Part 2 - Lelaki Yang Tidak Bertanggung Jawab

1.2K 152 5
                                    

Beberapa hari setelahnya, Allen hampir tidak pernah bertemu dengan Julia. Wanita itu hanya berbaring di kamarnya, tidak lagi memiliki waktu makan bersama, yang setidaknya dapat meredakan emosi Allen.

Allen akhirnya merasa seperti di rumahnya sendiri. Zinnia selalu memberitahu Allen tentang kondisi Julia. Mereka sudah memanggil dokter untuk mengecek keadaan wanita itu.

Bagi Allen, itu bukan berita yang penting. Ia hanya menyetujuinya tanpa pernah benar-benar melihat atau memperhatikan kondisi Julia. Rasa benci telah memenuhi hati Allen dan membuatnya gelap.

Dengan hati-hati, Allen mendorong kursi rodanya ke taman belakang, menikmati semilir angin senja yang menyegarkan. Meski terbatas pada kursi roda, dia gigih berlatih berjalan dengan bantuan Walker.

Setiap sore, Allen menghabiskan waktu berlama-lama di sana, berjalan bolak-balik dengan tekun hingga keringat membasahi wajahnya.

Taman adalah salah satu favorit Allen. Seiring berjalannya waktu, ia menghabiskan banyak waktu dan usaha untuk merancang dan membangun rumahnya, menginvestasikan sejumlah besar dana untuk memastikan setiap detailnya sempurna.

Menuangkan imajinasi dan pengetahuan arsitekturalnya, Allen mengubah rumahnya menjadi sebuah karya seni yang hidup, terutama taman.

Dengan cermat, ia menata lanskap, memilih setiap tanaman, batu, dan elemen dekoratif lainnya dengan teliti.

Setiap bagian taman memiliki peran dalam cerita yang ia ingin sampaikan, menceritakan tentang kreativitasnya yang tak terbatas dan kecintaannya pada keindahan alam.

Di sudut-sudut taman, bunga-bunga mekar dalam warna-warni yang semarak, menciptakan tampilan yang menakjubkan di bawah cahaya matahari. Batu-batu yang dipilih dengan hati-hati diatur sedemikian rupa, memberikan kesan alami yang terorganisir dan harmonis.

Dan setiap kali ia melangkah di rumah itu dan menyaksikan keindahan yang ia ciptakan, Allen merasa bahwa investasi waktu, pikiran, dan energinya terbayar dengan keindahan yang tak terkira.

Bibir Allen berkerut. Julia terlihat santai di kursi ayunan, membaca majalah.

Ketika pandangan mereka bertemu, Allen memutuskan lebih dulu. Dia memutar kursi roda, membatalkan niat menggunakan Walker.

"Allen," panggil Julia dengan lembut, menempatkan majalahnya dan mengubah posisi tubuhnya.

Turun dengan hati-hati dan memeluk perutnya. Allen mengabaikan Julia, wanita itu dengan cepat bergerak dan menangkap gagang kursi roda.

"Kamu mau pake Walker?"

Allen tetap diam. Menghentikan dorongannya karena Julia menahannya.

"Aku bantuin ya?"

"Nggak usah!"

"Biar kamu nggak jatuh." ujar Julia enteng, memutar kursi roda Allen dan mendorong kembali ke taman.

"Kamu ngerti nggak sih?" ujar Allen dengan nada tajam. "Aku bilang nggak, ya nggak! Kenapa jadi kamu yang maksa?"

"Aku tahu kamu benci banget sama aku. Tapi, tolong ..., jangan nolak bantuan aku. Aku mau bantuin kamu jalan sampai sembuh."

"Aku nggak butuh bantuan kamu!" Allen menegaskan lagi. "Apa lagi yang kamu rencanakan sekarang? Nggak bosan kamu pura-pura selama ini dan memanfaatkan aku?"

"Aku nggak memanfaatkan kamu!" potong wanita itu tegas. "Allen, kamu ...," Julia berhenti. Menahan napas agar pandangannya tidak kabur.

"Aku nggak bakalan kena tipu lagi ya! Aku tahu apa yang kamu rencanakan. Hal yang harus kamu tahu, kamu nggak bakalan dapet apa-apa dari aku! Kamu nggak bisa memanfaatkan aku lagi."

BROKEN VOWWhere stories live. Discover now