lovely-lonely

26.3K 1.5K 8
                                    

Jika orang bilang kalau sedang sakit hati maka kehidupan bagai akan langsung berubah begitu saja. Mungkin benar adanya bagi Molly. Setelah kabar buruk yang diterimanya tentang pertunangan Arga, dirinya menjadi hilang nafsu makan, menderita insomnia, dan segala yang dilakukannya terasa berat. Sejak pertemuannya di bioskop Arga juga tak pernah menghubunginya seolah membenarkan semua yang dipikirkan Molly kini.

Mungkin bagi orang lain patah hati itu wajar. Hal-hal tentang galau lumrah terjadi, namun bagi Azka itu mimpi terburuk bagi Molly. Suatu malam ia mendapati adiknya itu menangis dan memaksa Molly yang awalnya bungkam, jadi menceritakan alasan kesedihannya itu. Dan kini ia tahu, namun tak bisa berbuat apapun. Mana mungkin dirinya menghakimi dan menyuruh Arga membatalkan pertunangannya bukan?

Dan salah satu hal yang dibenci Azka sejak Molly tahu kabar pertunangan Arga adalah saat-saat seperti sekarang. Molly berteriak dalam tidurnya lalu terbangun pada tengah malam-menjelang subuh.

''Molly, minum ini.'' Azka memberi Molly segelas air putih. Diperhatikannya keringat dingin dan wajah pucat Molly. Ia yang sakit hati melihat gadis yang sangat disayanginya itu menjadi seperti sekarang.

Molly memeluk Azka. ''Kak Azka gak usah khawatir, semua akan baik-baik saja,'' ucapnya dengan air mata yang telah jatuh dikedua pipinya. Ia tahu kakaknya sangat mencemaskan dirinya, tak seharusnya ia melakukan hal-hal yang akan membuat Azka merasakan cemas, sedih dan lelah seperti ini. Tetapi itu juga bukan keinginannya, sudah tiga hari berturut-turut ini ia mengalami mimpi buruk yang mengakibatkan dirinya terbangun sambil berteriak seperti sekarang. Misalnya tadi, ia bermimpi terjatuh dari tebing.

''Kakak tau, kalau Molly anak yang kuat dan tetaplah begitu. Tapi jika tak tertahankan lagi ceritalah, menangislah atau relakanlah,'' ucap Azka mengelus rambut Molly dalam posisi masih saling berpelukan.

Molly semakin terisak. Ia sudah bercerita, sekarang waktunya menangis dan untuk merelakan ia tak yakin. Perlahan badannya melemah, matanya tertutup dan kemudian jatuh tertidur.

Azka melentangkan Molly di atas kasur lalu menyelimutinya. Sebelum keluar dari kamar ia mengecup kening adiknya sambil memejamkan mata. Menahan, yah iya juga menahan agar air matanya tak jatuh. Jika dirinya juga runtuh karena melihat Molly menangis maka siapa yang akan menguatkan gadis itu kala dirinya menjadi seperti malam ini.

***

Lolita menatap dari lantai dua, Molly yang kini sedang tertawa keras di lapangan basket. Bermain basket. Melakukan sesuatu yang belum pernah sebelumnya ia lakukan. Awalnya ia khawatir, namun sekarang lebih baik dibanding seminggu yang lalu.

Saat-saat dimana Molly datang ke sekolah dengan wajah pucatnya, menjadi pendiam dan terus menyendiri. Akhirnya Lolita tahu apa penyebabnya lewat Azka, ketika kakak laki-laki Molly berpesan untuk menjaga dan melaporkan perilaku mencurigakan yang mungkin dilakukan sahabatnya itu. Sejauh ini sih menurut Lolita masih di batas kewajaran, Molly juga masih terus masuk belajar dan mengerjakan tugas, tidak pernah bolos. Namun terkadang Molly tidak makan siang atau pergi ke kantin, tetapi memilih ke perpustakaan untuk tidur hingga bel jam terakhir terdengar.

''Molly, bisa main gak sih?'' teriak Rara, salah satu anak basket yang sedari tadi gemas melihat cara bermain Molly yang benar-benar amatir.

Molly hanya melempar senyum bodoh. ''Makanya ajarin,'' ucapnya manja mengayun-ayunkan pergelangan tangan Rara.

Lolita melongo tak percaya dengan apa yang dilakukan Molly barusan. ''Okay, ini mulai gak normal,'' gumamnya lalu mulai berjalan menuju lapangan basket.

Di lapangan basket sendiri Rara berdiri berkacak pinggang. ''Gue tadi udah ngajarin dribble, shoot-''

''Yang mana lagi ini?'' Molly mengangkat sebelah tangannya bingung, sungguh ia tak ingat istilah gerakan yang tadi Rara praktekkan.

''Apa?'' Mata Rara melotot. Hampir setengah jam ia mengajari Molly hal-hal sadar tentang basket, tetapi tak satu pun diingatnya?

''Hahaha ... dia cuma pura-pura kok, mending gue yang gantiin,'' ucap Lolita memasuki lapangan basket lalu menunjuk Molly. ''Akan kuperlihatkan permainan indah, mending pemula menyingkir dulu.''

Molly cemberut dan mencibir. ''Iyah, aku ini memang pemula L-O-L-I-T-A.''
Awalnya Molly kesal karena kesenangan barunya-bermain basket baru saja diambil alih Lolita. Tetapi belum sepuluh menit Lolita bermain dia sudah mencetak enam poin berturut-turut. Perasaannnya pun berubah menjadi bangga terhadap sahabatnya itu. Dan itu beberapa menit yang lalu itu ia tak lagi begitu memikirkan masalah Arga dan pertunangannya. Sibuk melihat operan bola sana ke sini.

***

Molly merebahkan tubuhnya di atas kasur. Setelah mandi sore dengan memakai baju tidur sejenis piyama, ia memasang earphone yang tersambung pada iPod miliknya. Menyetel lagu-lagu kesukaannya. Sialnya, rata-rata lagu tersebut adalah lagu mellow dengan lirik menyayat hati.

Dengan memejamkan mata Molly tetap menghayati nada-nada yang mengalun. Dan ketika lagu Back to December milik Taylor Swift terputar ia membuka mata. Satu hal yang ia sadar bahwa selama ini ia mungkin belum cukup berusaha. If we loved again I swear I'd love right, mungkin itu penggalan lirik yang mengambarkan perasaannya sekarang.

Tok tok tok

Suara ketukan terdengar. Molly terbangun-masih duduk di atas kasur. Pintu terbuka dan Azka berdiri dengan sebelah tangan dimasukkan ke dalam saku celana olahraga lalu bersandar di pintu. Sepertinya baru saja pulang dari lari sore. Tak punya waktu jika di pagi hari alias selalu telat bangun.

''Makan malam?''

''Ibu dan Ayah sudah di meja makan?'' tanya Molly meluruskan kakinya.
Azka menggeleng. ''Mereka ada acara, anniversarry ke dua puluh sembilan."

Mata Molly melebar lalu menatap kalender yang tergantung di dinding kamarnya. Ia mendesah. ''Benar, hari ini. Aku lupa mengucapkannya kepada mereka ... Tapi kita akan makan malam apa? Kak Azka kan tidak tau masak. Dan Molly lagi super malas,'' ucap Molly kembali merebahkan tubuh di kasur.

''Sup asparagus?''

''Ayo,'' kata Molly cepat, seketika bangkit dari kasur.

Azka tertawa geli. ''Baiklah, ganti bajulah selama lima menit atau menu akan berubah menjadi nasi goreng.''

Makan malam Molly dan Azka layaknya sepasang kekasih. Berada di restoran elit dengan interior classic-modern dan setiap meja memiliki kamar atau ruangan kecil tersendiri. Jika orang tak tahu hubungan keduanya, mungkin mengira bahwa mereka adalah pasangan. Molly awalnya heran dimana kakaknya dapat uang untuk mentraktirnya, karena dirinya tahu betul berapa uang bulanan yang diberikan ibunya kepada Azka dan sudah betul hampir setengahnya habis buat membeli miniatur avengers, hobi terbaru Azka. Mungkin lagi gajian, batin Molly.

Azka sengaja mengajak Molly keluar makan malam. Dan setelah itu mereka tak langsung pulang. Senyum langsung tersungging dibibir Molly saat melihat drama panggung jalanan yang diadakan sebuah kelompok mahasiswa demi penggalangan dana. Menceritakan tentang penantian gadis yang memakai gaun pengantin dan ditinggal kekasihnya di hari pernikahan, namun tak kunjung kembali hingga gadis itu meninggal sambil masih mengenakan gaun pengantinnya. Sedih, tragis? Memang, untung hanya drama. Tetapi Molly melihatnya dengan saksama bahkan tak mencibir atau berkomentar buruk tentang itu.

''Bodoh,'' gumam Molly begitu duduk di ruang tengah rumahnya.

Azka yang dari dapur mengambil sebotol air ikut duduk-samping Molly. ''Siapa? Aku?'' tanyanya mendengar ucapan Molly tadi.

''Bukan, gadis di drama itu. Jika dia meninggalkanmu untuk apa menunggunya,'' jelas Molly menatap ke depan.

Azka membuka tutup botol dan menjejalkan air ke tenggorokannya lalu menoleh ke samping. ''Karena dia berharap dan percaya bahwa kekashinya akan kembali. Bukankah perasaan seperti itu biasa dirasakan wanita dalam film-film romantis.''

''Tidak,'' kata Molly cepat.

Molly menoleh menatap kakaknya dengan serius. ''Ada yang tak menunggu.'' Ia menghela napas lalu menatap kembali ke depan. ''Aku harap orang itu aku.''

Azka terdiam beberapa saat lalu mengerjapkan matanya.


***





Be My Girl, I'm Yours Be Mine?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang