12

16.2K 1.3K 98
                                    

Saga mendengus, emosinya tersulut melihat foto Sean yang tengah duduk akrab bersama dengan Eby. Ia yakin Sean pasti menggoda temannya itu, jalang tetaplah jalang.

Saga menghubungi nomer Sean, rasanya tak bisa ia biarkan jalang itu menggoda temannya.

"Kenapa lama sekali mengangkat teleponnya?!" Saga mengepalkan tangannya.

"Maaf Saga .. ak-aku sedang membereskan halaman."

Saga terkekeh sinis, submisif itu berani membohonginya? Jelas-jelas ia keluar dan tanpa se-izinnya. Apa Sean tak jera dengan hal kemarin malam, selalu saja senang menyulut amarahnya.

"Berani berbohong?" Saga menekan setiap perkataannya. Membuat si empu di seberang telepon gelagapan, ia sudah merasa merinding dengan suara berat itu.

"Katakan dimana kau sialan?!"

"Ak-aku dipusat perbelanjaan, ak-"

Saga memutuskan panggilan, ia tak akan memberi ampun pada Sean. Bagaimana bisa pria itu dengan santai berbelanja.

Sedangkan di pusat berbelanjaan, saat ini Sean tengah gelisah. Saga pasti marah besar, ia tak berani pulang.

"Kau kenapa?" tanya Ryka, saat ini mereka tengah membeli bahan pangan dan semacamnya. Itu karena Sean yang meminta.

"Ibu eumm ... apa kau akan pulang dulu ke rumahku?" tanya Sean, ia takut.

"Tidak, aku akan langsung pulang. Kakiku akan patah jika terus keluar rumah berlama-lama," ucap Ryka, membuat Sean kecewa. Jika Ryka ikut dulu ke rumah mungkin Saga tak akan begitu marah, sebentar lagi Saga pulang. Ia dan mertuanya benar-benar menghabiskan waktu untuk belanja seharian.

Vanya menyeringai melihat kegelisahan Sean, ia sudah tahu Saga pasti marah dan menghubungi pria itu karena pesannya sudah dibaca oleh Saga.

"Kau akan habis," bisik Vanya, ia memasukan apel pada troli Sean, menatap remeh submisif itu. Sean hanya diam, ia sudah tak memiliki tenaga untuk meladeni Vanya.

__________

Kepulan asap menguar, tiga kancing kemeja dibuka karena tarasa mencekik. Saga menatap pintu utama rumahnya dengan datar, menunggu kedatangan Sean yang masih juga belum pulang setelah hampir pukul tujuh malam. Apa peringatannya di anggap remeh oleh idiot itu?

Ia masih sabar menghisap nikotin yang sudah menjadi candu itu, walau terlihat tenang, dalam hati Saga benar-benar ingin membuat Sean jera dan memohon padanya.

Digilas putung rokok oleh sandal rumahnya, mata setajam elang itu menusuk tatapan takut dari si empu yang baru saja membuka pintu dengan beberapa tote bag belanjaan.

"Wah ... dari mana saja jalangku ini." Saga menghampiri Sean, mencekal tangan si empu membiarkan belanjaan yang dibawa sean jatuh.

"Apa kau pikir kau bisa pergi se-enaknya? Kau bahkan tak mengirim pesan izin padaku?" Saga menarik rambut tak seberapa itu, membuat sang istri mendongak dibarengi ringisan.

"Saga ... aku pergi bersama ibu, ak-aku tak berbohong ... maaf tak mengirimmu pesan, karena aku tau kau tak akan mengizinkannya," jelas Sean.

Saga melepas kasar cengkramannya. "Bersama ibu?" Kekehnya sinis. "Bukan mengangkang hum?" sambungnya, ia mendorong Sean sampai terhempas ke atas sofa.

"Kau suka penis kan?" Saga membuka sabuk celananya. Melihat itu Sean menggeleng ribut, ia langsung melangkah berlari tapi Saga berhasil mengejarnya, menahannya dengan cara memeluk dari belakang. Sean tetap berontak, tidak lagi. Ia tau mau malam kemarin terulang lagi.

Saga mengendusi leher submisifnya ini, semakin erat pelukannya membuat Sean tak bisa berontak. Ia terkekeh senang, melihat betapa tak berdayanya Sean saat ini. Digigitnya cuping telinga sang empu, menjilatnya membuatnya mengeliat.

