romansa menengah atas

165K 5K 45
                                    

Molly berlari secepat mungkin melewati gerbang sekolah yang sebentar lagi akan ditutup oleh Pak Santoso. Dengan langkah terakhir Molly berhasil melewatinya lagi. Senyum kebanggaan terlihat diujung bibirnya.

''Molly!'' seru seorang murid perempuan dengan rambut diikat ekor kuda. Dia adalah Lolita atau biasa dipanggil oleh Molly dengan sebutan....

''Hai,,Lolicon,'' sapa Molly membuat Lolita cemberut.

''Ayo buruan.. Kelas olahraga akan segera dimulai,'' ucap Lolita, dan mereka berdua pun berlari menuju kelas untuk mengganti baju putih abu-abu dengan pakaian olahraga. Mumpung enggak ada siapa-siapa, tinggal kunci pintu dan tutup tirai.

Molly tampak bersemangat hari ini. Dia begitu ingin bermain voli kali ini. Molly dan Lolita langsung berlari menuju lapangan menyusul murid lain yang telah tiba terlebih dahulu.

Brukkkk

Terdengar suara seperti tubrukan oleh benda-benda tumpul.

Molly menyenggol seorang murid hingga buku yang dibawanya ikut terjatuh ke lantai membuat Molly membantu murid itu mengambilnya dan Lolita hanya diam terpaku ditempat.

''Molly...Molly,'' panggil Lolita pelan berulang kali.

''Tunggu bentar Lolita.'' Molly mengangkat sebelah tangannya memberi aba-aba sambil memungut buku yang terakhir dan melihat murid yang tadi disenggolnya.

''Kamu?'' tunjuk Molly dengan wajah terkejut dan sedikit ngeri. Seolah ia baru saja melihat penampakan astral.

''Makanya kalau jalan pakai mata dan ikat tali sepatumu,'' ucap murid itu melirik bagian kaki Molly lalu pergi sambil membawa buku-buku tebal yang jatuh tadi. Molly masih diam ditempat dan Lolita menepuk bahunya.

''Aku tahu kalau dia itu mempesona tapi sumpah baru kali ini aku mendengar langsung suaranya, gila cowok banget,'' komentar Lolita tak henti-hentinya menatap kepergian murid yang bernama Arga. Dia adalah murid idola para perempuan, apalagi kalau bukan karena posisinya sebagai vokalis band Equidos. Sebuah band yang beranggotakan Arga, Rehan, Moki, Hilman dan Xero, mereka semua murid SMA Pelita Bangsa. Tempat Molly dan Lolita menuntut ilmu.

''Tapi menurutku Canon lebih baik,'' balas Molly membanggakan Canon. Ketua Osis yang juga teman SMP Molly, walau mereka hanya kenal sebatas nama lebih tepatnya kenal nama sepihak, cuma Molly doang. Molly sudah lama kagum pada Canon hanya saja mengingat dia yang baru kelas satu, tidak berprestasi dan agak bandel membuatnya mengurungkan niat untuk kenal lebih jauh dengan Canon.

Perbedaan mereka berdua sulit untuk disatukan pada era sekarang. Molly tidak akan pernah mempercayai drama yang menampilkan keajaiban yang bisa membuatnya berakhir bersama Canon.

Molly dan Lolita yang datang terlambat mendapat hukuman harus mengelilingi lapangan basket selama 3 putaran.

''Apes banget hari ini, roti bakar aku gosong, hampir terlambat ke sekolah dan dapat hukuman gini,'' ucap Molly mengeluh sambil terus berlari kecil.

''Roti bakar kamu gosong pasti karena asyik nonton kartun pagi, terlambat ke sekolah karena nungguin Kak Canon lewat depan rumahmu, tapi aku tak masalah dihukum karena gara-gara kejadian tadi aku bisa mendengar suaranya,'' balas Lolita dan Molly memutar bola matanya yang secara tak sengaja bertemu pandang dengan Arga yang sedang berdiri dilantai dua sambil menatap ke bawah. Molly mengira mungkin hanya kebetulan, tetapi pada putaran ketiga saat Molly kembali menatap lantai dua masih ada Arga yang juga menatapnya.

Akhirnya Molly dan Lolita diizinkan kembali bergabung bersama murid kelas 1-E yang lain. Nasib baik kali ini datang, Molly kini bermain voli dengan melawan tim Lolita. Pertandingan cukup menyenangkan hingga bola voli yang dipukul Molly mengenai kepala Canon yang kebetulan melintas dipinggir lapangan.

