15 - Fly to You

44 10 0
                                    

Petualangan mengejar Faris akhirnya resmi dimulai, ketika pesawat yang membawaku terbang di angkasa dan melintasi separuh Indonesia, mendarat dengan selamat di Bandara Changi, Singapura

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Petualangan mengejar Faris akhirnya resmi dimulai, ketika pesawat yang membawaku terbang di angkasa dan melintasi separuh Indonesia, mendarat dengan selamat di Bandara Changi, Singapura. Dengan berat hati, Mande membatalkan kerja praktek. Kondisi mamanya belum juga membaik sampai sekarang. Maka tinggal aku sendirian yang lanjut. Namun, aku sudah sempat beberapa kali berbicara lewat telepon dengan Aninda, asisten pribadi Takiga. Suaranya terdengar ramah dan baik. Jadi aku optimis, kerja praktekku pasti bisa berjalan dengan lancar.

Awalnya aku kira persyaratan yang Mama berikan belum pasti, tapi ternyata tidak. Perjalananku dari Jakarta hingga ke Singapura, ditemani oleh seorang bocah lelaki yang sebentar lagi akan menjadi anak SMA. Sebetulnya dia sudah tidak bocah, sih. Namun, kalau orang tuanya saja masih menganggap dia bocah sampai harus aku jaga, berarti dia memang masih bocah, kan?

Farhan namanya. Untungnya kami sudah sempat bertemu satu kali, ketika aku menemani Mama arisan dua tahun lalu. Karakternya tidak berubah. Masih cuek dan irit bicara. Berkali-kali aku harus menegur, supaya dia mau mengalihkan sedikit perhatiannya dari game online yang sedang dia mainkan untuk menjawab pertanyaanku. Di tengah perjalanan, akhirnya aku menyerah. Pasti dia bakal bicara kalau sudah merasa lapar atau harus pergi ke toilet. Jadi, aku diamkan saja.

Sebelum keluar dari area bandara, aku memeriksa satu per satu koper yang berjejer rapi. Koper berwarna pink dan biru gelap milikku, juga koper berwarna abu tua milik si bocah. Mataku sesekali menoleh ke arah ABG bertampang datar tanpa semangat yang berjalan di sebelah. Kayak terpaksa banget pergi liburan. Padahal aku yakin, pasti anak-anak seusianya itu seharusnya selalu dipenuhi semangat. Aku saja lagi semangat empat lima sekarang.

Oh, iya. Mama dengan jelas berpesan untuk memastikan Farhan sampai di tujuan dengan selamat. Mamanya Farhan juga melakukan yang sama. Sebelum aku dan Farhan pergi, beliau memberiku amplop berisi ongkos untuk naik taksi dari bandara sampai ke apartemen. Katanya, jangan naik MRT. Bawaan kami banyak.

"Farhan, kamu mau ke toilet sebelum naik taksi, nggak? Takutnya jalanan macet," tanyaku ketika melihat papan penanda bergambar simbol laki-laki dan perempuan. Anak itu hanya menggeleng, tanpa melambatkan langkah kaki. Aku mendengkus sebal. Sepertinya, tingkat keimananku benar-benar sedang diuji sekarang.

Udara panas dan lembab yang disertai oleh tiupan angin berkecepatan sedang, menyambut kami begitu keluar dari pintu bandara. Sebelumnya, aku sudah pernah ke Singapura. Namun, ini pertama kalinya aku menggunakan taksi untuk pergi ke pusat kota. Biasanya aku naik MRT yang jelas lebih terjangkau biayanya.

Untung saja, papan petunjuk di Bandara Changi sangat lengkap dan jelas. Tidak butuh waktu lama, aku sudah bisa menemukan di mana barisan taksi bandara berada. Aku memilih taksi berwarna merah, yang berada di barisan paling depan. Sebab menurut info yang aku dapat, taksi dengan warna merah, kuning dan biru, tarif argometernya lebih murah jika dibandingkan dengan taksi berwarna hitam, abu-abu, putih dan krem.

Farhan lebih dulu masuk ke dalam taksi. Sementara aku memastikan koper-koper kami sudah dimasukkan ke dalam bagasi sebelum menyusulnya. Setelah memperlihatkan kertas bertuliskan alamat apartemen, taksi pun mulai melaju bersamaan dengan detak jantungku yang berpacu semakin cepat. Telapak tangan ini tiba-tiba basah. Padahal, ketemu Farisnya masih entar. Namun, gugupnya sudah melonjak dari sekarang.

Her Life as a Secret AdmirerWhere stories live. Discover now