bab 4. Panik

83 13 0
                                    

"Yes!! Besok udah hari sabtu yes!!" Arin bersorak-sorai bergembira mengingat akan datang nya weekend.

Andara hanya bisa menghela nafas panjang melihat tingkah teman sebangku nya ini, "Emang lo mau ngapain besok? Kaya yang iya aja punya acara."

"Banyak loh acara gue, nonton film, makan, masak, kiding ke dokter, kiding nyalon, kiding main, apa lagi ya?"

"So sibuk lo, berasa ngurus bayi padahal ngurus kucing aja sih repot. Tuh, si Reza urusin sana biar baek dikit," sewot Andre.

"Gila lu Ndre hehehe..." Arin tertawa terpingkal-pingkal padahal tidak ada yang lucu, itu hanya lawakan garing yang seharus nya "Ndro" menjadi "Ndre" tolong katakan, apa yang lucu?

"Jangan kebanyakan ketawa ah Rin, nanti masuk angin repot, kentut lo bau. Ayo, tadi katanya ngajak jualan keliling," ajak Andara.

"Siap mbak, segera berangkat mencari uang demi makan anak dirumah, kiding sudah menunggu," Arin dengan semangatnya keluar dari kelas dan membawa barang jualan yang sudah ia bikin di rumah.

Arin berasal dari keluarga yang sangat berkecukupan, jauh dari kata susah. Kedua orangtuanya tidak pernah lupa untuk memberikan uang saku. Tapi jualan ini hanya untuk memuaskan hobi nya. Arin handal dalam memasak, alasan yang dapat diterima mengapa Arin tidak memiliki badan proporsional bak model adalah karena saat memasak hasilnya akan ia makan sendiri. Ia juga pandai dalam berbisnis, menghitung modal dan mendapatkan keuntungan.

Arin berjualan coklat sereal buatan nya (mungkin lain waktu akan Arin bagi resep nya) hasil dari penjualan selalu ia tabung, dan tak jarang pula digunakan untuk mentraktir teman- temannya. Ia tak pernah mempermasalahkan jika jualan nya tidak habis, justru akan merasa senang karena sisa yang tidak terjual akan ia makan dengan senang hati. Hm... sudah kuduga.

"Ayo... di beli coklat nya 1000 rupiah aja, buat yang hidup nya pait in..."

Bughhh...

Teriakan Arin terhenti seketika saat sedang berjualan karena sebuah bola dengan keras menghantam bagian belakang kepalanya menyebabkan Arin hilang keseimbangan, sehingga coklat yang sedang ia pegang jatuh semua.

"Aduh... sakit, siapa sih yang ngelemparin? Kan kalo gini coklat nya di jual gak bisa di makan gue pun gak bisa!! Ini baru yang namanya rugi!! Siapa yang main bola?" Arin mengomel sambil mengusap kepala nya yang terasa sakit, apakah tidak ada yang merasa bersalah disini? Tak adakah yang meminta maaf pada Arin? Setidak nya karena sudah menjatuhkan barang jualan Arin? Tak ada? Satu pun? Tuhan...

Ia bangun sambil membersihkan kotoran yang menempel pada baju seragamnya. Bagian pergelangan tangan nya memar dan sedikit berdarah karena tergores ujung keramik lantai.

"Sorry..." terdengar suara yang tidak asing di telinga Arin, "bola gue."

"Hah?" Kaget Arin.

"Gue mau ambil bola gue," Arin memberikan sebuah bola yang berada di tempat jualan nya kepada Alzan. Itu bola yang membuatnya rugi dan lecet. Setelah mendapatkan bola nya, Alzan kembali ke lapangan untuk melanjutkan permainan.

"Bilang sorry cuma buat ambil bola, dasar gak tau diri udah bikin orang rugi pake luka pula. Udah mood gue hancur, ke kelas aja," dengan perasaan kesal dan marah Arin kembali ke kelas dan meninggalkan kedua teman nya yang hanya diam kebingungan.

"Cepet banget habis nya Rin? Gue gak kebagian?" Tanya Andre

"Coklat nya udah hancur, kotor semua Andre." Jelas Andara

"Lah kenapa? Kok bisa? Yah... padahal gue udah ngiler nunggu gratisan."

"Tadi waktu lagi pegang kotak tempat coklat nya Arin jatuh, jadi coklat nya ikut jatuh terus hancur soalnya ketindihan Arin." Jawab Andara

ArRezaWhere stories live. Discover now