29

17K 1.4K 96
                                    

"Bukankah kau akan membiarkannya pergi?" Ryka menghalangi Saga yang akan menarik Sean, anaknya ini walau berjalan tertatih-tatih tetap saja tenaganya sama besarnya.

"Aku hanya bilang tak akan menahannya pergi, bukan berarti akan membiarkannya meninggalkanku," sahut Saga kekeh. Mendengar itu Sean beringsut bersembunyi dibalik punggung Ryka.

"Saga sudahlah, ayo kita pulang." Ryka berucap lembut, berusaha tenang.

"Aku harus pergi Saga, kita tak bisa lagi bersama. Kau .... kau sama saja seperti Alex, kau sama-sama mengerikan," cicit Sean.

Saga berdecih, apa ia semengerikan itu di mata Sean? Ia melakukan semua itu tadi hanya untuk menyelamatkan Sean, tapi kenapa pria itu menilai seolah dirinya manusia paling kejam.

"Kau yang memotongnya," ungkap Saga membuat Sean menegang, kedua tangan si submisif mengepal. Ia memang melakukannya tapi tadi itu akalnya seolah direnggut, itu bentuk perlindungan diri.

"Saga kau pilih aku atau Sean." Ryka mengacungkan bekas pecahan kaca, "jika kau memilih Sean, kau akan melihat aku meregang nyawa saat ini juga," sambung Ryka tegas. Tak ada keraguan dalam ucapannya.

Kening Saga mengerut, ada dengan ibunya ini? Kenapa begitu ber-ambisi memisahkan Sean dengannya.

"Kau berbohong! Bukankah tadi kau memaksa ikut karena khawatir tapi kenapa sekarang kau ingkar, aku menyesal membawamu ke sini. Jangan sakiti Sean lagi, dia pria baik nak ... kau tak seharusnya seperti ini." Ryka berucap sendu, ia menatap mata Saga penuh sayang.

"Aku tak mencintaimu lagi! Aku bukan milikmu, aku akan pergi! Seharusnya kau sadar Saga, kau itu kejam. Kau menyakitiku, kau terus saja melukai aku. Bahkan kau tak menerima kehadiran darah dagingmu sendiri, kau sudah seperti bukan manusia," lontar Sean, kata-katanya bagai pedang yang menancap di setiap inci tubuh Saga.

"Penyesalanku adalah mengenalmu Saga."

Kedua tangan Saga mengepal, ia mendengus. Diseret kakinya yang sakit menghampiri Sean, ditatapnya submisif itu.

"Apa aku seburuk itu?" tanyanya pelan, rasanya tak nyaman, hatinya mengganjal saat mendengar perkataan tajam Sean.

"Kau sangat buruk, bahkan dibanding Alex kau lebih buruk darinya," ungkap Sean.

Saga terkekeh miris, apa ini rasanya sakit hati? Sampai rasanya ia ingin menangis, ia manusia terburuk? Ia kejam? Ia hanya ingin miliknya tak pergi, apa itu salah? Bukankah Eby bilang cinta itu saling memiliki? Tapi kenapa Sean akan pergi?

"Aku tak tahu ... apa itu sakit hati, tapi di sini." Saga meraih tangan Sean membawa ke dadanya, "rasanya tak nyaman dan sesak," sambungnya.

Ryka membuang pandangannya, Saganya rapuh.

"Saga ayo kita pulang nak," ucapnya menarik tangan Saga tapi ditepis oleh si empu.

"Tidak Ma ... kali ini aku benar-benar tahu apa itu sakit hati," cetus Saga tatapannya tak terputus dari Sean.

"Kau manusia berhati dingin, wajar saja baru tahu. Kau tak berperasaan, kau menipuku. Kau menyalahkan aku atas kematian Gea, menikahiku demi balas dendam, lalu kau tahu kan sekarang siapa yang dalang cintamu itu bunuh diri?" Sean terkekeh, selama ini ia selalu dipermainkan. "Apa kau pikir aku tak punya hati? Aku sudah banyak terluka, cintaku bertepuk sebelah tangan," sambung Sean.

"Kau adalah penyesalan terbesar dalam hidupku, rasanya mengakui pernah mencintaimu saja aku merasa menjijikan. Kau pria terburuk,"

"Cukup! Tutup mulutmu Sean, jika kau ingin pergi, pergilah sekarang. Tak perlu memakinya lebih dulu, pergi lah sekarang," sela Ryka. Merasa sakit mendengar perkataan Sean.

"Tentu saja aku akan pergi, tapi anakmu ini terus menghalangiku. Tahan iblis ini agar tak mengejarku."

Setelah mengatakan hal itu, Sean menyeret kopernya melangkah pergi meninggalkan sumber lukanya.

Saga hanya diam tak bergeming, kosong rasanya. Ia memang selalu ditinggalkan, tubuhnya luruh pada dinginnya lantai.

"Sayang ... tidak apa-apa, Sean hanya butuh waktu. Di-dia akan kembali, mama mohon." Ryka berusaha menahan Saga yang menggigiti lengannya, hal yang sudah sering Saga lakukan untuk melampiaskan amarahnya.

Dokter yang tadi datang bersamanya, langsung menyuntikkan bius. Ryka mewanti-wanti saat datang ke sini, karena itulah ia membawa dokter. Saga pasti akan berontak lagi.

"Maaf sayang ... " bisik Ryka saat Saga mulai tenang.

________

Sean menyeret kopernya sepanjang jalan dibarengi dengan tangis, ia tak tahu berpisah dengan Saga akan semenyakitkan ini. Tidak, ia tak menyesal mencintai Saga, tadi itu hanya kebohongan, ia tak mau Saga menahannya.

"Tak apa ... kita bisa hidup berdua." Sean mengelus perutnya, ia akan mengirim surat cerai nanti. Uang dari Ryka cukup untuk ia pindah ke kanada, Sean juga sudah memesan tiket penerbangan paling awal, besok ia akan segera pergi.

Terlalu banyak hal yang membuatnya terkejut, Gea yang hamil oleh Alex, dalang dari kehancuran hidupnya. Apa jika sejak awal Saga tahu jika Gea tidak bunuh diri karenanya, apa dia akan membencinya? Dan menipunya? Sean sangat memimpikan pernikahan indah bersama Saga, membangun keluarga kecil, tapi nyatanya itu hanya angan. Tetap saja ia tak pernah beruntung dalam hal apapun, selain memiliki sang ibu itupun dulu.

Sean menginap di hotel untuk malam ini, ia butuh istirahat sebentar sebelum kembali menghadapi kenyataan. Tanpa Sean tahu pria yang ia tinggalkan tengah hancur, mental yang sedari dulu rusak semakin rusak.

Saga kembali dipasung, hanya obat bius yang bisa menenangkan Saga. Kata-kata penenang dari Ryka saja tak bisa membuat Saga tenang.

Keduanya sama-sama hancur dengan perpisahan ini, tapi berpisah adalah hal terbaik untuk saat ini.

Setelah pergi dari sini, cek kesehatan mentalmu. Aku khawatir, tak apa pergilah yang jauh jangan pikirkan Saga untuk saat ini. Terima kasih, pernah menemani putraku, sehat-sehat kalian. Aku menyayangimu dan cucuku

Sean menggigit bibirnya saat membaca pesan dari Ryka, ia hanya membacanya saja tak membalas.

"Saga ... setelah ini, kita harus hidup dengan jalan masing-masing."


____

Follow ye
Follow juga akun tiktok gue
@flo3025__

Broken [END]Where stories live. Discover now