''Aduh, maaf... maaf.'' Molly tergagap saat melihat Canon meringis menyentuh kepala bagian belakangnya.

''Molly bawa Canon ke UKS,'' perintah Pak Rudy, sang guru olahraga melihat kejadian itu.

Molly merasa begitu bersalah dan itu terlihat dari raut wajahnya. Kini Canon duduk sambil diobati oleh dokter sekolah.

"Perbannya harus diganti tiap dan jangan lupa kasih antiseptik," jelas sang dokter yang kemudian pergi meninggalkan Molly dan Canon berdua di ruang UKS.

"Makasih dok," balas Molly.

''Soal kejadian ini aku minta maafKak Canon,'' ucap Molly menunduk dan Canon bangkit dari tempat duduknya.

''Tidak apa-apa kok, kamu boleh kembali ke lapangan. Lagipula luka seperti ini tidak akan membunuhku,'' ucap Canon sedikit bercanda dan Molly hanya mengangguk pelan tanpa menatap Canon, saking malunya.

''Oh ya, nama kamu Molly kan? Senang bertemu denganmu,'' ucap Canon membuat Molly hampir berlonjak kegirangan karena Canon tahu namanya.

Setelah menutup pintu UKS senyuman lebar langsung tercipta diwajah Molly, sambil berlari kecil Molly berjalan menuju lapangan, namun diujung lorong terlihat Arga bersama murid perempuan lain sedang mengobrol sehingga Molly memperlambat jalannya.

''Kenapa kamu tidak mau menerima aku? Kitakan sudah kenal lama dan selalu jalan bareng?'' seru murid perempuan itu memegang lengan Arga, karena lorong sunyi dan suaranya cukup keras jadi Molly dapat mendengar perkataannya walau masih berada lima meter dari mereka berdua.

''Karena aku sudah punya pacar,'' ucap Arga dan murid perempuan itu terlihat kaget.

''S-siapa?''

''Dia.'' Dunia bagai baru saja runtuh dirasakan Molly saat Arga menarik tangannya ketika dirinya pas berada sejajar antara kedua orang itu.

''Kamu pasti bercandakan? Siapa dia? Dia bahkan bukan jenis--"

''Benar Nanda, dia bukan murid populer kayak kamu atau murid pintar kayak Rena. Tapi dia wanita aku sukai saat ini,'' ucap Arga sukses membuat Molly terkejut sekaligus kesal seketika, sejak kapan ia menjadi pacar Arga. Murid perempuan bernama Nanda langsung berlari pergi ketika Arga menggenggam erat tangan Molly.

''Kau sudah gila?'' emosi Molly berusaha melepas tangannya, tetapi Arga terlalu kuat baginya.

''Mulai sekarang kau pacarku. Tidak ada penolakan,'' ucap Arga tegas menyudutkan Molly di dinding.

''Sekarang kembali ke lapangan, sampai jumpa nanti,'' ucap Arga berlalu pergi dan meninggalkan Molly yang masih shock berat.

Molly pun kembali ke lapangan, tetapi tidak ikut bermain voli hanya duduk dibangku pinggir lapangan. Otaknya masih berusaha mencerna maksud perkataan Arga tadi, tapi semuanya tidak bisa ia terima secara akal.

''Bagaimana Kak Canon?'' tanya Lolita menghampiri Molly dan duduk disampingnya.

''Oh..baik dan dia tahu nama aku,"' jawab Molly datar dan Lolita heran melihat reaksi sahabatnya itu.

''Kenapa kayak enggak senang gitu?'' tanya Lolita merasa aneh, seharusnya Molly senang bukannya namanya sudah diketahui Canon tanpa harus berkenalan, artinya Canon cukup tahu soal Molly mengingat Canon sudah kelas tiga. Dan bisa saja Canon sering memerhatikannya. Barangkali saja.

''Aku senang, sangat senang, sampai dia datang seolah melegalkan aku sebagai pacarnya dengan cara ilegal,'' ucap Molly terlihat kesal sesekali menghembuskan nafas.

''Dia siapa?'' tanya Lolita terlihat bingung.

''Aku mau kembali ke kelas saja, rasanya perutku mual dan kepalaku pusing,'' ucap Molly berjalan meninggalkan lapangan. Ia merasa otaknya bekerja lebih berat dibanding ketika ujian semester.

''Kenapa nasib baik dan buruk selalu datang bersamaan?'' gumam Molly dalam perjalanannya ke kelas.

***

Be My Girl, I'm Yours Be Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang