Part 5 - Permintaan Julia

1.1K 178 9
                                    

"Besok sore aku ke rumah sakit. Kamu ikut ya? Temani aku lahiran," pinta Julia pada Allen.

Dia berdiri di samping Allen, menyusun lauk di piring, dan meletakkannya di depan suaminya. Kemudian, ia mengisi air minum ke dalam gelas dan bergerak ke seberang tempat duduk Allen.

Allen menolak Julia yang mencoba melayaninya, namun wanita keras kepala itu tetap bersikukuh.

"Aku sibuk," ucap Allen.

Julia meletakkan sendok sehingga berdenting dengan piring keramik.

"Kamu sibuk apa?"

"Kerja," jawab Allen tanpa melirik ke arah Julia.

"Aku mau melahirkan," ucap Julia dengan tegas. "Pekerjaanmu bisa diambil alih oleh yang lain."

"Nggak bisa," ujar Allen.

Julia mencoba memperingatkan lagi, "Allen..."

"Lakukan apapun yang kamu inginkan. Tapi, jangan melibatkan aku. Kalau kamu mau melahirkan, silakan. Kamu mau kontrol ke dokter, kamu mau pergi jalan. Kamu mau makan di luar, terserah. Aku udah berulang kali ngomong ini. Jangan ganggu aku lagi."

Setelah itu, baik Julia maupun Allen kehilangan nafsu makan mereka. Allen meletakkan peralatan makannya dan memandang Julia tajam.

Allen bangkit dari kursi dan menggunakan tongkatnya menuju kamar.

Julia mengikutinya dari belakang, dia sangat marah. Selama ini Julia masih bisa bersabar dengan sikap acuh Allen. Tetapi tidak dengan kali ini.

Julia akan melahirkan, bayi itu milik mereka berdua. Tetapi, hanya Julia yang sibuk selama ini memikirkan bayi itu.

"Allen!" panggil Julia kencang. Dia mendorong pintu dan meraih lengan Allen dengan kasar. "Kamu nggak bisa semena-mena seperti ini! Ini juga anakmu."

"Terus kamu mau apa?" tanya Allen kesal.

"Kamu masih bisa tanya aku mau apa?" Julia meninggikan suaranya. "Aku mau kamu menemani aku lahiran! Kasih aku perhatian. Jangan menghindari aku. Tunjukkan tanggung jawab kamu sebagai seorang suami!"

"Julia, apa yang akan kamu lakukan jika keadaan kita terbalik? Kamu baru bangun dan tiba-tiba mantan yang membuang kamu mengaku-ngaku sebagai suami kamu? Sedangkan kamu benci banget sama orang itu?" tanya Allen lirih. "Kamu bakal terima begitu aja, sedangkan dia telah menghancurkan hidup kamu?"

Julia menahan napas dan matanya berkaca-kaca.

"Aku membutuhkan satu tahun penuh untuk melupakan kamu. Seperti orang gila, aku nggak berani keluar ke tempat umum. Aku nggak bisa membangun kepercayaan pada siapapun. Aku khawatir berakhir seperti yang kamu lakukan." jelas Allen pelan. "Sekarang, aku baru membaik. Aku mulai percaya dengan orang lain. Lalu tiba-tiba kamu muncul dengan semua ini. Jujur, aku bingung. Saat ini perasaan aku hanya ada benci untuk kamu. Dan, sekarang, benci itu nggak bisa aku kendalikan."

"Aku nggak bohong dengan hubungan kita sekarang. Kita menikah .... Kita bertemu lagi setelah satu tahun berpisah."

"Maaf, Julia. Aku nggak bisa percaya begitu saja."

"Aku minta maaf dulu pernah mengecewakan kamu." ujar Julia bersungguh-sungguh. "Aku mengerti dengan perasaan kamu yang masih benci sama aku. Aku nggak masalah dengan itu. Aku pantas kamu benci. Tapi ..., tapi jangan menolak anak ini."

"Aku nggak bisa ...," tolak Allen menggelengkan kepalanya.

"Kecelakaan itu terjadi saat kamu hendak pulang setelah aku mengabarkan berita kehamilanku. Kamu buru-buru pulang. Aku menyesal menelepon kamu malam-malam. Seharusnya aku menunggu kamu pulang. Aku nggak seharusnya mengikuti rasa egois ingin bertemu kamu karena aku sangat merindukan kamu. Dengan begitu, kamu nggak akan kecelakaan dan melupakan aku."

BROKEN VOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang