4 - Ternyata...

84 12 0
                                    

"Meh

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Meh. Bangun, Meh!"

Sayup-sayup terdengar suara yang memanggil namaku berkali-kali. Dengan enggan, aku membuka mata lalu meregangkan tubuh hingga setiap persendian mengeluarkan bunyi yang saling bersahutan. Sembari mengelap sisa air liur di sudut mulut, kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ternyata, aku masih di kelas, toh.

Eh, terus Kak Faris bagaimana?

Dalam sekejap mataku membeliak. Kulemparkan tatapan ke arah Ay Ay, yang tengah melihatku bingung. Setelah beberapa detik, aku baru sadar kalau tadi itu hanya mimpi. Embusan napas panjang penuh rasa syukur, mengalir dari mulutku yang membentuk bulatan. Tangan juga mengelus-elus dada saking leganya.

Alhamdulillah...

Aku mengucap syukur begitu khusyuk, malah hampir bersujud karena benar-benar merasa lega. Akan tetapi, ada sedikit rasa kecewa yang diam-diam hinggap di hati. Berarti, keberanianku itu cuma ada di alam bawah sadar saja. Huh...

"Nyenyak amat tidur lo, Meh. Mimpi apaan? Sampe senyum-senyum begitu," tanya Ay masih keheranan.

"Seriusan, Ay? Gue tadi senyum-senyum?" Aku malah balik bertanya.

Padahal, di mimpi tadi aku keringatan maksimal. Bagaimana ceritanya aku senyum-senyum sendiri.

"Iya. Gue kira lo kesambet. Makanya gue bangunin," sahutnya sudah santai, sambil membereskan barang-barang yang tercecer di meja.

"Gue tidur dari kapan, Ay?"

Aku kembali meregangkan badan, lalu memutar-mutar kedua tangan dan leher. Menilai dari rasa pegal yang menyerang, sepertinya aku ketiduran cukup lama.

"Kayaknya, sih, hampir dua jam yang lalu. Beres asistensian langsung terkapar gitu lo nya," kata Ay menjelaskan.

Begitu mengingat lagi isi mimpi, aku bergeser heboh ke dekatnya, sampai mata bulat Ay semakin membola. "Ay! Masa gue mimpi nyatain cinta ke Kak Faris, dong! Sumpah! Nekat banget gue! Tapi, belum sempet denger jawaban doi, lo udah ngebangunin," keluhku kecewa berat.

Habis tadi itu memang tanggung banget, sih. Coba Ay membangunkan lima menit kemudian. Siapa tahu, Kak Faris sudah sempat memberi jawaban. Buat bayangan masa depan gitu, ceritanya.

"Yah ... maaf, Meh. Kan gue nggak tahu."

Aku mengangguk sambil tersenyum tipis. "It's okay, Ay."

Saat pembicaraan selesai, aku baru menyadari kalau suasana kelas sudah sepi. Hanya ada beberapa orang masih yang berkeliaran. Dosen dan para asdos sudah tidak terlihat. Nadia sama Nuri apalagi. Mereka hilang tanpa jejak. Tasnya sudah tidak ada di tempat.

"Ini yang lain pada kemana? Kok udah sepi?"

"Nadia sama Nuri udah balik duluan. Gue baru kelar asistensi. Pas banget dapet antrian terakhir. Makanya, gue sengaja nggak bangunin lo. Biar ada temen. Hehehe ...." Ay tertawa jail, lalu menyengir tidak enak ketika melihatku menyilangkan kedua tangan dan menyipitkan mata.

Her Life as a Secret AdmirerWhere stories live. Discover now