6.Penawaran Essa

66 17 0
                                    

Veronica terkejut, dia tertegun mendengar penawaran Essa tersebut. Dia membisu dan merenungkan tawaran dari pelanggan barunya itu.

‘500 juta? 500 juta bukanlah uang yang sedikit. Aku bekerja di Kafe Air selama bertahun-tahun pun, rasanya tidak akan mendapatkan uang sebanyak itu,’ batinnya.

‘Bahkan dibandingkan dengan tarifku dalam satu jamnya saja sudah jelas berbeda. Karena gaji di Kafe Air benar-benar sangat kecil, tidak sesuai dengan resikonya.’ Veronica menggigit-gigit jari tangannya. 

‘Aku mendapatkan gaji di Kafe Air selama satu bulan sekali, sedangkan ini 500 juta untuk semalam.’ Veronica terlihat gelisah dan dilema.

Kini, dirinya sedang dalam kebimbangan atas tawaran Essa tersebut. ‘Namun, masa depanku yang akan menjadi taruhannya jika aku menerima tawaran Essa. Tidak! Aku tidak mau!’ Dia menghela napas. 

'Biarlah aku bekerja seperti ini saja. Lagi pula penghasilanku dari bekerja sebagai SOP lumayan juga. Aku bisa mengirim uang kepada keluargaku di kampung.’ Veronica terus berbicara di dalam hati.

Kemudian, Veronica bangkit dan berjalan kesana-kemari. ‘Ah, tidak! Tidak! Aku tidak mau! Lebih baik aku tolak secara mentah-mentah saja tawaran dari Essa itu,’ batinnya kembali.

Sementara Essa yang berada di seberang sana merasa heran. Karena Veronica sedari tadi hanya diam membisu tidak menanggapi ucapannya. 

“Hello, Nona Carol, mengapa kau hanya diam saja? Apakah kau mendengarku?” Suara Essa kembali terdengar.

Veronica terperanjat, seketika dia langsung tersadar dari lamunannya.

“Halo, Essa. Ya, aku mendengarmu.” Veronica menyahuti dengan tersenyum kecut walaupun Essa tidak bisa melihat senyumannya itu.

“Bagaimana?” tanya Essa.

“Tidak! Aku tidak mau! Berapa pun kau akan membayarku, aku tidak akan pernah melakukannya. Karena aku hanya bekerja sebagai PSOP, bukan PSK atau kupu-kupu malam pada umumnya!” Veronica menolak dengan tegas.

Sementara Essa di seberang sana nampak termenung. ‘Aneh, bukankah dia memang seorang prostitusi? Seorang kupu-kupu malam, lalu apa bedanya?’ batinnya.

Essa terlihat tengah memikirkan sesuatu dengan mimik wajah yang sangat serius. ‘Lagi pula ‘kan jika kami bercinta secara langsung itu lebih memuaskan. Mengapa gadis ini sangat aneh sekali, ya?’ 

Essa menggigit-gigit bibirnya. ‘Aahh … mungkin dia sedang jual mahal padaku karena aku ini pelanggan barunya. Maka dari itu dia menolakku. Dan aku rasa terhadap pelanggan lamanya dia sudah terbiasa bercinta secara langsung.’

Begitulah pemikiran Essa terhadap Veronica, lalu dia kembali berbicara. “Oh, oke, Nona Carol. Jika begitu, tidak mengapa kalau kau tidak bisa sekarang, lain waktu juga tidak mengapa. Ya, sudah, kalau begitu kita melakukan SOP seperti malam kemarin, oke?!”

Veronica terlihat sedang berpikir keras. “Bukankah tadi kau mengatakan jika di jam pertama kita hanya mengobrol santai saja, ya?”

“Betul. Dan sekarang kita ‘kan sedang mengobrol santai.” Essa menjawab sembari terkekeh. “Oh, iya, Nona Carol, bolehkah aku meminta alamatmu?”

Veronica terdiam sejenak mendengarnya. “Untuk apa kau meminta alamatku? Karena bagiku alamat adalah privasi yang harus dijaga. Jadi, aku tidak bisa memberikannya kepada sembarang orang.”

“Oh, jadi kau menganggapku orang asing? Bukankah kita sudah dua malam ini saling mengenal? Apa kau masih menganggapku orang asing, hmm?”

“Kita baru dua malam saja saling mengenal. Jadi, itu masih terbilang asing!” Veronica berkata dengan tegas.

Sementara Essa memikirkan ucapan Veronica tersebut. ‘Aneh sekali gadis ini. Bahkan alamat pun dia merahasiakannya, dan dia mengatakan bahwa itu privasi. Padahal ‘kan dia itu seorang prostitusi,’ batinnya.

‘Seharusnya ‘kan dia tidak perlu mengatakan privasi walaupun terhadap orang asing. Benar-benar aneh. Aahh … aku semakin penasaran padanya.’

Malam itu, Veronica melayani Essa seperti malam kemarin. Namun, malam itu Essa lebih memilih berbincang-bincang santai saja dengannya. Bahkan mereka tidak melakukan seks on phone sama sekali.

Selama berjam-jam mereka berbincang-bincang santai. Dan bahkan Veronica seperti seorang pendengar setia yang mendengarkan curahan hati Essa. 

Karena Essa lebih banyak bercerita tentang kesehariannya dan juga bercerita banyak hal tentang kehidupannya. Veronica hanya menanggapi sebisanya saja.

“Nona Carol, aku ingin suatu saat nanti kita bisa bertemu secara langsung dan secara nyata. Karena aku sangat penasaran padamu.” Essa berbicara dengan serius. 

“Suaramu saja sangat indah, merdu, dan seksi, apalagi wajahmu. Aku yakin pasti kau sangat cantik, dan tubuhmu pasti sangat seksi.” Essa berkata sembari tersenyum.

Veronica seketika membisu mendengar ucapan Essa tersebut. Lidahnya terasa kelu. Memang, selama ini para pelanggannya menginginkan pertemuan secara nyata, tetapi dia selalu menolak karena baginya pekerjaan tersebut merupakan privasi.

Sebisa mungkin dia akan menutup rapat-rapat karena dia tidak ingin jika para pelanggannya mengetahui jati diri dan wajahnya. Sebab, tidak seorang pun yang mengetahui identitas sang PSOP tersebut.

“Mengapa kau hanya diam saja, Nona Carol? Apa kau tidak mendengarku?” Suara Esa kembali terdengar.

“Ah, maaf, tapi jujur saja aku tidak ingin bertemu dengan para pelangganku secara langsung. Karena hubungan kerjaku dengan kalian hanya sebatas seperti ini saja,” ujar Veronica, “Aku melayani kalian hanya melalui telepon suara seperti ini saja,” sambungnya.

“Carol, apakah setiap aku ingin mengajak bertemu denganmu secara langsung itu karena aku ingin bercinta denganmu? Tidak!” Suara Essa terdengar tegas dan bergetar. “Memang, aku menginginkan itu, tetapi karena kau menolak, jadi aku ingin mengenalmu lebih jauh dan secara nyata, hanya itu saja!” 

‘Ya, Tuhan, apakah Essa merasa tersinggung dengan ucapanku tadi? Mengapa suaranya sampai meninggi dan bergetar begitu?’ Veronica membatin.

“Apakah kau tidak ingin menjadi temanku?” Suara Essa kembali terdengar, tetapi kini suaranya sudah dengan nada yang rendah.

Akan tetapi, Veronica kembali terdiam. Karena selama ini dia tidak pernah berteman akrab dengan lawan jenisnya. Dari dulu ketika dia berada di kampung pun teman dekatnya hanya Sartika seorang.

Banyak teman-teman laki-laki Veronica yang ingin berteman dekat dengannya, tetapi dia selalu menghindar. Karena dia merasa tidak percaya diri dengan keadaan keluarganya yang miskin sehingga dia tidak ingin keluarganya dihina.

Apalagi teman-temannya merupakan anak-anak orang berada. Maka dari itu Veronica lebih memilih menghindar. Dan kini, Essa lah merupakan laki-laki pertama yang ingin berteman dengannya sehingga membuat dirinya merasa bingung harus berbuat apa.

Veronica kembali membisu, otaknya sedang berpikir keras bagaimana caranya dia menolak secara halus permintaan Essa tersebut, tetapi tidak menyinggung perasaan laki-laki itu.

“Mengapa kau kembali diam? Aku sedang berbicara padamu. Mengapa kau sedari tadi selalu diam saja? Ada apa? Apakah kau merasa tidak nyaman berbicara denganku?” Suara Essa kembali terdengar dengan pertanyaan bertubi-tubi.

“Maaf, aku tidak terbiasa berteman dengan laki-laki. Jadi, aku tidak bisa menerima permintaanmu.”

GAIRAH CEWEK CAFE { TERBIT }Where stories live. Discover now