8. PRIA AROGAN

91.8K 5.6K 1.5K
                                    

⚠️Males ngetik panjang, singkat padat vote. Jangan siders. Lestarikan vote di setiap bab marselana yang kalian baca⚠️

8. PRIA AROGAN

Suara sepatu yang beradu dengan lantai keramik terdengar menggema di koridor sangking lajunya sang pemilik kaki melangkah. Alana cengkeram erat tali tas sandangnya saat dirasa orang di belakang sana juga berjalan cepat, seperti menyusulnya.

"BERHENTI ENGGAK LO!"

Alana berlari kencang, untuk apalagi cowok itu mengejarnya coba? Tugasnya sudah selesai, sekarang waktunya dia pulang, begitu kan yang dibilang Marsel kalau dia sudah membelikannya air mineral?


Gadis itu bersin berkali-kali, matanya juga memberat, suhu badannya jangan ditanya lagi bagaimana panasnya sekarang, entah berapa derajat celcius. Kenapa demamnya tak juga turun? Apa obat yang ia makan tadi pagi kadaluarsa?

"GUE BILANG BERHENTI! PUNYA TELINGA ENGGAK LO?!"

Para sahabat Marsel ikut berlari di belakang ketuanya, beberapa siswi yang menonton permainan basket juga berada tak jauh dari mereka di belakang, saling berbisik.

Tepat saat Alana berada di halaman depan gedung Smansa, gadis itu dibuat melangkah mundur akibat sentakan kuat ditas punggungnya.

"GUE BELUM NYURUH LO PULANG!"

Teriakan nyaring itu langsung menyambut saat Alana berbalik, menatap nanar tas ransel pemberian ayahnya yang kini tergeletak di tanah, kedua talinya terpisah, alias putus.

Alana masih ingat betul, itu hadiah dari Jarwo saat dirinya mendapat juara umum sewaktu SMP. Tas murah yang Ayahnya berikan diiringi senyuman lelah karena seharian menyetir sembari berujar 'maaf ya nak, cuman tas tiga puluh lima ribu ini yang bisa Ayah kasih ke kamu sebagai hadiah, nanti kalau Ayah sudah punya banyak uang, Ayah belikan yang lebih mahal dan juga lebih bagus dari ini,' pandangannya memburam oleh air mata.

Alana mendongak, memberanikan diri menatap mata kelam Marsel. Bukannya kasihan, Marsel malah membentak Alana semakin keras. "APA?! PAS GUE SURUH BERHENTI MALAH ENGGAK NURUT LO!" Marsel menoyor kuat jidat Alana. "MAU BENTAK GUE LAGI SEPERTI TADI?!"

Alana menggeleng lemas, ia tidak bisa melawan. Marsel amatlah menyeramkan juga berkuasa. Enam sahabat Marsel yang menonton dari jarak jauh juga tidak membelanya seperti tempo hari. Tak ada yang berani kepada Marsel jika cowok itu sudah berteriak seperti sekarang.

Orang miskin seperti Alana ibaratnya tak punya mulut untuk berbicara. Tak diberi kesempatan untuk menyuarakan rasa sakit hatinya. Uang, kekuasaan, seolah bisa menutupi semuanya. Tangannya terkepal, pada akhirnya, dia hanya bisa menerima takdirnya, menelan semuanya sendiri dengan luka yang terus menganga.

Anggota amigos memandang iba Alana, sementara siswi memberikan tatapan mengejek, merasa terhibur juga puas melihat wanita yang selalu berada di sisi Marsel kini menangis tanpa suara.

"Hapus air mata sialan lo itu!"

Bukannya berhenti, Alana semakin deras meneteskan air mata. Gadis itu sudah berusaha menghapus air matanya, namun tetap, tidak berhenti mengalir. Tas itu sangat berharga bagi Alana, hadiah pertama yang diberikan oleh cinta pertama setiap anak perempuan, walaupun harganya tak seberapa.

Marsel menggeram dengan amarah yang seolah-olah berada di ubun-ubun. "Gak mau berhenti nangis hm?"

"Enggak bisa," suaranya tercekat. "Maaf Sel." Alana dengan cepat menutup mulutnya, meredam isakan tangisnya, takut membuat amarah Marsel makin memuncak lalu mencekik mati dirinya di sini.

MARSELANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang