8

14.8K 1.3K 41
                                    

Pukul enam lewat sepuluh, Saga sudah bangun membiarkan Sean membesihkan kamar.

Setiap hari, Sean benar-benar bekerja keras, mengurus rumah. Saga tak memperkejaakan pelayan atau semacamnya dengan dalih tak percaya pada pelayan, alhasil Sean harus bekerja keras.

"Bagaimana bisa laptopnya masih terbuka, apa semalaman ia bekerja." Sean berdecak, melirik pintu kamar mandi yang masih tertutup, terdengar germecik air dari sana.

Keningnya mengerut saat melihat siapa yang menjadi walpaper laptop sang dominan, matanya menyipit merasa mengenali wanita cantik dilayar itu.

"Ge-gea ... " Sean menutup mulutnya tak percaya, bahkan laptop itu ia jatuhkan begitu saja, menimbulkan suara nyaring karena hantaman keras.

"Apa yang terjadi?!"

Sean menggeleng panik, saat mendengar teriakan Saga dari kamar mandi.

"Aku mencintaimu!"

"Kenapa kau melakukan ini?!"

"Sean ... "

"Sean ... "

"Aku akan pergi,"

"Aku mencintaimu Sean!"

Sean memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri, suara wanita itu bersahutan bak kaset rusak. Sean tahu, bahkan sangat mengenal wanita itu.

"Apa menurutmu barang ini tak penting? Di dalamnya banyak berkas penting sialan." Entah sejak kapan Saga selesai mandi, Sean tak tahu. Namun saat ini Saga tengah mengambil laptopnya.

"Saga ... kau-"

Suara Sean tercekat, perempuan yang ia mati-matian ingin lupakan kembali lagi menghantuinya. Sean bahkan masih sering bermimpi buruk tentangnya, ada hubungan apa Gea dan Saga?

"Apa huh?" Saga memicingkan matanya, masih belum mengerti keadaan.

"Gea," ucap Sean serak, ia meremas celananya. Merasa tak kuasa walau hanya menyebutkan namanya saja.

Rahang Saga mengeras, ia mengerti sekarang dengan wajah muram Sean. Submisif dihadapannya ini melihat foto Gea, Saga tanpa sadar melempar laptopnya membuatnya semakin hancur, persetan dengan berkas di dalamnya, masih banyak salinan. Ia beralih mencengkram kedua bahu sempit Sean, tatapannya bak elang tengah mengincar mangsa siap kapan saja untuk mematuknya sampai habis. Sedangkan sang empu melemas walau hanya melihat foto itu, tak bisa melawan saat dominannya ini berlaku kasar.

"Kenapa huh? Kau terkejut?" Saga terkekeh sinis. Tak apa Sean tahu, akan bagus jika submisif ini tahu lebih cepat. Saga bosan mendengar pertanyaan-pertanyaan menjijikan Sean.

"Kau mengenalnya?" tanya Sean, kedua bola mata kelam itu berkaca-kaca.

"Tentu saja, aku sangat mengenalnya. Karena itu aku menikahimu sialan." Saga memukul telak pipi sang istri sampai tubuh yang lebih kecil itu tersungkur pada dinginnya lantai.

"Jadi ini alasanmu berubah?" ucap Sean sendu.

Saga kembali menarik kerah kaos Sean, tatapannya semakin menajam. Dendam, benci, bersatu siap menghancurkan submisif ini.

"Berubah? Ini adalah aku yang sebenarnya," kekeh Saga.

"Kau tahu? Aku menikahimu karena gadis itu, dia ... dia cinta pertamaku, aku mendekatimu karena dia. Kau ingat sekarang? Kau dalang dari kematiannya!"

Brugh

Lagi, Saga memukul Sean. Ia tak akan puas jika hanya memukulnya satu kali. Ringisan sakit terdengar lirih dari sang empu, pipinya memar bahkan nyaris membiru.

Saga mencengkram pipi Sean yang tak berdaya.

"Aku tak pernah mencintaimu," bisiknya rendah.

Sakit.

Sean merasa ini mimpi buruk, Saga tak mungkin melakukan itu. Saga pria baik, mereka saling mencintai. Saga tak mungkin melakukan ini. Sean menggeleng ribut.

"Kumohon ... jangan mengatakannya." Sean memeluk kaki sang dominan, tangisnya pecah. Hancur, hatinya sakit. Selama ini ia selalu berpikir Saga hanya tengah bosan.

"Menjijikan, jalang, anak jalang, miskin, bodoh. Apa kau pikir ada dominan yang mau bersamamu huh? Kau itu tak berguna, tak ada yang menarik darimu." Saga menendang tubuh ringkih itu sampai menabrak ranjang.

"Kau pikir aku mencintaimu? Begitu? Aku melawan keluargaku untuk menikahimu, semata ingin menghancurkanmu."

Sean meringkuk dengan isakan lirih, luka pukulan dan tendangan Saga tak seberapa dengan sayatan yang ditorehkan sang suami. Rasanya Sean baru saja dihempaskan sampai dasar bumi. Rasanya sakit.

"Katakan! Kemana kau saat Gea mati?! Harusnya kau membusuk di penjara!"

Sean menggeleng lemah, ia tak tahu harus berkata apa.

Saga menarik rambut tak seberapa itu sampai sang empu mendongak dengan derai air mata.

"Kau tahu ... saat dia menjatuhkan dirinya dari gedung?" Saga berucap rendah, "dia tengah hamil," sambungnya.

Saga melepas jambakannya kasar, membuat Sean merasakan pening. Jantungnya terpacu kencang, mendengar fakta yang baru ia tahu. Gea hamil? Saat ia bunuh diri, Gea tengah hamil?

Saga terkekeh sinis, melihat wajah manis itu terkejut bagai tersengat listrik.  Neraka yang asli akan segera Sean rasakan. Bajingan pembunuh sepertinya layak untuk menerima semua ini.

Saga pergi begitu saja membawa pakaian yang sudah Sean siapkan, ia bahkan masih memakai bathrobe saat menghajar Sean. Memuakkan, harinya akan gelap karena di awali dengan kesialan.

Sedangkan Sean masih tenggelam dengan fakta yang baru ia ketahui. Ia memutar memori beberapa tahun lalu, di mana Gea gadis cantik segudang prestasi itu mengejarnya, lalu dengan terpaksa Sean menerimanya. Ia tak mau menjalin kasih bukan karena Gea yang dibawah standar, hanya saja waktu itu ia benar-benar merasa tak percaya diri dengan keadaan, ia trauma sebuah hubungan. Ia korban pelecehan tapi karena kasihan ia menerima Gea. Tak mau terus-terusan dikejar, Keduanya menjadi sepasang kekasih beberapa bulan, tapi hari itu. Hari dimana Sean marah tak terima karena Gea tidur bersamanya, ia tak tahu, karena entah kenapa ia sudah satu ranjang dengan Gea. Jadi itu nyata? Sean melakukan hal buruk pada Gea?

"Tak mungkin Gea hamil anakku kan?"


____

Gak akan up kalau votement dikit
Lagi tes ombak, udah 0 energi gue.

Broken [END]Where stories live. Discover now