Bab 1. Luruh

916 45 2
                                    

Bab 1. Luruh

"Setidaknya, kasih aku alasan kenapa kamu ingin mengakhiri semua ini, Ka," pinta Indana dengan raut wajah penuh kekecewaan. Ditahannya air mata untuk tak meluncur jatuh.

Raka, lelaki yang duduk di hadapannya hanya menunduk tak berani menatap Indana.

"Jawab, Ka. Biar aku tahu apa salahku atau apa sebabnya kamu ingin kita pisah." Dengan suara bergetar Indana menuntut jawab pada Raka yang masih tetap diam. Sekuat hati Indana menahan diri untuk tidak meledakkan emosi.

Raka tetap bergeming, menunduk dengan kedua siku bertumpu pada meja dan tangannya memegang kepala. Karena tetap tidak ada jawaban, Indana kembali bertanya.

"Mau sampai kapan kamu diam? Apakah ada perempuan lain? Cinta kamu udah hilang? Atau kamu hanya belum mau kita menikah dalam waktu dekat?"

Mendapat pertanyaan bertubi-tubi, akhirnya Raka mengangkat kepala dan menatap Indana dengan rasa bersalah.

"Kamu ingin alasan yang mana?" jawab Raka pelan, tapi terasa menyakitkan bagi Indana.

Indana menggigit bibirnya hingga ia rasakan asin di lidahnya. Tiba-tiba sesak melanda dadanya. Dua tahun menjalin hubungan dengan Raka, termasuk setahun bertunangan harus berakhir begitu saja. Indana mencoba menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan untuk mengurangi sesak yang menyakitkan.

"Aku cuman minta alasan biar bisa terima keputusan kamu. Tapi, ternyata apa pun alasannya nggak penting karena yang kamu inginkan hanyalah berpisah denganku, kan?" Indana nyaris berteriak, tapi masih mencoba menahan diri.

"Maafin aku, Na."

"Kamu bahkan nggak pantes buat minta maaf, Ka!"

Indana segera mengemasi barangnya di meja dan hendak beranjak dari tempat duduknya. Tepat saat itulah kebenaran terungkap dengan sendirinya. Ponsel Raka di meja berdering. Terlihat nama dan foto perempuan yang sangat Indana kenal. Namun yang membuatnya lebih kaget lagi adalah di dalam foto mesra pasangan tersebut adalah Raka. Sontak Indana menatap tajam ke arah Raka yang kini pucat pasi seperti pencuri yang tertangkap basah. Tiba-tiba Indana tersadar dan memahami semuanya.

"Jadi, karena Rani? Kenapa harus dia, Ka? Kenapa harus sahabat aku sendiri?" Indana kembali duduk.

Rani adalah salah satu sahabat Indana sejak sekolah zaman putih abu-abu yang memang hanya segelintir. Kebetulan Rani dan Raka bekerja di tempat yang sama di kota Yogyakarta. Indana sendiri tetap di Purwokerto, kota kelahirannya. Selama ini Indana sangat percaya pada mereka berdua, tidak ada kecurigaan sedikit pun. Indana juga sering menitipkan sesuatu melalui Rani untuk diberikan pada Raka.

"Aku bisa jelasin," ucap Raka sambil memegang ponselnya yang masih terus berdering.

"Angkat teleponnya dan loudspeaker," pinta Indana dengan tegas.

"Apa? Sekarang di sini?" Raka menoleh ke kanan dan ke kiri tampak enggan karena malu meski tidak banyak pengunjung.

"Kalau kamu merasa malu, artinya kamu sadar apa yang kamu lakukan itu salah, kan?"

"Oke, tapi aku minta tolong kamu bisa jaga sikap karena ini tempat umum. Aku tahu aku salah sama kamu," ungkap Raka yang membuat Indana merasa muak.

Indana menyeringai memandang Raka yang baginya kini hanya seorang pecundang.

Raka menggeser layar ponselnya untuk menerima telepon dari Rani. Begitu telepon terhubung, sebuah suara perempuan langsung menyerbu dari seberang.

"Halo, Ka, gimana udah selesai ngomongnya ama Indana? Kamu nggak bilang soal kita, kan?" Suara Rani terdengar agak panik.

PATAHWhere stories live. Discover now