⚠️Lestarikan vote di setiap bab yang kalian baca. Dilarang keras menjadi siders pada lapak ini⚠️
Jadilah pembaca bijak yang tahu cara menghargai karya orang lain setelah menikmatinya.
Happy reading
23. TIDAK LAGI SAMA
Kita berdua adalah dua orang yang sama-sama gagal. Kau yang gagal mengerti cara peduliku, dan aku yang juga gagal mengerti cara pedulimu.
***
Pada siang hari, setelah rambut Alana selesai dirapikan oleh wanita dewasa kisaran umur dua puluh sembilan tahunan itu, Alana kira, Marsel akan pulang, atau setidaknya, Marsel datang bersama perempuan itu.
Namun, hingga kapster wanita tadi pamit untuk pulang, Marsel tetap tidak kunjung juga menginjakkan kaki ke rumah. Alana masih bisa tenang saat itu, berpikiran kalau Marsel pergi ke sekolah, jadi seharian setelah melakukan pekerjaan rumah, Alana hanya berleha-leha, nonton drakor kemudian tidur lalu bangun dan makan.
Kejanggalan dalam hati Alana baru muncul di sore hari, ketika waktu sudah menunjukkan pukul enam petang, dan Marsel, masih belum pulang.
Sudah belasan kali Alana mencoba untuk menghubungi Marsel serta mengirimkan spam chat padanya, dan nihil, panggilan teleponnya tidak Marsel angkat, rentetan pesan yang Alana berikan, juga tidak Marsel balas.
Usaha Alana tak hanya sampai di situ saja, Alana mencoba menghubungi sahabat-sahabat Marsel. Namun seolah sepakat, atau memang Marsel yang melarang, Alana tidak tahu pasti, yang jelas, satu pun dari mereka, tidak ada yang sudi menjawab panggilannya dan membalas pesannya.
"Neng mau Bapak bantu buat nyari Aden?"
Alana secepat kilat mendongak, mata bulatnya penuh binar menatap satpam yang bersiap untuk pulang ke rumahnya. "Nyari ke mana Pak?"
Satpam tadi menggaruk kepalanya, bingung harus menjawab apa. Jujur saja, pria paruh baya itu merasa sangat iba pada Alana, karena dari jam empat sore sampai jam enam, gadis ini numpang duduk di pos jaganya dengan mata yang terus memandangi pagar, berharap kalau motor Marsel akan segera lewat di sana.
Wajah Alana yang tadinya sumringah berubah murung ketika satpam itu tidak menjawab pertanyaannya. Kemudian Alana tersenyum. "Enggak usah deh Pak. Paling bentar lagi Marselnya pulang kok."
Satpam itu seperti turut merasakan kesedihan yang tercipta di wajah cantik Alana. "Mau Bapak temani nunggu Aden?"
Alana menggeleng pelan. Bibirnya masih setia tersenyum. "Enggak usah Pak. Bapak pulang aja, anak Bapak yang paling kecil pasti udah nyariin dari tadi."
Satpam itu tidak sampai hati bila harus meninggalkan Alana sendirian di rumah, apalagi kondisi Alana sekarang, belum benar-benar fit. Dia takut Alana kenapa-napa nanti, dan tak ada yang menolongnya. "Neng yakin enggak papa kalau Bapak tinggal sendirian?"
Alana mengangguk mantap. "Yakin Pak. Saya juga yakin kalau Marsel bentar lagi sampai ke rumah."
Akan tetapi setelah beberapa waktu kemudian, Alana dibuat kecewa dengan keyakinannya sendiri. Hingga pukul sebelas malam, di rumah besar itu hanya ada dirinya, sendirian, sementara ada di mana dan ke mana Marsel, Alana tidak tahu.
Lauk pauk di meja makan, perlahan mulai mendingin, sedingin udara malam ketika Alana berdiri di teras rumah selama satu setengah jam, sambil menggosok-gosok kedua lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MARSELANA
Teen FictionTinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan bajingan yang Marsel miliki. Laki-laki problematik yang berusia satu tahun di atasnya itu adalah soso...