9

16.4K 1.4K 109
                                    

Semilir angin kota terasa sejuk, Sean menatap kotak makan dari Gea dengan senyuman tipis. Sebanarnya ia tak percaya diri, tak percaya dengan suatu hubungan. Tapi melihat usaha Gea yang mengejarnya tanpa lelah, membuat Sean kasihan. Ini bulan ke tiga setelah keduanya menjalin kasih. Setiap hari Gea akan membawakan bekal. Tapi beberapa minggu ini gadis itu sedikit bersikap dingin, mungkin karena pertengkaran waktu itu.

Sean marah karena Gea lancang tidur bersamanya, Sean takut terjadi apa-apa karena saat  ia bangun terkejut dengan dirinya yang bertelanjang dada, ditambah Gea yang tak jauh berbeda dengannya.

"Ge ... mari akhiri hubungan ini," ucap Sean ragu. Ia takut gadis itu akan marah.

Gea terkekeh, cekungan dimatanya nampak jelas. Sean pikir mungkin karena Gea terlalu sering tidur terlalu malam demi belajar.

"Kenapa kau melakukan ini Sean?" ucapnya lirih, kedua bola mata hitam itu nampak berkaca-kaca, sirat akan terluka dengan perkataan sang kekasih.

"Kupikir hubungan ini tak baik, hanya kau yang berjuang. Aku belum bisa menerimamu Ge, aku tak percaya sebuah hubungan," tutur Sean. Ia jujur akan hal itu, ia memiliki rahasia besar. Ia tak mau sampai orang lain tahu.

"Aku mencintaimu," sambung Gea parau. Ia terlihat putus asa.

"Maaf." Sean tak tega, ia memeluk Gea yang sudah menangis tersedu-sedu. Apa perkataannya sangat melukai Gea? Kenapa Gea harus menangis pilu seperti ini?

"Kenapa kau melakukannya?" bisik Gea serak. Sean semakin mengeratkan pelukannya.

"Aku akan pergi." Lagi Gea berucap lirih, Sean hanya menggeleng pelan. Ia tak tahu harus apa, tapi jika diteruskan tetap saja Gea akan terluka. Sean sama sekali tak memiliki rasa yang sama dengan Gea.

Hari itu hari terakhir ia bertemu dengan Gea, karena selama satu minggu lebih dirinya jatuh sakit dan dikejurkan dengan berita menggegerkan bunuh diri Gea membuat Sean kacau, ia pikir semua itu salahnya karena memutuskan hubungannya dengan Gea. Sean merasa diteror saat banyak pesan masuk, banyak yang bertanya ia dimana dan mengapa ia tak datang saat Gea dikebumikan.

Nyatanya itu memang salahnya, Gea pergi karenanya? Apalagi fakta yang dikatakan Saga semakin membuat rasa bersalah Sean naik ke permukaan. Sulit baginya melupakan hal itu tapi dengan enteng Saga masuk dalam kehidupannya, lalu mengorek luka itu.

Air mata kembali mengalir, perkataan Saga masih terngiang di telinganya. Wajar saja Saga mengabaikannya dan memperlakukannya buruk, ia memang pantas. Seharusnya waktu itu, dimana Gea membutuhkannya ia  menemaninya, tapi Sean dengan tega meninggalkan Gea.

Saga mencintai Gea, cinta yang mungkin tak akan pernah Sean dapat dan saat ini Sean harus bisa menanggung rasa benci Saga padanya. Dendam kuat sang dominan yang ia cintai.

"Kemana tingkah bajinganmu itu huh? Jangan berlaga seakan kau pihak tersakiti. Memuakkan."

Saga berucap sinis, ia baru saja pulang tapi harus dibuat kesal dengan penampilan kacau Sean yang masih sama seperti tadi. Menangis, menangis dan menangis, demi neptuna Saga muak melihatnya.

Sean menghapus sisa air matanya, ia menampilkan senyuman terbaiknya. Meraih tas dan jas Saga, berlaku seperti biasanya bukanlah hal sulit.

"Kau mau makan atau mandi dulu?" tanya Sean, suaranya masih parau.

"Aku sudah makan," sahut sang dominan.

"Saga ... saat itu ak-aku mungkin memang pernah bersama Gea, tapi saat dia bunuh diri, kami sudah putus." Sean tergagap. Ia masih berusah menjelaskan, Ia takut dengan tatapan penuh kebencian dan amarah itu.

Broken [END]Where stories live. Discover now