senyap

31.8K 1.6K 6
                                    

Molly masih penasaran dengan lukisan yang ia lihat kemarin. Banyak hal yang membuatnya penasaran, jika memang dirinya lah dalam lukisan itu maka apa maksud Alvin melukisnya yang jelas-jelas bukan model apalagi artis. Belum lagi kemunculan Arga di sekitar rumahnya, walaupun bukan unsur kesengajaan, tapi cukup membuat perasaannya tidak karuan.

''Kau tak keluar?'' tanya Lolita teruburu-buru masuk ke dalam kelas.

''Apa?''

''Kau tak mendengar kepala sekolah berteriak untuk upacara,'' ucap Lolita segera keluar kelas dan Molly hanya terdiam untuk beberapa saat.

Dengan helaan napas panjang, Molly berusaha bangkit dari tempat duduknya, tiba-tiba muncul suara dari balik kantung baju putihnya yang ia pakai.

Tolong aku, tembok samping. – Alvin

Sekali lagi helaan napas keluar dari mulut Molly. Dengan langkah hati-hati dan mata yang terus siaga, ia mulai menelurusi lorong-lorong kelas, takut ada guru yang melihatnya. Bagi Molly upacara adalah salah satu kenangan yang tertinggal kala dirinya mengenal Arga, bagaimana kakak kelasnya itu dengan percaya diri berdiri di belakangnya seolah menjaga ia dari tatapan intimidasi dari pengagumnya sendiri. Tembok berwarna abu-abu membuat Molly malah bingung. Apa maksud Alvin sebenarnya? Dengan cepat ia mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana, terlalu berisiko jika harus menelpon, bisa-bisa ada yang mendengarnya terutama guru-guru dan berpikir bahwa Molly sedang tidak menghargai pejuang bangsa, mangkir dari kewajiban seorang murid teladan maksudnya. Upacara. Mengingatkan kata itu mengingatkan dirinya pada seseorang, selalu begitu.

Molly : Udah sampai, lu dimana?

Alvin : Gak percaya, coba lempar kayu atau batu ke balik tembok.

Molly mendengus membaca chat Alvin, namun ia tetap melakukan apa yang tertulis. Akhirnya batu yang ia lemparkan, dengan alasan jika kayu maka efeknya tidak akan sebesar kayu jika mengenai kepala Alvin. Katakan ia jahat, tetapi siapa suruh menyuruhnya ke sini untuk hal-hal yang ia sendiri belum mengerti.

Alvin : Aduh, kena bahu nih. Ada enggak tangga atau apa kek, lagi terlambat nih.

Molly : Sori. Telat datang bulan? Mending tiduran aja di rumah.

Sambil menunggu balasan dari Alvin, mata Molly mencoba mencari tangga atau semacam yang mungkin bisa ia gunakan untuk menolong Alvin. Sebuah benda terbuat dari kayu, mirip tangga tapi dalam keadaan tidak utuh. Dilihat dari keberadaannya sepertinya digunakan oleh para murid untuk membolos. Bingung bagaimana cara untuk memberikannya pada Alvin, dengan berat hati Molly naik terlebih dahulu.

''Gimana caranya?'' tanya Molly dengan muka tegang, ini pengalaman pertamanya melakukan hal seperti ini. Dulu waktu bolos bareng Canon, ia bahkan belum memasuki area sekolah.

''Hey, siapa itu?'' sebuah suara teriakan membuat Molly takut, terdengar seperti suara guru yang sedang berpatroli. Akibat rasa gugup dan mungkin berat badannya, akhirnya Molly terjatuh ke luar tembok yang kemudian menimpa tubuh Alvin.

Sebuah suara decikan kayu terdengar, membuat baik Molly maupun Alvin berlari sejauh mungkin dari sekitar sekolah.

''Hufh ... capek banget,'' ucap Molly terduduk di trotoar.

Alvin tertawa geli. ''Wah muka senior memerah, dan aku memang telat tapi bukan telat bulan, bintangnya.''

Mendengar ucapan Alvin yang seperti sebuah candaan, walau sama sekali tidak lucu sebuah tatapan tajam dilayangkan oleh Molly.

Molly bangkit berdiri. ''Karena sudah terlanjut begini, sudahlah ayo, lagipula ini bukan bolos pertama.''

''Benarkah? Dulu bolos juga? Sama siapa?''

Be My Girl, I'm Yours Be Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang