12.Mengagumi

28 12 0
                                    

Emosi Keenandra sudah naik ke ubun-ubun. Dia yang sudah berencana tidak akan turun ke dalam kolam agar tubuhnya dan pakainya tidak basah itu, tetapi ketika dia melihat para pria dewasa yang menggoda Veronica, tiba-tiba emosinya tidak bisa dikontrol.

Dia merasa tidak terima jika para pria itu menggoda bahkan merendahkan sang pelayan kafe tersebut. 

Pria-pria tersebut yang sudah mengenal Keenandra dan mengetahui siapa dirinya, mereka pun bergegas meninggalkan Water Cafe. Karena tidak ingin berurusan dengan pengusaha sukses tersebut.

Sementara Veronica berusaha meredam emosi Keenandra. “Keen, sudah. Mereka juga sudah pergi. Terima kasih atas pertolonganmu.”

Keenandra menatap Veronica. “Vero, menurutku … bagaimana jika kau bekerja di kafe biasa saja? Jangan di Water Cafe seperti ini.”

“Memangnya mengapa, Keen?”

Veronica dan Keenandra berjalan bersama, mereka keluar dari kolam menuju ke meja tempat Keenandra tadi. Mereka berdua duduk di tempat tersebut. 

Keenandra tidak langsung menjawab pertanyaan Veronica. Namun, sesaat kemudian dia berdiri. “Vero, kau tunggu sebentar.”

Keenandra berjalan menuju ke arah barista. Dia kembali memesan decaf coffee karena kopi miliknya tadi sudah dingin. Dia memesan decaf coffee untuknya dan juga untuk Veronica. 

Setelah itu, dia menuju ke arah dapur kafe. Dia memesan berbagai menu makanan berat untuknya makan bersama Veronica si Cewek Cafe. Kemudian, dia kembali menghampiri Veronica.

“Keen, kau dari mana?” tanya Veronica. Karena tadi dia belum sempat bertanya, tetapi Keenandra sudah beranjak pergi.

“Aku tadi sedang memesan kopi dan makanan untuk kita,” jawab Keenandra.

Veronica menganggukkan kepala. “Oh, iya, Keen, kau belum menjawab pertanyaanku.”

“Pertanyaan yang mana?” Keenandra menggoda dengan berpura-pura lupa.

“Keen, jangan pura-pura amnesia, hhh.” Veronica memberengut. Keenandra tertawa terbahak-bahak melihatnya. 

“Kau bertambah cantik jika sedang memberengut seperti itu. Walaupun dimple yang kau miliki bersembunyi.” Keenandra terus menggoda Veronica.

Wajah Veronica sudah merah merona mendengarnya. “Keen, jangan menggodaku terus.”

Keenandra masih saja tertawa. “Ahaha … baiklah, Honey, aku akan menjawab pertanyaanmu. Jadi maksudku, agar kau tidak selalu digoda oleh para laki-laki hidung belang di Water Cafe ini.” 

“Karena setiap kau mengantarkan pesanan ke dalam kolam maka lekuk tubuhmu akan tercetak dengan jelas. Karena berendam di air. Maka kau akan selalu digoda oleh mereka.”

Keenandra menatap Veronica. “Sedangkan jika di kafe biasa, tubuhmu tidak akan terlihat.”

Veronica terdiam mendengarnya. Dia merenungkan ucapan Keenandra tersebut. Namun, yang membuatnya tercenung adalah panggilan Keenandra pada dirinya yang memanggilnya dengan sebutan—Honey.

Entah mengapa, jantungnya berdebar, dan darahnya berdesir mendengar panggilan manis tersebut. Wajahnya pun sudah semakin merona merah. Veronica menundukkan wajah karena malu.

Akan tetapi, saran Keenandra tersebut membuatnya dilema. Karena dia sudah merasa sangat nyaman di Kafe Air ini. Sudah empat tahun dia bekerja di kafe tersebut. Walaupun gaji kecil, tetapi mencari kenyamanan sangatlah sulit.

“Vero, aku sedang berbicara padamu. Mengapa kau malah terdiam seperti itu?!”

Ucapan Keenandra tersebut mengejutkan Veronica. Dia tersentak kaget. “Mm … Keen, tapi aku tidak bisa. Karena aku bekerja di Water Cafe ini sudah berjalan empat tahun walaupun gajinya kecil tapi aku merasa nyaman.” 

Veronica menatap Keenandra. “Sedangkan di kafe lain walaupun gaji besar belum tentu aku merasa nyaman.”

Keenandra menatap tajam Veronica. “Gaji kecil? Maksudmu … apakah kau di Kafe Air ini digaji kecil?” 

