BAB 5

606 126 9
                                    

 Hanya satu tempat yang begitu ramai ketika jam istirahat berbunyi, menjadi tempat paling diminati oleh para siswa dengan perut yang menggema meminta makanan

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

 Hanya satu tempat yang begitu ramai ketika jam istirahat berbunyi, menjadi tempat paling diminati oleh para siswa dengan perut yang menggema meminta makanan. Kantin menjadi area padat dan begitu bising, mengosongkan ruangan lain, menyisakan beberapa siswa yang tampaknya, masih kuat menahan lapar.

Seperti yang dilakukan seorang pemuda, duduk bersandar pada dinding sekolahan, menghadap ke arah tembok tinggi dengan kawat berduri di atasnya, di lorong yang terasingkan dari ribuan siswa sekolah yang tak menyukai area lembab, tetesan air dari mesin pendingin menghasilkan lumut pada semen yang tak diwarnai di sana.

Namun, pemuda itu tak terganggu, dengan kelopak mata yang terpejam dan mengabaikan mentari yang bersinar cukup cerah, tetapi mentari itu tampaknya tak memiliki celah untuk menyorot pemuda yang masih mengenakan seragam musim dingin, sekedar menghangatkan karena mentari tak sesombong itu meninggalkan pemuda yang tampak kedinginan.

Hanya saja, dinding menghalangi, atap menolak dan lembab tetap tak mengizinkan, membiarkan pemuda dengan marga Jeon itu untuk tertidur dalam dingin dan lembab sekitarnya. Ia tidak peduli di mana dirinya memejamkan mata, yang terpenting sepi dan di waktu pagi karena malam biasanya tak mengizinkan untuk terpejam. Malam terlalu sombong, meminta ditemani dengan cara yang cukup kasar, membawa ingatan ketakutan dan cemas untuknya.

Terlihat helaan napas cukup berat dengan lengan terlipat dengan perut yang bergerak perlahan, sedikit melonggar, tetapi tetap dalam posisinya. Lagi, helaan napas terlihat diikuti kelopak mata monolid yang kini terbuka dan memperlihatkan iris hitam nya perlahan. Iris yang terlihat kelam, tanpa ada ingin menjalani kehidupan, tetapi mati pun ia tak ingin.

Nama Jeon Jungkook tampaknya sudah terkenal di sekolah- sekolah ternama, terkenal gemar membolos dan tak mengikuti pelajaran dengan baik. Hanya, sangat disayangkan, tak ada yang bertanya mengapa dirinya membolos dan benci berada di sekolah. Ingatan bangun tidur itu membuatnya kembali memejamkan mata, belum waktunya untuk bangun karena mentari masih berada di atas kepala.

Namun, telinga nya menangkap suara langkah kaki yang cukup ramai, membawa irisnya untuk kembali terbuka dan menatap kosong ke arah tanah. Pandangannya terlihat lelah, sangat lelah ketika ia terus mendengar langkah kaki yang mendekat hingga tubuhnya perlahan bangkit, mengedarkan pandangan dan berlari lebih jauh ke dalam lorong, bersembunyi di balik lemari yang tak lagi terpakai dengan kaki ditekuk.

"Sialan. Di mana Jeon Jungkook!"

Terdengar amarah membuat pemuda bermarga Jeon itu semakin merengut dan berharap entah pada siapa semoga ia tidak ditemukan hari ini. Jantungnya berdetak cepat, jemari nya semakin membeku dan napas terasa tercekat, seolah semesta ingin empat orang pria itu mendengar napasnya yang kelelahan.

"Coba hubungi lagi, tidak mungkin dia tidak masuk sekolah," ucapnya dengan jemari yang merogoh saku dan mengeluarkan sebatang rokok beserta korek apinya setelah memberi perintah. Ia menyesap nikotin dengan mata yang sedikit berkerut memperlihatkan ia menikmatinya dengan baik dan menghembuskan asap ke arah langit bersamaan helaan napas beratnya hendak berteriak.

Glimpse Of The PastKde žijí příběhy. Začni objevovat