overdose

43.3K 2.7K 43
                                    

Hari pemilihan ketua osis pun dilaksanakan. Khusus hari itu semua pelajaran diliburkan, bukan berarti tidak perlu ke sekolah, karena absen setiap pelajaran tetap akan dilakukan. Sistem pemilihannya adalah para murid harus terlebih dahulu mengambil nomor antrian yang langsung diberikan panitia, hal ini dilakukan agar lebih tertib. Cukup kartu pelajar dan nomor antrian maka mereka bisa memilih. Setelah memilih maka nomor antrian akan diberi stempel, dimana nomor antrian dapat digunakan untuk mengganti absensi yang bolos atau tidak hadir tanpa keterangan dengan batas tertentu selama bersekolah disini. Aneh dan unik bukan? Jadi para murid pembolos akan bela-belain berdesak-desakan mengantri dan memilih. Sekolah Pelita Bangsa hanya ingin mengajarkan lebih serius tentang memilih dan dipilih.

Molly berlari sambil membawa nomor antrian. Ia kembali terlambat karena bangun kesiangan.

''Kau sudah selesai?'' tanya Molly melihat Lolita memasukan nomor antrian ke saku bajunya.

''Hm.'' Lolita hanya mengangguk dan Molly segera mengantri. Rupanya para murid harus berada di dekat bilik pemilihan untuk bisa mendengar nomor mereka disebut karena apabila telah disebut 3 kali dan murid itu tak kunjung datang maka stempel hanya akan diberikan pada ujung kertas nomor antrian, artinya mengurangi separuh kegunaannya, apabila nanti datang belakangan untuk memilih.

''Siapa sih buat peraturan aneh ini?'' gerutu Molly harus memasuki kerumunan murid.

''89!''

''Nomorku tidak lama lagi,'' komentar Molly berusaha menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh, tetapi tubuh mungilnya tak menolong sama sekali. Berkali-kali Molly hampir jatuh terduduk.

Gleep..

Seseorang menarik pinggangnya dan mencengkramnya dengan kuat dan sebuah tangan memeluk lehernya. Merasa seseorang mengambil kesempatan dalam penderitaannya dengan sikunya Molly memukul tubuh orang itu.

''Tenanglah atau kau akan terinjak-injak.'' sebuah suara berhasil membuat Molly terdiam.

Arga, bisik Molly dalam hatinya.

''95!''

Molly seperti tertahan untuk bernafas. Jantungnya terpacu secara cepat, hembusan nafas Arga terasa ditelinganya membuat gadis itu geli sendiri.

''99!''

Syukurlah nomorku telah disebut, ujar Molly lega dalam hati.

Dengan langkah cepat Molly memberikan kartu pelajar dan nomor antrian dan masuk ke dalam bilik yang tertutupi tirai. Molly cukup kebingungan memilih karena ia tak mengenal dan tahu siapa nama-nama yang berada dalam kertas yang akan dicoblos. Namun ingatannya pada Lolita memberinya satu nama, tak mau membuat yang lain menunggu, dengan cepat Molly menyoblos dan beranjak keluar, namun sebuah tangan dari bilik sebelah yang hanya tertutupi tirai menggenggamnya.

''Kita perlu bicara,'' ucap orang itu menarik Molly keluar dan mengambil kartu pelajar dan nomor antrian mereka. Muka Molly merah padam karena malu ditatap para murid yang ada di luar.

Arga membawa Molly menuju ke samping sebuah gedung yang sepi.

''Ada apa?'' Molly terlihat berusaha tenang walaupun ia sebenarnya bisa merasakan detakan jantungnya sendiri.

''Maafkan aku.'' Arga melepas genggamannya, ''Dan terima kasih untuk segalanya selama ini.'' Arga menatap dalam Molly dan menariknya dalam pelukannya.

''Sekarang aku akan benar-benar melepasmu setelah kemarin melihatmu terlihat bahagia dengannya,'' ucap Arga masih memeluk Molly.

'' Because I know, I've never been the only one for you.'' Arga melepas pelukannya dan beralih memegang kedua bahu Molly.

''Bahagialah, tersenyumlah dan sampai jumpa.'' usai mengatakan semua itu Arga beranjak pergi dan meninggalkan Molly yang matanya memanas dan menahan air matanya agar tak jatuh namun ketika sosok Arga telah pergi, butiran air mata turun tak terbendung.

Be My Girl, I'm Yours Be Mine?Where stories live. Discover now