Veronica menahan napas. Dia belum menjawab pertanyaan Keenandra. Namun, sesaat kemudian dia menjawabnya. “Sebenarnya ini privasi, Keen, privasi antara perusahaan dan karyawannya. Jadi, aku tidak bisa memberitahumu.”

Jawaban Veronica tersebut justru semakin membuat Keenandra penasaran. “Aku tahu, Veronica, tetapi … bukankah kita sudah berteman dekat? Jadi, anggaplah aku sebagai temanmu, dan aku akan menjaga rahasia ini.” 

Veronica mendongakkan wajahnya dan menatap Keenandra. Keenandra membalas tatapan sang Gadis Cafe tersebut. Dia menelisik raut wajah Veronica yang terlihat sedang berpikir keras.

‘Apakah dia akan bercerita ataukah tetap akan menutup rapat tentang privasinya tersebut?’ batin Keenandra.

“Veronica, apakah kau tidak memercayaiku sehingga kau meragukanku, hmm?” Keenandra terus mendesak.

“Bu-bukan begitu, Keen, ta-tapi —”

“Itu artinya kau tidak percaya padaku!” Wajah Keenandra menunjukkan kekecewaan.

Tidak berapa lama kemudian, dua pelayan kafe datang mengantarkan pesanan Keenandra tadi. Mereka menatap heran pada rekan kerjanya yang sedang duduk bersama Keenandra.

Veronica tersenyum kikuk dibuatnya. Dia sangat malu karena di saat jam kerja, dia justru duduk santai bersama pengunjung. Keenandra sangat memahami kegelisahan sang Gadis Cafe tersebut.

“Vero, ayo, silakan dimakan dan diminum. Kita mengobrol sembari makan supaya lebih santai.” Keenandra menawari Veronica.

Veronica yang kala itu sedang merasa tidak enak hati pada Keenandra, hanya mengangguk saja. Dia merasa serba salah. “Baiklah, Keen, terima kasih. Dan aku akan menceritakannya padamu.”

Akhirnya, Veronica pun berkata jujur tentang gaji yang ia dapat di Water Cafe tersebut. Mereka berbincang sembari makan. 

Keenandra begitu serius menanggapinya. Terkadang dia terlihat menggeleng-gelengkan kepala, jarinya mengetuk-ngetuk meja, dan sesekali dia menggigit buku jarinya.

“Keen, kau kenapa?’ tanya Veronica.

“Ah, tidak, aku hanya syok saja mendengarnya. Karena kau ‘kan bekerja di Kafe Air ini dengan resiko yang sangat besar.” Keenandra mengunyah makanannya. “Tetapi, aku hanya merasa heran saja mengapa gajimu sangat kecil, tidak sesuai sama sekali.”

“Memang betul, Keen, tetapi aku sudah merasa nyaman bekerja di sini. Karena ini adalah tempatku pertama kali bisa menghasilkan uang.”

Pandangan Veronica menerawang jauh. “Dulu, empat tahun lalu ketika aku lulus sekolah SMA, aku kesulitan mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan besar di Kota Metropolitan ini.”

Veronica menghela napas dengan berat. “Sartika—sahabatku dari kecil yang satu kampung denganku, mengajakku melamar bekerja di Kafe Air ini, dan kami langsung diterima walaupun gaji kecil.” 

“Aku memiliki memori dan sejarah tentang kafe ini. Karena pengalamanku merantau dan mencari uang untuk pertama kali adalah di kafe ini.” 

Veronica menyunggingkan senyum yang menampilkan lesung pipinya. “Sehingga aku bisa memberikan gajiku yang kecil itu pada orang tuaku. Aku merasa sangat bahagia dan bangga. Maka dari itu aku selalu bertahan tetap bekerja di kafe ini dan tidak pernah mau berhenti.”

“Sementara Nona Cassandra jika dia marah padaku dan dia ingin memecatku, aku benar-benar merasa sangat khawatir dan cemas. Karena aku takut jika aku akan benar-benar dikeluarkan dari kafe ini. Sementara aku menyukai dan nyaman di kafe ini.” Veronica meraih gelas yang berisi decaf coffee, dan menyeruputnya. Dia menjelaskan dengan panjang lebar.

Kini, sudah tidak ada lagi yang perlu ditutup-tutupi dari Keenandra. Karena Keenandra menginginkan dirinya berkata jujur dan terbuka. Apalagi Keenandra adalah malaikat penolongnya. Jadi, tidak ada salahnya ‘kan jika dirinya akan berbagi cerita tentang masalah pekerjaannya walaupun itu termasuk privasi.

‘Gadis yang tangguh dan pekerja keras. Gadis sederhana, cantik alami, polos, dan lugu. I like you, Veronica.’

GAIRAH CEWEK CAFE { TERBIT }Where stories live. Discover now