BAB 8

689 125 17
                                    

Kakinya melangkah pelan di bawah hujan yang begitu deras, membiarkan tubuhnya basah kuyup dan dingin menyelimuti kulitnya secara perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kakinya melangkah pelan di bawah hujan yang begitu deras, membiarkan tubuhnya basah kuyup dan dingin menyelimuti kulitnya secara perlahan. Ini masih musim semi, suhu masih berada di bawah rata- rata suhu tubuh manusia, seharusnya pemuda itu tidak bersikeras untuk bermandikan hujan kali ini karena bibirnya yang pucat itu mulai bergetar, tanda tubuhnya masih mencoba menahan dinginnya udara.

Pandangannya selalu menunduk, tak ada kepercayaan diri darinya untuk menatap langit ataupun benda di hadapannya. Rasanya, ia adalah rendahan, paling rendahan yang hidup di bumi dengan keberuntungan, beruntung dirinya dilahirkan dan hanya itu yang ada dipikirannya. Rasanya, ia tak pantas untuk bertatap dengan langit yang begitu tinggi karena setiap dirinya menatap langit, langit akan menggunjingnya melalui manusia lain.

Seperti liburan musim panas ketika dirinya berada di sekolah dasar. Jeon Jungkook kecil itu menatap langit yang begitu cerah, sangat cerah sampai Jungkook tak mampu melupakannya. Ia berharap jika panas akan terus menemaninya hari ini karena ia berjanji akan menemui Ayahnya sepulang sekolah di salah satu restoran terdekat. Ia berharap, jika langit akan memberikan sedikit waktunya untuk ia berbincang sekedar mengurangi rindu dan bercerita apa yang terjadi di sekolahnya.

Namun, langit seolah mengutuk permintaannya. Hujan turun begitu deras ketika denting lonceng pertama dibunyikan. Hujan turun seolah menumpahkan seluruh air dari lautan di pegunungan tempat dirinya tinggal. Jeon Jungkook kecil itu menunggu di lorong yang mulai sepi, menunggu Ayahnya untuk datang menjemput dan ia akan meminta odeng sebagai makan siang. Jungkook terus menunggu sampai bosan dan waktu berjalan tanpa tahu jika Jungkook masih menunggu.

Sayangnya, pria itu tidak pernah datang, bahkan ketika langit berubah menjadi gelap dan beberapa guru sudah bertanya mengapa dirinya masih berada di sekolah. Pria itu, tidak datang dan tak memberi kabar apapun. Bahkan, ketika dirinya berjalan sendirian menuju rumah, ketika dirinya beranjak dewasa, pria itu, pria yang menjadi Ayahnya tidak pernah mengatakan apapun, maaf sekalipun.

Entah siapa yang bisa ia salahkan mengenai setiap kenangan buruk yang ia dapat. Hanya, langit. Hanya langit yang bisa ia salahkan karena rasanya menyalahkan Ayahnya tidaklah adil dan setelah itu langit akan mengutuknya, membuatnya bersalah atas segala kejadian yang ada. Ayahnya tidak datang adalah salahnya. Salahnya menunggu pria itu sampai malam. Perceraian yang terjadi diantara orang tua nya, adalah salahnya. Salahnya ia memilih sekolah itu hingga terjadi perselingkuhan.

Semuanya adalah salahnya bahkan ketika dirinya dikucilkan, itu adalah salahnya. Salahnya tidak bisa bergaul dengan baik. Tak ada teman, tak ada yang bisa diajak bicara. Segalanya di telan habis hingga tak ada yang melihat dan segalanya di telan oleh hujan yang sebenarnya Jungkook berharap hujan akan menghapus setiap ingatan dalam kepalanya. Jungkook tak ingin mengingat apapun, karena hanya tersisa luka dalam kehidupannya.

Jungkook berharap dirinya akan dijemput oleh kematian, setiap tahunnya dan setiap tahunnya juga ia kecewa. Kematian tak kunjung datang bahkan ketika dirinya mencoba untuk mati di bawah guyuran hujan. Jika hujan dan langit bisa mengutuknya, maka mereka harus bisa untuk menjemputnya karena tak ada lagi yang menginginkannya di dunia bahkan dirinya sendiri. Jungkook berharap jika Jeon Jungkook menghilang dan benar mati walaupun Jeon Jungkook telah mati semenjak perpisahan kedua orang tua nya.

Glimpse Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang