Chapter 30 : Menyadari kesalahan

10 6 0
                                    

Arsya pun mulai menceritakan masa lalunya pada Ireen.

"Sebenarnya, enggak ada yang spesial dari hidupku," ucapnya memulai cerita.

"Sejak kecil aku di besarin sama pengasuh tanpa adanya sosok orang tua. Sejak kecil orang tua ku tak pernah memerhatikan ku, bahkan ketika sakit pun mereka tak pernah sekalipun menjenguk ku. Tapi mereka selalu menuntut ku untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal. Awalnya aku hanya menurut karena aku pikir dengan cara itu mereka akan mulai perhatian denganku. Tapi ternyata aku salah. Bahkan ketika aku menjadi juara kelas dan memenangkan banyak olimpiade serta lomba, mereka tetap tak peduli. Akhirnya aku terjerumus pergaulan bebas. Saat itu aku sering ikut balap liar dan bergonta-ganti pasangan," jelas Arsya ragu untuk melanjutkan ceritanya.

"Lalu? Kenapa kamu bersikap seolah-olah kamu, menganggap semua orang itu sama? Kenapa kamu tak mengatakan perasaan mu pada orang tua mu? Mereka pasti akan mengerti."

"Mengerti apanya?" tanya Arsya sinis.

"Buktinya sampai akhir pun yang mereka pedulikan hanya bisnis keluarga. Saat aku mengenalkan Wulan pada mereka, aku justru dijodohkan dengan perempuan lain. Padahal mereka tak tau seberapa berharganya Wulan untukku," jelasnya dengan sedih.

"Seberharga apa dia untukmu?" tanya Ireen mulai meneteskan air mata perlahan.

"Apa kamu tak mau tau kenapa alasannya?"

"Apa karena hanya dia yang mengerti akan dirimu?" tanya Ireen menebak.

"Tidak juga," jawabnya menatap Ireen.

"Lalu? Apa?😢"

"Dulu awal pertemuan kami tak begitu baik.
Aku kalah saat menjadi lawannya di arena balap. Setelah kejadian itu, aku mengetahui fakta kalau dia ternyata adik tingkat ku di kampus."

"Dan kamu mulai menyukainya?" tebak Ireen.

"Enggak, kami justru membenci satu sama lain dulu."

"Lantas? Kenapa kamu sangat mencintainya?"

"Kami pernah berpesta bersama di sebuah club dan karena mabuk kami berhubungan bersama. Sejak saat itu kami perang dingin.
Hingga akhirnya aku melihatnya menangis di taman yang sepi. Aku mencoba berbicara dengannya dan sejak saat itu kami justru jadi dekat. Kami saling nyaman dengan kehadiran masing-masing dan tak terasa kami justru saling mencintai. Kami pun berpacaran selama beberapa tahun dan aku memutuskan untuk menikahinya. Tapi keputusan ku ditentang oleh orang tuaku. Saat itu aku dan Wulan sedih dan bertekad akan menceraikan pasangan kami masing-masing. Aku bahkan berniat membuatnya hamil agar bisa bersama dengannya. Dulu Wulan pernah bilang, cinta itu aneh. Aku tak tau apa maksud dari perkataannya dulu. Tapi sekarang aku mengerti apa maksudnya dan dia benar soal itu," jelas Arsya mengakhiri cerita.

"A-apa yang, kamu, mengerti dari ucapannya itu?" tanya Ireen gemetar.

"Mungkin tanpa sadar aku sudah menerima kehadiranmu dalam hidupku sejak kita menikah. Aku tak tau apa yang kurasakan saat ini untukmu. Tapi aku akan coba mengerti apa perasaan yang kurasakan ini.
Jadi bersabarlah sampai saat itu tiba," pintanya dengan nada memelas.

"A-aku mengerti. Tak mudah bagimu untuk melupakan Wulan begitu saja. Kalau gitu, aku tak mengganggu mu lagi. Aku sadar sekarang, tak selamanya cinta itu indah😔," ucap Ireen seraya bangkit dari duduknya dan berniat akan keluar dari kamar utama.

"Ireen, tunggu dulu."

Arsya pun menggenggam tangan Ireen dan membawanya kembali duduk di sofa.

"Aku tau aku sudah banyak mengecewakan mu juga berbuat kasar padamu. Dan kalau boleh jujur, aku melakukan ini bukan karena ingin melupakan Wulan. Tapi aku mau mengerti akan dirimu. Aku akan coba mempercayaimu. Tapi aku butuh waktu, Ren. Selama ini, orang-orang yang kutemui hanyalah manusia egois yang akan meninggalkanku kapan saja yang mereka mau. Jadi aku tak tau harus memulainya darimana. Tapi kuharap aku bisa memulainya darimu. Jadi apa kamu bisa bersabar sedikit lagi?" pintanya memelas.

"🙂Terserah apa katamu, aku akan mengikutinya," jawab Ireen seraya tertunduk dengan senyuman tipisnya.

"Huhh, maafkan aku."

"Tak ap...," ucapan Ireen terhenti saat ia ingin mengelus pipi Arsya, namun tak jadi ia lakukan.

"Lakukan apa yang kamu mau, Ren.
Aku takkan marah," ucapnya pelan.

😢Tanpa pikir panjang, Ireen pun memeluk Arsya dan terisak dalam pelukannya.

Arsya pun membalas pelukan Ireen dan mengelus punggungnya dengan lembut.

"Maafkan kelakuanku selama ini ya Ren.
Aku akan berusaha menjadi suami yang baik untukmu. Jadi kamu jangan sedih lagi ya."

"😖Maaf-kan aku juga, kalau selama, ini, aku belum bisa, membuatmu, bahagia😢."

"Sudah, tak apa-apa.
Kita mulai semua dari nol ya," ucapnya sembari melepaskan pelukan dan menatap Ireen.

"A-apa kamu, yakin, Sya?"

"Iya, aku yakin, Ren," jawab Arsya dengan senyuman.

"😖Makasih Sya, makasih.
Akhirnya, kamu, mau juga menerima ku."

Ireen pun kembali memeluk Arsya lebih erat dan tak mau melepaskannya.

"Harusnya aku yang berterima kasih, Ren.
Karena kamu sudah mau bertahan denganku," ucapnya dengan memeluk Ireen erat.

"Hikss, takdir, sudah mempersatukan kita Sya. A-aku, aku merasa bahagia sekarang😖."

"Benarkah?"

"Iya Sya.
A-apa kamu, tak merasa bahagia?" tanya Ireen sambil mendongakkan kepalanya untuk menatap Arsya.

"Tidak Ren.
Aku sangat, sangat bahagia."

"Emhh, itu berarti, kamu, sudah melupakan Wulan kan?"

"Untuk itu aku belum bisa melupakannya. Tapi aku akan berusaha, Ren. Kamu bisa kan, membuatku melupakannya? Dan kuharap kamu tak melakukannya dengan cara menggodaku ya😏," ucap Arsya menatap Ireen lapar.

"Hmmm, aku akan coba pikiran cara lain...."

"Cara lain apa?" tanya Arsya sembari membawa Ireen ke pangkuannya dengan hati-hati.

"E-entah, makanya aku akan coba cari caranya."

"Kamu jangan coba-coba minta saran pada Wulan ya."

"Apa? Aku tak akrab dengan dia. Lagian, untuk apa juga aku meminta saran padanya?" tanya Ireen sambil merangkul leher Arsya.

"Hmm, benarkah?
For your information, aku sudah berbicara dengannya. Kamu tau, Wulan memarahiku habis-habisan dua hari yang lalu. Dia bilang dia akan meminta maaf padamu dan menjelaskan semuanya," jelasnya menatap Ireen dan merangkul pinggangnya.

"😏Hm, bukan salah ku berarti.
Berarti dia emang sudah menyadari kesalahannya sendiri."

"Huhh, iya, sudah ya.
Aku tetap ingin memiliki hubungan baik dengannya sebagai teman. Sama seperti mu dengan Jo."

"😏Sudah seharusnya dari dulu seperti itu," lirih Ireen pelan.

"Iya-iya, maaf ya," pinta Arsya memohon dengan memelas.

"Emhhh🤔," pikir Ireen sambil berlalu dari Arsya.

"Ren, ayolah~" ucap Arsya berlalu mengikuti Ireen.

"Tapi, aku gak mungkin memaafkan mu begitu saja. Kesalahan mu udah membuat ku sakit hati😖," ucap Ireen duduk di kasur sambil berselonjor.

"Kalau begitu apa yang harus kulakukan agar kamu mau memaafkan ku?" tanya Arsya memelas.

"Tidur di luar mungkin☺."

"Huhh, baiklah kalau itu mau mu," jawabnya pasrah.

"🤔Bukan aku sih sebenernya yang mau."

"Pasti kamu mau bilang baby nya ya🤔?"

"Yups, tepat sekali😉."

Ireen kemudian mengambil bantal dan juga selimut. Lalu memberikannya pada Arsya dan membawanya keluar dari kamar.

"Selamat beristirahat☺," ucap Ireen sambil kembali ke kamar dan menutup pintunya.

"Huff, selamat beristirahat, sayang," jawab Arsya berlalu ke sofa.

Arsya pun akhirnya tidur di sofa yang ada di ruang tamu.

TBC
#22 Desember 2023

Garis Takdir || Lokal || [END]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang