28 - Running Away

102 7 0
                                    

"Kamu mau pindahan?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kamu mau pindahan?"

Itu kalimat pertama yang terucap dari bibir tipis nan menyebalkan milik bosku tersayang, Takiga Ariyo. Aku yang baru bangun tidur, sama sekali tidak terpikirkan jawaban. Mau bilang iya, takut disangka anen-aneh. Kalau bilang bukan, rasanya tidak masuk akal. Sepertinya cuma aku seorang yang pernah membawa dua koper besar hanya untuk menginap selama tiga malam.

"Oh, aku kira mau kabur ke Bangkok. Bawaan kamu heboh banget," kata Takiga lagi begitu melihat gelengan kepalaku.

Dia duduk di sebelah, sengaja menyisakan jarak satu kursi dariku. Lalu, mengeluarkan iPad dari dalam clutch berwarna cokelat tua, yang aku yakin pasti terbuat dari kulit asli. Cara Takiga duduk sangat elegan dan tenang. Berbeda jauh denganku yang apa adanya. Menyandar penuh pada sandaran kursi tanpa repot-repot memikirkan bagaimana tampilanku sekarang.

"Udah sarapan?"

Aku menegakkan punggung, memperbaiki posisi duduk ketika bosku berbicara. "Belum, Mas. Tadi katanya mau sarapan bareng?" tagihku, lalu menguap lebar.

Aku memutar leher, bermaksud ingin meregangkan otot-otot yang kaku hingga suara retakan tercipta. Alis datar milik Takiga sempat naik sekejap, ketika aku mencuri pandang. Sumpah, ya. Seumur-umur, aku tidak pernah secuek ini pada lelaki. Begitu tidak peduli akan dianggap bagaimana, saking patah hatinya.

"Ya, udah ayo. Kamu mau makan di mana?" tanyanya lagi.

"Aku lagi nggak bisa mikir, Mas. Maaf, ya. Untuk hari ini, aku ngikut apa kata Mas Takiga aja."

Takiga memasukkan gawai canggihnya yang baru sebentar diutak-atik ke dalam clutch. Sekilas aku melihat barisan foto-foto produk yang diambil beberapa hari lalu. Mungkin dia lagi memilih hasil jepretan terbaik untuk diperlihatkan pada para investor nanti. Omong-omong, aku baru kepikiran. Kalau bertemu investor itu, harus bagaimana ya. Aku tidak sempat menyiapkan apa-apa. Gawat!

"Mas Takiga!" seruku lantang, sampai membuat lelaki berpenampilan necis ini hampir terlonjak dari kursi. Sadar sudah melakukan kesalahan, aku langsung menutup mulut rapat-rapat dan pura-pura sibuk memainkan ponsel. Takiga menyandarkan punggung bidangnya, kemudian memejamkan mata.

"Ada apa, Mehira?" Pertanyaan bernada rendah yang terdengar seperti sebuah geraman di telinga, sukses bikin aku tak berkutik. Alih-alih melanjutkan pertanyaan, aku malah beringsut menjauh dan merapikan barang-barang yang seharusnya berada di dalam tote bag-ku. Ya, semacam melarikan diri dari amukan atasan berdarah dingin.

Saat sedang memasukkan ponsel, bantal leher, hingga kardigan ke dalam tas, aku malah merasa keheranan dengan sesuatu. Ini kejadian ajaib dan luar biasa. Bisa-bisanya kehadiran Takiga membuatku sejenak lupa pada kenyataan pahit yang baru saja menimpa hidupku.

Tanpa sadar, kepalaku memutar perlahan menuju ke subjek lamunan. Lelaki yang hobi memerintahku ini, sedang fokus menatap layar ponsel. Jemari kurus dan panjang miliknya bergerak cepat menggulir layar. Entah apa yang sedang dia kerjakan. Selalu sibuk setiap saat.

Her Life as a Secret AdmirerWhere stories live. Discover now