bab 1. kenalan

265 23 3
                                    

  "Arin berangkat duluan ya bang, Reza udah nungguin di depan, nanti telat, dadah abang."

"Arin sarapan dulu, nanti nyusahin Reza kalo belum sarapan." Anindyo, kakak kedua Arin yang berteriak untuk mengingatkan adik nya itu, tapi percuma saja karena Arin sudah keluar dari rumah nya.

"Yuk za, 20 menit lagi bel nih."

"Arin udah sarapan belum? Nanti lo laper gue yang repot," Tanya Reza sambil memakaikan helm yang ia bawa untuk Arin kenakan.

"Udah lah daripada telat, gue udah bekel za, tenang aja," Arin berucap sambil menaiki motor Reza dan mereka berangkat ke sekolah bersama.

Seperti itu Arin dan Reza di pagi hari, selalu berangkat bersama dan terkadang pulang pun bersama, sudah terjadi sejak mereka menggunakan seragam TK yang sama, sampai sekarang seragam SMA yang mereka gunakan pun tetap sama, terlebih lagi setelah Reza diperbolehkan menggunakan motor ke sekolah ia tidak pernah lupa untuk menjemput Arin di pagi hari.

Bisa dikatakan dimana ada Reza disitulah ada Arin.

Mereka bersahabat sejak kecil, bukan bersaudara, jadi tentu saja mereka berbeda, bahkan orang yang bersaudara pun belum tentu sama.
Reza pendiam jaga image jadi cool, Arin tidak peduli, hiperaktif dimana pun tempatnya. Reza judes irit ngomong, Arin judes cerewet pake teriak pula.Reza realistis, Arin imajinatif sukanya nge hayal. Humor Reza dolar, Arin receh rupiah pula dan perbedaan lainnya yang tidak bisa disebutkan, tapi mereka akan menjadi satu kesatuan yang pas jika sedang bersama.

***

"Bisa garing gue kaya ikan asin, panas gila, laper ya tuhan," Celetuk teman sekelas Arin yang sedang baris.

"Lagian itu ibu ceramah panjang bener kaya jalan kenangan ya Hel," Arin itu saat upacara anti diam, selalu ada yang ia bicarakan kepada salah satu sahabatnya yaitu Rachel.

Setelah 30 menit lamanya, upacara pun selesai dan peserta di bubarkan.

"Hel gue pusing beneran gak bohong gak lagi ngelucu, serius gue, rasanya muter nih kepala kaya bianglala,"
Setelah itu pandangan Arin berubah menjadi gelap, dan ia tak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

"Reza!! Arin masuk UKS, tumbang dia tadi waktu lagi jalan ke kelas," Teriak seseorang yang membuat Reza membalikan badan menuju ke arah orang yang memberinya informasi tersebut.

"Lah? Perasaan tadi jalan di belakang gue, serius lo?" Tanya Reza yang langsung di balas anggukan oleh orang tersebut.

Reza melangkahkan kakinya dengan lebar dan cepat menuju ruang UKS yang letaknya berada di lantai 1 sedangkan kelas mereka berada di lantai 2.

"Rachel, kenapa dia bisa pingsan gini? Tumben banget yaila, lo ke kelas aja biar gue yang disini sama Arin."

"Gak apa-apa nih Za? Arin belum bangun, tadi dia bilang laper ke gue terus tumbang deh."

"Iya gak apa-apa ini orang emang takdirnya ngerepotin hidup gue, makasih ya," Rachel memberikan senyuman kecil lalu meniggalkan Reza dan Arin untuk kembali ke kelas.

Setelah di beri minyak kayu putih oleh Reza, dengan perlahan Arin membuka matanya dan melihat Reza berdiri di samping nya dengan muka tanpa ekspresi.

"Lebay banget lo pake pingsan, bilang aja kan gak mau masuk kelas."

Arin, hidupnya ditakdirkan untuk ada di deket gue dan nyusahin hidup gue sudah beberapa tahun lamanya. Gue bukan tipe orang panikan kaya Arin, tapi dia hobi bikin gue kesel, marah, dan khawatir. Ya gini aja contoh nya, kadang gue sampe bingung harus marah dulu atau jadi perhatian dulu karena kahawatir. Tolong kasih gue saran guys.

ArRezaWhere stories live. Discover now