26 - Akhir Tiga Tahun

72 11 0
                                    

Begitu sakit rasanya ketika perasaan tulus ini berujung tidak terbalas oleh orang yang kuharapkan

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Begitu sakit rasanya ketika perasaan tulus ini berujung tidak terbalas oleh orang yang kuharapkan. Aku terisak dalam kesunyian. Hanya suara deburan ombak yang mengisi kekosongan. Di sekitarku tiba-tiba sepi. Orang-orang seakan sengaja pergi untuk memberi ruang setelah melihat yang sedang terjadi.

Hampir lima menit, kami lewati tanpa berbicara. Berbanding terbalik dengan benakku yang tengah sibuk merangkai kata demi kata. Setelah yakin ingin mengatakan apa, aku putuskan untuk bangkit dan menghampiri lelaki yang baru saja menolakku. Dia langsung menoleh begitu aku tiba di sampingnya.

"Kak ... boleh aku tahu, siapa perempuan itu?" tanyaku sembari masih berusaha mengatur tarikan napas.

Begitu mendengar pertanyaan yang aku ucapkan, matanya terbuka sangat lebar. Pasti Faris tidak menyangka, aku kepikiran menanyakan identitas kekasihnya. Aku sadar ini adalah pertanyaan bodoh yang bisa saja membuat hatiku semakin sakit, tetapi rasa ingin tahuku jauh lebih besar. Melebihi rasa takutku akan penyesalan. Aku ingin tahu sekarang juga. Siapa perempuan yang berhasil menaklukkan hati Faris. Supaya tidak akan tersisa tanda tanya lagi dan aku bisa melanjutkan hidup dengan hati lapang.

"Udahlah, Ra. Aku nggak mau kamu makin tambah sedih nantinya," jawab Faris enggan. Kepalaku menggeleng mantap, membuat Faris menghela napas. Dia menempatkan sebelah siku di atas pagar, bertumpu agar bisa sepenuhnya membalas tatapanku.

"Meskipun aku bilang, kamu nggak akan tahu dia siapa, Ra. Apa gunanya untuk kamu?" tolaknya sekali lagi.

"Nggak, Kak. Aku udah telanjur sedih dan patah hati. Apa bedanya sama aku tahu nanti? Sekalian aja sekarang. Aku nggak mau tersisa rasa penasaran, seperti tiga tahun terakhir ini. Aku nggak mau membuang waktu dengan terus bertanya. Aku mau tahu, Kak. Please ...," pintaku memaksa dengan mata sembab.

Air mata yang sejak tadi mengalir deras, perlahan mulai mereda. Walau masih diselingi isakan serta tetesan cairan bening yang sesekali lolos dari sudut kelopak mata, aku menanti jawaban Faris dengan berdiri tegak.

Semuanya memang sudah berakhir. Akan tetapi, aku ingin mengakhiri kisah cinta tidak sampaiku yang berlangsung selama tiga tahun terakhir ini dengan sejelas-jelasnya.

Meski enggan, Faris tetap memutuskan untuk menuruti permintaanku. Dia merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel dari dalamnya. Faris sempat ragu dan memandang benda persegi panjang yang layarnya masih gelap selama beberapa saat. Sebelum tangannya bergerak pelan membuka kunci layar dan memperlihatkannya padaku.

Saat itu juga, rasanya duniaku runtuh. Mataku memang terbuka lebar, tetapi mulutku mengatup rapat. Sekuat tenaga aku menahan diri. Agar aliran air mata ini tidak mengalir deras lagi. Namun, aku gagal. Sesak di dada telanjur melampaui batasan diri.

Mengapa harus dia dari sekian banyak perempuan yang ada di muka bumi ini? Kenapa, Ya Allah? Apa yang harus aku lakukan nanti? Bagaimana cara menyapanya setiap kali kami bertemu di hari lebaran, tanpa mengingat semua perasaan yang pernah mengendap di hatiku tiga tahun lamanya? Lalu ... bagaimana bisa aku melihatnya bersanding di pelaminan dengan sepupuku sendiri?

Her Life as a Secret AdmirerWo Geschichten leben. Entdecke jetzt