10.Breakfast

41 17 0
                                    

Keenandra kembali menegaskan pada Veronica, sedangkan Veronica semakin merasa serba salah dan tidak enak hati.

"Ta- tapi, Tu ... aahh ... maksudku, Keen. Itu sangat tidak sopan." Veronica berkata dengan terbata.

Dirinya merasa risih dan merasa sangat lancang, apalagi dia tahu bahwa Keenandra merupakan seorang pengusaha sukses yang dihormati oleh semua orang.

Rekan-rekan bisnisnya saja memanggilnya-Tuan, lalu bagaimana dengan dirinya yang hanya merupakan seorang pelayan kafe? Sungguh sangat lancang rasanya jika memanggilnya dengan hanya nama saja.

Keenandra tersenyum melihat Veronica yang merasa seperti sangat bersalah itu. "Veronica, kau harus membiasakan memanggil namaku, dan aku justru menyukai itu daripada kau memanggilku dengan sebutan-Tuan."

"Mengapa?" Monica bertanya dengan begitu polosnya.

"Karena aku bukan Tuan-mu, oke!" Keenandra menjawab dengan tegas.

Veronica seketika terdiam. Perasaan tidak enak hati itu semakin menggelayuti hatinya. Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di depan sebuah restoran 24 jam. Keenandra bergegas keluar, lalu dia membukakan pintu mobil dan mempersilakan Veronica untuk turun.

Mereka berdua pun berjalan memasuki restoran tersebut. Keenandra sengaja memilih private room. Dia sengaja memesan private room, dan memilih casual dining, yaitu restoran yang memiliki karakteristik lebih informal dan ramah.

Casual dining selain menyajikan makanan dengan harga terjangkau, juga memberikan suasana santai dengan lingkungan informal dengan gaya pelayanan prasmanan atau layanan meja pelayan.

Karena masih pagi maka Keenandra lebih memilih tempat breakfast yang lebih santai. Keenandra memilih menu breakfast sehat, yaitu telur orak-arik, roti, oatmeal, pancake, sandwich, onigiri, sereal, dan potongan buah.

Mereka berdua pun mulai sarapan. Keenandra terlihat sangat menikmati acara breakfast tersebut. Namun, berbeda halnya dengan Veronica karena gadis itu terlihat tidak nyaman. Sebab, dia tidak terbiasa makan bersama dengan lawan jenis seperti itu.

Veronica terlihat malu-malu, dia merasa tegang dan tidak bisa bersikap santai. Berbeda halnya dengan Keenandra yang terlihat sangat santai dan begitu menikmati kebersamaan mereka. Sesekali dia menyuapi makanan ke dalam mulutnya seraya menatap Veronica yang makan dalam diam.

"Makanlah yang banyak. Maaf karena aku sarapan tidak terbiasa mengkonsumsi karbohidrat berat. Jadi, aku memilih menu makanan sehat seperti ini." Keenandra memberi penjelasan pada Veronica.

"Iya, Tu ... eh, maaf, maksudku, Keen. Tidak mengapa, apapun itu menunya aku pasti akan memakannya. Aku tidak akan menolak ataupun membuang-buang makanan." Veronica berkata seraya menundukkan wajah.

Sementara Keenandra tertegun mendengarnya. Dia mengernyitkan dahi seraya menatap dalam Veronica. "Apa maksudmu membuang makanan?"

"Ah, iya, maaf karena jujur saja aku ini adalah gadis kampung, dan di kampungku itu kami hanya bekerja mayoritas sebagai petani," ujar Veronica.

"Aku sedari kecil sudah terbiasa membantu kedua orang tuaku di sawah, di kebun, maupun di ladang. Jadi, aku sangat tahu seperti apa susahnya para petani," sambungnya.

"Maka dari itu, aku tidak terbiasa membuang-buang makanan, entah itu berupa nasi, ataupun berupa makanan yang lainnya, mubazir." Veronica terus berbicara, dan baru kali ini dia berbicara panjang lebar seperti itu.

Keenandra tiada henti menatap wajah cantik natural Gadis Cafe yang memiliki dimple itu, yang ada di hadapannya. Dia mengunyah makanan seraya menikmati kecantikan alami yang terpancar di wajah Veronica tersebut.

Sementara Veronica, dia sesekali mengunyah makanan sembari berbicara. "Karena di luaran sana masih banyak orang-orang yang tidak seberuntung kita. Kita masih bersyukur karena kita masih bisa menikmati makanan mewah seperti ini dengan harga yang mahal 'kan?"

Veronica menatap Keenandra. "Namun, di luaran sana untuk makan sesuap nasi saja mereka kesulitan." Mata Veronica berkaca-kaca.

Tiba-tiba perasaan rindunya membuncah ketika teringat dengan kedua orang tuanya yang sudah semakin renta di kampung sana. Tanpa terasa, buliran bening itu menetes membasahi pipinya.

Keenandra sangat terkejut melihatnya, dia bergegas bangkit dan duduk di samping Veronica. Dia terlihat panik dan ingin menyentuh Veronica, tetapi dia tidak berani karena Veronica bukanlah gadis gampangan yang mudah disentuh oleh orang lain, apalagi yang berjenis kelamin laki-laki.

Lalu, Keenandra mengeluarkan sapu tangannya dari saku celana, dia menghapus air mata Veronica. "Maaf, ini sapu tangannya. Apakah aku menyinggung perasaanmu sehingga membuatmu menangis?" Keenandra bertanya dengan suara yang lembut.

Veronica menerima sapu tangan itu. "Maaf karena aku merusak suasana sarapan kita. Ah, tidak, kau tidak menyinggungku ataupun menyakiti perasaanku," sahutnya.

"Entah mengapa, di saat aku berbicara tentang kampung halamanku, aku tiba-tiba teringat dengan kedua orang tuaku, aku sangat merindukan mereka." Veronica menjawab dengan jujur.

"Apakah kau sudah lama tidak pulang kampung untuk menemui orang tuamu?"

"Aku terbiasa pulang kampung di saat lebaran saja, di saat Idul Fitri."

"Itu artinya kau pulang kampung satu tahun sekali?"

"Iya."

Keenandra mengangguk-anggukkan kepalanya. "Akan tetapi, mengapa kau hanya satu tahun sekali pulang kampung? Mengapa tidak beberapa bulan sekali?" tanya Keenandra. Karena dia merasa sangat penasaran.

Sebenarnya, dia sudah tahu jawabannya. Bahwa pada umumnya karyawan-karyawan di sebuah perusahaan mendapatkan kesempatan untuk pulang kampung itu hanya satu tahun sekali. Karena mereka terikat kontrak.

Namun, Keenandra hanya ingin mendengar penjelasan langsung dari mulut Veronica. Sebab, dia sangat suka ketika Veronica yang biasanya irit bicara, tetapi pada saat ini jadi banyak berbicara.

"Karena aku bekerja dan sudah terikat kontrak. Waktu libur panjang hanya ketika Idul Fitri saja. Maka dari itu aku bisa menemui keluargaku hanya satu tahun sekali." Veronica kembali menjelaskan seraya menatap pemuda tampan berdagu belah di hadapannya tersebut.

Keenandra dan Veronica terus saling berbincang-bincang, dan meneruskan acara breakfast mereka. Hingga tanpa terasa, mereka telah selesai sarapan.

Lalu kemudian, Keenandra kembali mengantarkan Veronica ke Water Cafe. Ketika Veronica melihat arloji-nya, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 WIB. Wajahnya kembali terlihat panik, dan semua itu tak luput dari pandangan Keenandra.

Keenandra sangat tahu bahwa Veronica sedang gelisah dan sangat ketakutan. "Vero, bersikaplah santai, kau tidak akan dipecat." Keenandra berusaha memberikan ketenangan pada Gadis Cafe tersebut.

"Keen, tetapi aku sudah sangat terlambat. Bagaimana ini?" Veronica berkata dengan mimik wajah cemas.

"Hei, kau tidak akan dipecat. Biarkan aku yang akan berbicara dengan manager-mu itu." Keenandra menaik turunkan alis. Senyuman manis tergurat di bibirnya.

Sementara Veronica terlihat bertambah cemas, apalagi melihat Keenandra yang sangat santai, sedangkan dirinya was-was sekali.

"Keen, aku ini hanya pegawai kafe, jadi tentu saja perasaanku dan perasaanmu sangat berbeda karena kau adalah bos di perusahaanmu 'kan?"

"Sementara aku hanya merupakan pelayan kafe. Kau bisa bersikap santai, sedangkan aku tidak!" Veronica memprotes, dia benar-benar merasa sangat kesal melihat sikap Keenandra yang sangat santai itu.

Keenandra mengulum senyum. "Maafkan aku, aku hanya bercanda. Baiklah, aku akan membawa mobil dengan kecepatan tinggi."

Setelah mengatakan itu, Keenandra melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sangat tinggi.

Veronica berteriak ketakutan. Walaupun tubuhnya sudah mengenakan seat belt, tetapi dia tetap merasa ketakutan.

"Keen, stop! Kau mau membunuhku? Maksudku, membunuh kita berdua. Bagaimana jika kita kecelakaan?!"

GAIRAH CEWEK CAFE { TERBIT }Where stories live. Discover now