42. SEBUAH IKRAR DI MASA SENANG

89.7K 5.1K 1.2K
                                    

42. SEBUAH IKRAR DI MASA SENANG

Dari sekian banyaknya kata semoga, yang paling kusemogakan adalah, semoga nanti, aku tidak ingkar janji.

Alana Gardenia Senja

Bertambah petangnya hari tidak menjadi masalah bagi muda-mudi di pantai sana. Matahari yang hampir menghilang di bawah garis cakrawala sebelah barat pun tak mereka indahkan. Ternyata memang betul, letih tak kan terasa bila berada di sekitar manusia gemar bercanda. Rahang Alana terasa sakit sebab dari tadi mulutnya tak henti-hentinya terbuka, terbahak, tawanya lepas hingga mata bulatnya menyipit kemudian berair.

Arlan tersenyum kecil, menatap takjub ke arah Alana yang kini tengah digombali oleh Daren dan Farel. Pantas saja Marsel dibuat gila oleh gadis itu. Alana punya tawa teduh begitu khas, lebih indah dari pada sinar surya yang akan tenggelam. Senyumannya hangat sekaligus menenangkan di waktu bersamaan. Andai Arlan terlahir kembali untuk jadi wanita pada kehidupan selanjutnya, Arlan ingin sekali punya senyuman seperti itu.

"Mau tahu gak Na kenapa air laut rasanya asin?"

Sejujurnya Alana tidak ingin tahu jawaban dari pertanyaan Farel barusan. Alana menebak dalam hati, pasti yang Farel ucapkan nantinya tidak akan jauh dari kalimat rayuan. Namun, demi mempertahankan suasana damai, Alana memasang tampang penasaran yang tentu saja dibuat-buat.

"Gak tahu. Memangnya karena apa kak?" Sedikit Alana angkat celananya supaya tak basah ketika air laut bergulung pelan menghampirinya.

"Karena yang manis itu senyum lo."

Apa Alana akan menjerit? Tentu tidak. Dia hanya tertawa garing lalu kembali memantau Marsel yang tengah asyik berbincang dengan Aksara. Cowok itu ada di sana, duduk lesehan sedikit jauh dari tempatnya berdiri, terlihat tidak peduli, meski dua sahabatnya terus menggoda dirinya dari tadi. Kalau Marsel begini terus dampak buruknya ke suasana hati Alana. Gadis itu jadi kesal sebab sekarang dirinya bak pacar setengah jam tak dianggap.

"Gak lucu ya Na? Memang. Karena yang lucu itu lo."

Kembali Alana pusatkan atensinya pada Farel. Dan tanpa sepengetahuannya, saat ia menoleh ke arah lain, barulah mata tajam Marsel memandangnya dari kejauhan dengan senyuman samar menghias bibirnya.

Posisi Farel sedikit tersingkir dari samping Alana akibat Daren yang tiba-tiba berpindah ke tengah padahal tempatnya beberapa detik lalu berada di samping kiri Alana. Alana tersentak kala bahunya Daren rangkul, ingin membebaskan diri tapi tenaganya tidak sebanding dengan cowok itu. Kepalanya bahkan sudah terhimpit di ketiak Daren. Syukurlah Daren tidak bau badan, semisalnya iya, bisa-bisa Alana tidak sadarkan diri mendadak jika mengingat mereka semua belum ada yang mandi sore.

"Mau tahu gak apa persamaan lo sama bulan?" Kehadiran bulan di atas langit sana memunculkan sebuah fakta pahit dalam benak Daren. Dia mendongak, sementara Alana masih diapitnya seperti tadi.

"Gak tahu." Alana pukul-pukul lengan Daren tapi tidak cowok itu hiraukan. Saat kakinya Alana injak barulah Daren memekik dan Alana tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk kabur. Harusnya dari tadi Alana menjauh dari dua makhluk aneh itu.

"LO DAN BULAN SAMA-SAMA GAK BISA GUE GAPAI!" Daren memekik sembari tersenyum menyedihkan. "Dan indahnya cuman bisa dilihat dari jauh," sambungnya lemah.

MARSELANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang