BAB 6

671 119 13
                                    

Pandangannya menatap ke arah langit yang begitu gelap

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Pandangannya menatap ke arah langit yang begitu gelap. Tubuhnya dibiarkan bersandar pada dinding dengan jendela yang terbuka membiarkan angin mengusap helaian rambut nya yang berwarna hitam. Udara masih terlalu dingin walaupun sudah memasuki akhir musim dingin. Seharusnya, udara lebih hangat dan aroma musim semi tiba, tetapi tampaknya musim semi tiba sedikit terlambat dari biasanya.

Tatapannya terlihat kosong, memperlihatkan jika fokusnya tak ada lagi berada di pos satpam. Bahkan, penjaga sekolah yang tengah mendengarkan musik cukup kencang itu terabaikan, ia sama sekali tidak mendengar musiknya, tetapi ia tengah mendengar bising di kepalanya mengenai masa lalu dan keadaannya sekarang. Rasanya, tak ada bahagia dalam ingatannya atau ia melewatkan sesuatu.

Jeon Jungkook tak pernah merasa hidupnya tak adil, hanya Jungkook merasa jika hidupnya tak layak untuk dikatakan sebagai kehidupan. Jantungnya berdetak cepat yang membuatnya mudah lelah, keringat mulai membasahi pelipis walaupun angin berhembus cukup kencang kali ini. "Ayah? Kau akan pergi?" Ingatan itu terkadang datang tanpa diundang, ketika dirinya berdiam diri dan mencoba melepaskan segalanya, ingatan itu masuk dan kembali mengikat. Ingatan itu tampaknya gemar membuatnya terjebak.

"Ayah harus pergi. Jaga ibumu." Ucapan itu adalah ucapan terakhir yang Jungkook dengar penuh dengan hangat. Itu adalah ucapan terakhir sebelum dirinya diabaikan dan tak lagi dianggap. Pria yang dipanggilnya Ayah itu tak pernah menanyakan kabarnya, melupakan ulang tahunnya bahkan tak mengingat berapa umurnya sekarang. Seorang nenek pernah berkata jika dirinya tumbuh bersama dengan kesepian karena Jeon Jungkook lebih gemar duduk beralaskan lantai di depan toko kelontong tua.

Rumah bukanlah tempatnya untuk beristirahat, rumah adalah tempat untuk bertengkar dan juga menerima segala hal yang menjadi salahnya. Kepergian ayah, keinginannya untuk pindah sekolah dan juga hidupnya. Wanita itu mengatakan seharusnya ia tidaklah hidup karena wanita itu tidak menginginkannya. Ibu nya hamil agar ayahnya tak pergi meninggalkannya, tetapi Ayahnya pergi begitu saja dan Jeon Jungkook kembali menjadi anak yang tak diinginkan.

"Berkaca lah kenapa kau terus menjadi bahan bully-an di sekolahmu? Jangan merepotkan ku untuk mengurus kepindahan mu itu." Jungkook mengingat ucapan yang membuatnya kembali berpikir. Apa salahnya dan apa yang dilakukannya di sekolah. Rasanya, Jungkook sudah berusaha untuk menghindari siapapun, tak berteman dengan siapapun dan berharap jadi tidak terlihat di sekolahnya. Namun, dirinya terus gagal dan menjadi bahan suruhan dan bahan tawa karena mereka mengganggunya.

Perlahan pandangannya kembali hadir, suara rintikan hujan itu membangunkan lamunannya yang terlalu panjang. Lagu yang berasal dari radio itu mulai memasuki pendengarannya, tetapi hujan menarik seluruh atensinya. Sudah lama tidak hujan dan kali ini adalah hujan pertama hingga Jungkook pun memejamkan mata dan membuat permohonan. Nenek di toko kelontong mengatakan jika hujan pertama akan mengabulkan apapun yang kita minta dan Jungkook akan memintanya sekarang.

"Tolong datangkan bahagia, untukku."

Jungkook menghela napasnya pelan setelah membuat permohonan, pandangannya kini beralih pada penjaga sekolah yang tengah menatapnya. Hal itu membuat Jungkook memilih untuk membungkuk canggung. Penjaga sekolah tak pernah mengatakan apapun ataupun bertanya mengapa dirinya selalu bersembunyi dan tidak mengikuti pelajaran atau mungkin penjaga sekolah juga mengetahui nasibnya di sekolah ini hingga Jungkook pun memilih mengalihkan pandangannya pada hujan yang turun semakin deras.

Glimpse Of The PastDonde viven las historias. Descúbrelo ahora