"Tak usah sok menolak, jika tubuh jalangmu ini menikmatinya," bisik Saga. Tangannya mulai masuk ke dalam celana bahan Sean, menggenggam batang daging milik si submisif, mengurutnya tanpa aba-aba sampai Sean merasa perih.

"Saga ... lepaskan!" Sean mendorong Saga membuatnya berhasil keluar dari jeratan sang dominan. Saga mengejar Sean menaiki tangga dengan gerakan cepat ia menarik kaki Sean, membuat istrinya itu terbentur kerasnya tangga. Hidung mancungnya berdarah.

"Diamlah! Aku juga akan membayarmu!" Saga berhasil menarik Sean, ia bahkan langsung merobek kemeja si manis.

"Saga ... shhh ... tidak lagi!" Sean masih berusaha berontak tak peduli hidungnya yang terasa sakit, bahkan darah masih saja keluar.

Saga tak mempedulikan hal itu, ia mengusap darah itu dengan tangannya, menjilat setiap jari yang ditetesi darah Sean, membuat Sean merasa ngeri akan tingkah suaminya.

"Sttt ... kau akan merasakan nikmat juga. Bukankah ini yang kau lakukan diluaran sana?" Saga mengelus surai halus itu.

Saga membalikan tubuh Sean agar menungging tak peduli saat ini mereka tengah di tangga, akan ia isi setiap sudut rumah ini dengan desahan si manis. Celana bahan Sean sudah dilepas paksa, Saga mengelus bongkahan pantat yang sudah menggoda para dominan diluar sana. Mempermainkan lubang masuk berkerut itu, seakan menggoda untuk segera dimasuki.

Tangan Sean mengepal, bahkan rasa ngilu semalam masih terasa tapi saat ini ia harus mengejang kembali merasakan batang daging itu menerobos memasuki dirinya. Ditariknya rambut Sean sampai bisa Saga lihat wajah menyedihkan itu. Dibawah hentakannya.

Merasa tak nyaman melakukannya ditangga, Saga menarik Sean membawanya ke ruang tengah. Kembali menggempur sang istri di sofa. Desahan penuh kepedihan terdengar merdu ditelinga Saga, ia suka, sangat menyukainya.

"Berapa tarif yang kau inginkan?" Saga berbisik lembut, dibarengi dengan gigitin ditelinga si lemah tak perdaya itu.

Sean yang lemah adalah kesukaan Saga, ia suka Sean yang lemah dan menurut bukan pembangkang.

"Ahhh ... Saga!" Sean menjerit saat Saga menggenjotnya dengan tempo cepat, kepalanya ditekan sampai mencium sofa. Sean butuh oksigen, ia bisa mati.

"Ahh .. kau nikmat jalang."

"Jalang, kau akan menerima benihku eum."

Sean lemas saat Saga membalikkan tubuhnya. Membiarkan Saga memangkunya, membawanya ke setiap sudut rumah.

"Akan ku isi setiap sudut rumah ini dengan kenangan bercinta kita, agar kau berhenti kecanduan dengan penis para dominan," ucap Saga ia mendudukan Sean di meja rak buku membiarkan buku-buku berjatuhan dengan hentakannya.

"Kau bangga bukan? Rumah ini menjadi saksi bagaimana lubang lacurmu menelan penisku." Saga terkekeh melihat penisnya ditelan habis oleh anal si manis.

Saga bagai iblis tak kenal lelah, ia terus membawa Sean yang nyaris kehilangan kesadarannya dengan terus menggempurnya, berpindah-pindah dimanapun. Ruang tamu, dapur, perpustakaan pribadinya, ruang kerja pribadinya, bahkan sampai gudang sekalipun, Saga kalap.

"Kau pingsan lagi." Saga membawa Sean terakhir ke kamar, ia banting sosok yang sudah tak sadarkan diri itu ke ranjang, dalam keadaan seperti itupun Saga kembali merojok anal yang membengkak itu. Mengejar pelepasan ketiganya.

Saga mempercepat temponya saat pelepasan ketiganya datang, menembakkan benih unggulannya ke dalam perut si lemah Sean.

"Pasti hangat kan," bisiknya. Menyeringai menatap mata yang sudah terpejam.

Saga melepaskan penisnya, membiarkan spermanya meluber keluar dari lubang bengkak itu. Diraihnya ponsel, memotret pemandangan indah ini beberapa kali.

"Kau indah jika tengah mandi sperma seperti ini, Sean sayang."

Cup

Saga mencium kening sang istri, lalu ikut berbaring disampingnya.

Broken [END]Where stories live. Discover now