Part 21 - Kantor Baru

553 68 1
                                    

Part 21 - Kantor Baru

Allen telah memutuskan untuk pindah ke PT. Mega Mustika selama kontrak. Dia memberikan alasan pada pimpinan agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan akurat. Ini merupakan kali pertama bagi Allen menggunakan pekerjaan untuk urusan pribadi.

Tentu saja, Julia tidak mau mengalah dan memilih untuk berhenti bekerja. Wanita itu seolah-olah tidak menganggap Allen ada. Julia melakukan apa yang seharusnya sudah direncanakan sebelumnya.

Allen merasa bahwa dia tidak akan menang dari Julia. Dia mencari jalan lain, pertama-tama dengan pindah kantor agar bisa bersama Julia.

"Karena kamu dan saya yang bertanggung jawab atas pembangunan cabang, mulai sekarang kita akan berada di satu ruangan. Nanti kita akan meeting kalau ada perubahan atau hal penting tentang bangunan. Kamu pasti sudah mengerti," jelas Allen berbasa-basi panjang setelah selesai merapikan meja dan mendekati wanita yang pernah menjadi istrinya tersebut. Meskipun mereka belum bercerai secara hukum, bagi Julia keduanya sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

Julia memandang Allen tajam. Menunjukkan ketidaksukaannya dengan keputusan tiba-tiba Allen untuk pindah.

"Okay!" Julia memilih untuk meredam semua amarahnya. Kembali bekerja adalah keputusannya untuk tetap waras. Namun, sepertinya Julia akan gila jika harus bertemu Allen setiap hari.

"Mohon kerjasamanya, Julia," ucap Allen sambil mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.

Dengan senyum kerja, Julia menyambut tangan Allen dan setelah itu dia kembali duduk tanpa mengatakan apapun lagi.

Julia langsung sibuk mengurus pekerjaannya. Begitu juga dengan Allen. Namun, setiap kali Julia bergerak, Allen langsung menoleh, terutama jika Julia keluar dari ruangan sambil membawa dokumen, Allen langsung penasaran.

Dia mengutuk dirinya sendiri, mengapa tidak bisa tenang jika menyangkut Julia. Allen tahu, wanita itu sibuk dengan pekerjaannya. Tetapi dia penasaran apa yang sedang Julia bicarakan dengan rekan-rekannya.

Suara ketukan sepatu pantofel Julia yang terdengar tegas mengusik Allen. Dia sedang berusaha menahan diri agar tidak menoleh dan berdiri menyambut Julia yang kembali masuk ke ruangan.

"Pak Allen," ucap Julia berdiri di seberang Allen. "Saya meminta data-data yang sebelumnya kita diskusikan. Apakah sudah ada?"

"Ya, saya akan kirimkan melalui email," jawab Allen dengan tenang.

"Terima kasih," kata Julia dan berbalik kembali ke mejanya.

"Sebentar lagi akan istirahat, Kamu ada janji makan siang dengan siapa? Saya mau traktir kamu," tawar Allen melanjutkan.

"Saya sudah ada janji," tolak Julia menunjukkan wajah pura-pura menyesal.

"Baiklah, bagaimana kalau besok?"

"Saya nggak bisa menjanjikan."

"Kalau begitu, saya tunggu kapan kamu bisa."

Julia tidak menjawab. Dia fokus pada layar monitor sambil menggigiti pipi dalamnya.

Julia melirik Allen yang sedang berdiri dari kursi hendak keluar ruangan. Julia belum terbiasa berada di ruangan yang sama dengan Allen. Hanya mereka berdua saja, tanpa sekat.

Pandangannya Julia beralih pada ponsel di samping kanannya. Panggilan masuk dari Saren yang segera diterima oleh Julia.

"Ya, Saren," sapa Julia.

"Bu, saya udah kasih minum Finn. Tapi Finn masih nangis," jelas Saren.

"Udah lama nangisnya?"

"Tadi udah berhenti. Tapi ini nangis lagi."

BROKEN VOWWhere stories live. Discover now