18

16.7K 1.6K 131
                                    

Kehamilan Sean sudah masuk minggu ke delapan dan Saga melepaskan rantainya itu karena Ryka hampir setiap hari ke rumah. Wanita itu terlalu gembira, sampai tadi pagi saja mengirim beberapa box pakaian bayi dan peralatan bayi.

Saat Saga pulang dari kantor ia sudah menyaksikan kamarnya seperti gudang penyimpanan barang, Sean sendiri sampai dibuat sulit akan tingkah Ryka yang berlebihan.

"Saga ... aku akan bereskan ini, ka-kau tak perlu khawatir." Sean berucap takut, pasti Saga kesal. Ditengah lelahnya pulang bekerja harus melihat kamar yang seperti gudang.

Saga mendengus mendenger ucapan si manis, dengan langkah lebar ia meninggalkan kamar. Saga merogoh ponselnya, menghubungi Ryka agar menghentikan tingkah gilanya.

"Hallo Ma, tolong hentikan tingkah gila mama ini. C'mon kau bukan hanya membuatku sulit kau juga membuat Sean sulit,"

"Kamu ini! Makanya jangan terus-terusan bekerja! Mama mengirim itu sebagai hadiah, Saga berhenti bersikap dingin! Dia sedang hamil, kau seharusnya selalu ada disampingnya. Kau mencintainya bukan?"

Saga meremat ponselnya, telinganya terbakar mendengar rentetan kata Ryka. Mencintai Sean? Saga bahkan menikahi Sean karena balas dendam, seharusnya ia tak memberi keringanan pada Sean.

"Dengar Saga, jangan sampai terjadi apa-apa pada Sean. Jika ia sampai terluka, mama akan menghukummu. Kau tahu? Bahkan aku baru tahu pergelangan kaki Sean terluka, terus ada beberapa lebam ditangannya! Sean bilang itu karena jatuh, tapi mama curiga itu adalah perbuatanmu."

Ucapan Ryka tepat sasaran, tebakannya tak melesat. Karena semuanya benar, itu semua karena Saga.

"Ma, kau tak tahu apapun. Yang dikatakannya benar, aku mana mungkin melakukannya. Aku sangat mencintainya," ucap Saga mengelak.

Ryka masih saja berceloteh, membuat Saga menyesal menghubunginya. Wanita itu seakan tak lelah terus menasehatinya.

"Kumatikan Ma, Sean terlalu lama menunggu,"

"Yasudah, ingat perkataan Mama."

Sambungan telepon dimatikan sepihak, Saga menghembuskan napasnya.

Berbeda dengan Saga yang tengah kesal. dikamar, Sean tengah melipat pakaian bayi itu dengan rapih satu-persatu. Senyuman manis tak henti-henti tergambar diwajahnya, ia merasa gemas dengan pakaian kecil ini.

"Wahh nenek sangat menyayangimu, bahkan sebelum kau lahir kau sudah mendapat banyak hadiah." Sean mengelus perutnya.

"Bisakah kau bereskan ini semua dengan cepat?"

Senyuman Sean luntur saat Saga masuk ke kamar dengan raut kesal, pria itu bahkan membanting tas kerjanya.

"Iya, aku akan melakukannya dengan cepat," sahut Sean. Ia selalu takut jika berhadapan dengan Saga.

Saga melipat kedua tangannya, memperhatikan gerak-gerik Sean. Sampai hari ini ia tak melakukan apapun pada Sean, karena Ryka terus saja menjadi tembok kokoh dihadapan istrinya itu.

"Kau senang ibuku memihakmu?" cetus Saga dingin. "Ingat, jangan sampai kau mengadu," sambungnya.

Sean mengangngguk, ia tak ada niatan mengadu untuk sekarang.

"Jika kau mengadu." Saga menghampiri Sean, menekan kedua bahu sempit itu sampai si empu menunduk takut. "Aku akan mengambil anak itu, sampai ibuku berhenti bersikap baik. Akan ku bunuh bayi itu sampai ibuku marah padamu," sambungnya.

Sean mengepalkan tangannya, selama ini ia hidup dalam ancaman Saga. Bagaimana bisa Saga tega akan membunuh darah dagingnya sendiri.

"Ini juga anakmu Saga," cicit Sean, ia tak terima dengan ucapan Saga yang terdengar enteng.

Broken [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang