2 - Nasib Jadi Pengagum Rahasia

123 15 0
                                    

"Mehe

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

"Mehe... Sorry gue telat!" ujar Ay Ay, begitu berhenti di hadapanku yang sudah berdiri menanti kemunculannya sejak lima belas menit yang lalu. Napas Ay masih memburu, sampai pundak kurusnya naik-turun. Pasti dia habis lari dari parkiran motor, deh. Telat terus memang dia, mah.

Pagi ini, para Ukhtis berjanji untuk sarapan bareng di Kantin Bengkok, sebelum masuk kelas. Hari Rabu, saatnya mata kuliah studio Gambar Konstruk. Mata kuliah yang materinya penuh perspektif dan titik hilang. Serba harus teratur dan penuh perhitungan. Mata kuliah yang kadang membuat kepala pusing. Apalagi kalau tugasnya menggambar gedung.

"Iya, nggak apa-apa, Ay. Paham gue mah. Si Nadia sama Nuri udah duluan ke Bengkok. Nge-tag in meja. Yuk, jalan. Laper gue," ajakku langsung tanpa berlama-lama.

"Oke." Ay mengangguk patuh.

Dia berjalan sembari melepas jaket tebal warna merah gelapnya, lalu dia lipat hingga bisa dimasukkan ke dalam tas ransel motif kotak-kotak yang selalu dibawa ke kampus setiap hari. Saat kegiatan pertama sudah tuntas, tangan langsingnya dengan gesit mengikat rambut pendek yang bulan ini sedang berwarna hitam kebiruan. Aku memperhatikan gerak-gerik Ay Ay dalam diam. Menunggu waktu yang tepat, sampai dia siap diajak berbicara.

"Eh, Meh!" seru Ay Ay tiba-tiba, mengagetkanku yang tengah melamun. "Gue baru inget. Kemarin malem si Astrid bilang ke gue, kalo bakal ada kelas tutor tambahan matkul Gamtuk. Yang ngajarnya asdos-asdos, Meh. Lo ikutan gih!" serunya penuh semangat.

Mataku berubah membola. Lengkap dengan mulut yang menganga. "Hah?! Seriusan lo, Ay? Harus ikut dong, gue. Bakal ada Kak Faris pasti. Asik!" balasku bahagia. Ay Ay ikutan tersenyum dan kepalanya mengangguk berkali-kali.

Selama ini, kalau ada yang berhubungan sama Faris pasti aku ikutin. Tujuannya, tentu supaya bisa memandang sosoknya lebih lama. Sebenarnya, hampir setiap hari aku bertemu atau tidak sengaja berpapasan dengan Faris. Terkadang ketemu di dekat gedung FSRD, di kantin atau di sekitar koperasi dekat gerbang depan. Namun, yang kulakukan cuma menatap dan memperhatikan dia dalam diam saja. Salah satu momen yang paling kusuka adalah berjalan pelan mengikuti Faris yang sedang berjalan di depanku. Hanya melihat punggungnya dari dekat saja, sudah bisa bikin mood-ku bagus sepanjang hari.

"Gue SMS Kak Faris kali, ya? Tapi ... nggak bakal kelihatan gatel gitu kan, Ay?" tanyaku malah ragu-ragu. Kadang-kadang, aku juga bingung, mauku itu apa. Sampai detik ini, masih saja takut ketahuan. Padahal kalau Faris tahu, lebih bagus, bukan?

Ay terlihat berpikir sebentar. Menimbang-nimbang, baru menjawab pertanyaan. "Nggak sih, harusnya. Santai aja, Meh. Coba dulu. Namanya juga usaha," dukungnya sekali lagi.

Baiklah. Aku sudah bertekad. Namanya juga usaha. Bismillahirrahmanirrahim...

"Udah dikirim, Meh?" Ay bertanya sembari melirik ke arah layar ponselku yang mulai meredup.

"Udah, Ay. Semoga aja masih bisa ikutan ya."

"Pasti bisa, kok. Astrid bilang, baru kemarin diumuminnya. Semangat, Meh!"

Her Life as a Secret AdmirerWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu