23

79 8 4
                                    

selamat membaca

ga di edit langsung upload, jadi tolong dimaklumi🙏🏻

◇◇◇

Hari-hari berlalu, tak ada yang berubah selain kekosongan hati sepasang prajurit yang hampir gugur dalam medan perang. Peluru yang sudah dibidik oleh professional pun bisa melesat, apalagi manusia puberty yang mendadak menjadi prajurit dalam semalam.

Ruang kelas yang selalu hangat mendengar kini menemui ajalnya. Papan tulis sebagai saksi bisu persaingan merdu mulai memutih saking asingnya. Tak ada bibir yang saling menegur, tak ada pundak sebagai tempat istirahat. hanya onix yang sesekali berseteru.

Asing seperti tak pernah tercipta kisah. Berpapasan bagai orang tak pernah kenal, bahkan manusia lainnya turut menjadi korban akibat pembekuan suhu di antara Utara dan Selatan. Koridor sekolah, tempat banyak mata melihat kejadian perseteruan 2 mata angin, yang satu datang untuk masuk, yang lainnya datang untuk pergi.

Yang lebih tua menatapnya lebih dulu, dan yang seberang tak kunjung membalas, menatap lurus kedepan tanpa memerdulikan atensinya di sana. Menyerah, ego adalah perasaan tertinggi dalam masa muda. Anvaya berjalan menembusnya tanpa belas kasih.

Tatapannya dingin sekali, lebih beku dibandingkan waktu di rooftop pertama kali. Ashkara membiarkannya pergi karena ia juga tak berkeinginan untuk meminta maaf. Malam lalu biarlah menjadi rahasia semesta, terbang bak burung yang hilang arah, lalu perlahan menghilang bersamaan dengan terbitnya fajar.

Ashkara tak bisa pergi, itu sudah menjadi jawaban sekaligus keputusan. Melanggar norma dan hati nuraninya sendiri demi kehendak ayahnya. Dan Anvaya tak cukup berkesan untuk kembali membalikkan hatinya.


Hingga waktu terasa semakin mencekik ketika malam terakhir sebelum test eliminasi, mata itu kembali berseteru.

ceritanya, tak kala malam itu Ashkara menyelinap ke dalam salah satu ruang kelas setelah hampir seharian mendekap di dalam kamar untuk mempersiapkan diri, kepalanya hampir meledak, tubuhnya sudah tak berjiwa. ia serius ketika mengatakan ia kehilangan jati diri di dalam sini.
dan mungkin orang-orang di luar sana akan menganggapnya seperti mayat hidup.

berjalan menyusuri sepinya dini hari, siswa lain mungkin sudah terlelap atau sedang diam-diam berusaha di balik pintu kamar mereka. Ashkara benar benar lupa cara hidup bahkan tak menyadari sudah berapa lama ia menatap buku buku yang sekarang bertengger apik di pelukannya. Ashkara bahkan sampai lupa masalahnya dengan Anvaya. Ia terus memikirkan titipan pesan yang ayahnya berikan pada Vatika siang itu.

"ayah di phk dari perusahaan..."

bait pertama yang terlontar sudah mewakilkan keseluruhan pembicaraan. Ashkara terlampau mengerti. yang membuat kali ini berbeda adalah nada suara sang ayah, tak tegas dan keras seperti biasanya. tersirat sedikit nada permohonan disana, bukan lagi perintah yang menuntut. suaranya terdengar sedang kuat-kuat menahan tangis, Ashkara bisa merasakan itu meski dalam saluran telepon.

Ashkara seketika merasa bersalah, ia sepertinya terlalu jahat pada ayahnya yang dulu selalu memberikan segalanya untuknya. mendengar suara ayahnya yang terlihat luar biasa frustasi, menguatkan hatinya untuk bertahan, dan membuang jauh-jauh keinginannya untuk menyerah.

Ashkara akan mengalah dan berusaha sekuat kuatnya untuk lolos.

Berjalan sambil memikirkan beban berat itu hingga tak sadar ia sudah berada di depan pintu kelas. lampunya menyala, dipastikan ada entitas lain di dalam sana.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 28 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

éminén • kookvWhere stories live. Discover now