Untuk Reza Arbi,
Di satu hari nanti,
Saat kamu menemukan surat ini.
Terlalu banyak yang ada di kepalaku. Tidak bisa aku sampaikan semua ini. Tidak bisa pula aku mencernanya dengan sempurna.
Entah mengapa, aku merasa ini sudah lebih dari cukup.
Merasakan perang batin yang melelahkan untuk beberapa waktu.
Aku tau, terlalu banyak 'aku' yang kamu lewati. Terlalu banyak 'aku' yang tidak kamu ketahui selama kamu pergi.
Tapi setidaknya, kamu masih ingat 'aku' yang dulu. Aku yang terakhir kali kamu kenal.
Dahulu ku mengenalmu paling.
Seperti aku yang mengingat 'kamu' terakhir kali.
Tatapan khas matanya masih yang lama.
Kamu yang selalu antusias mendengar ceritaku, dan masih saja mendahulukanku.
***
"Apa salahku?" Pikirku setiap harinya.
Susah payah aku sendiri disini.
Berusaha berdamai dengan diri dan keadaan ini. Tidak tahu apa dan siapa yang harus aku salahkan.
Dulu, sebegitu sulit untuk aku bisa berbicara dengan mu. Hanya untuk memperbaiki keadaan, memperbaiki kesalahanku yang bahkan aku tidak tau apa.
Aku lelah, aku juga menyerah.
Tapi kenapa dengan mudahnya kamu kembali lagi?
Seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
Aku marah.
Sangat-sangat marah.
Apa maksud mu?
Kenapa baru sekarang?
Kemana saja selama ini?
Begitu banyak pertanyaan dalam benak ku, melihat kamu yang berusaha hadir kembali dalam kehidupan ku.
Bukan, aku tidak berniat menghindarimu sama sekali saat itu.
Pikiran itu baru muncul belakangan ini. Rasanya benar-benar tidak ingin lagi aku mengenalmu.
Kemudian, aku memilih untuk menurunkan ego ku. Menerima dan mendengarkan semua penjelasan mu.
I'm so glad, you made time to see me.
Nyatanya, kamu mampu menjawab semua pertanyaanku.
Sekarang, aku tidak lagi marah.
***
Kamu bilang aku tidak salah.
Tetap saja,
Maaf, Reza.
Untuk segala kata dan perbuatanku yang kurang berkenan.
***
Dari kesendirian yang kamu berikan, aku banyak belajar.
Terutama untuk menjadi Arin yang mandiri dan pemberani. Aku bisa melakukan apapun sendiri kecuali apa? Tidak ada, aku bisa semua.
Aku juga berani dengan apapun kecuali kodok, hehe.
Terima kasih, Reza.
Terima kasih untuk segala kenangan baik yang kamu berikan.
Terima kasih untuk segala kebaikan yang kamu lakukan.
Terima kasih untuk cerita-cerita menyenangkan yang kamu punya.
Terima kasih untuk segala hal yang pernah dilewati bersama.
Terima kasih untuk perasaan yang kamu berikan untuk ku.
Terakhir, terima kasih atas keberanian mu.
Aku, akan membiarkan semua menjadi kenangan.
Biarlah aku menyimpan bayangmu
Dan biarkanlah semua menjadi kenangan
Yang terlukis di dalam hatiku
Boleh ya?
***
Aku tahu kita tidak bisa lagi kembali.
Aku juga tidak akan menyalahkan keadaan kalau saja kita berubah asing.
Tak perlu kau sesali,
Perih yang terjadi.
Terlepas dari apapun alasanmu kembali. I let you go, Za.
So, let me go too yaaa?
Mulai kembali kehidupanmu, seperti aku memulai kehidupanku tanpamu.
Stop being stupid, yaa Za.
Stop being pisces yang taikkk.
Jangan lagi pergi meninggalkan seseorang karena ego mu.
Jangan lagi membuat orang lain menunggu untuk waktu yang lama.
Jangan juga membuat orang bertanya-tanya apa salahnya.
***
Reza, aku berusaha tetap menjadi Arin yang kamu kenal.
Arin yang selalu ingin jadi teman mu,
Arin yang mau mendengar semua cerita mu,
Arin yang akan mengunjungi semua karya mu,
Arin yang selalu mendengar lagu-lagu sheila on 7 sepanjang hari,
Arin yang selalu super duper keren,
Arin yang tetap ingin jadi dokter hewan,
dan Arin yang tetap makan bakpia keju walau diet.
Za, bacanya super duper geli banget ya?
Huekkk aku juga sebenernya geli sendiri sih. Sudah ku bilang, aku tidak lagi pandai menggambar dan menulis (dari dulu sih sebenernya)
Mungkin tulisan ku tidak sebagus punya adik mu. Tapi, yaudah...
Best regrads,
Arindya Taurus.
Februari, 2024.
***
Ayo kita ketawa bareng karena super geli huekk hueekkk. Tapi isinya serius!
Kalau sampai kamu baca ini dan kita ketemu lagi, stop bahas ini Za...
Malu berat...
Jago deh kalau berhasil nemu surat ini, nanti aku jajanin kopi
