," jawab Ireen yang ingin berlalu, namun ia kembali terjatuh dan terduduk di kasur.

"Enggak, kita ke rumah sakit sekarang," ucap Arsya sembari menggendong Ireen dengan hati-hati dan membawanya ke mobil.

Mereka pun berlalu ke rumah sakit, dan sesampainya di sana, Ireen menjalani pemeriksaan sebelum sang dokter menghampiri Arsya untuk memberitahukan hasil pemeriksaan.

"Bagaimana dok?" tanya Arsya panik.

"Huhh, Nyonya Ireen baik-baik saja.
Dia hanya kecapean. Namun, kondisi kandungannya lemah di karenakan masih sangat muda. Jadi, saya minta Tuan Arsya menjaganya dan jangan membiarkannya mengerjakan pekerjaan rumah atau membuatnya kecapean. Itu sangat tidak baik untuk kandungannya," jawab sang dokter menjelaskan.

"Huff, baiklah, terima kasih dokter," jawab Arsya lega.

"Apa Saya bisa menjenguknya sekarang?" tanyanya.

"Iya, silahkan."

Arsya pun berlalu ke ruang inap Ireen untuk mengecek keadaannya.
Setibanya di sana, Ireen sudah tertidur akibat kelelahan. Arsya yang melihatnya bingung harus merasakan apa.
Ia hanya duduk di samping kasur Ireen dan memandanginya sembari sesekali mengelus lembut pipi Ireen, namun tak ingin membangunkannya.

"Huhh, aku harus bagaimana sekarang" lirihnya pelan.

Ireen beristirahat di rumah sakit hingga hari menjelang sore. Ia pun terbangun dan mendapati Arsya tengah tertidur.

"Ughh, S-sya?" panggilnya sambil menggoyangkan pundak Arsya.

"Ya, ada apa?" tanya Arsya dengan suara serak sembari menguap.

Garis Takdir || Lokal || [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang